KabarMakassar.com — Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHBun) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menggenjot produksi komoditi kakao. Idealnya produksinya harus mencapai 2 ton per hektar.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bidang Perkebunan Dinas TPHBun Sulsel, Syarifuddin Sideng menyebut bahwa produksi kakao di Sulsel hanya 700 kg per hektarnya. Itu jauh dari kondisi ideal.
“Ini jika semua dalam kondisi bagus termasuk pemupukannya,” paparnya.
Olehnya, kata Syarifuddin, Dinas TPHBun Sulsel menyalurkan 3 juta bibit dan pupuk organik hayati pada tahun 2024. Apalagi, komoditi kakao menjadi salah satu komoditi andalan untuk di ekspor.
“Permasalahan kakao itu cukup banyak, mulai dari bibit yang sudah tua, serangan hama penyakit, lembaga yang masih lemah dan kurangnya dukungan perbankan,” kata Syarifuddin.
Terkait dengan pupuk organik hayati ini, Syarifuddin menyebutkan telah menyiapkan APBD untuk memberikan pupuk kepada petani kakao, yang diperuntukkan untuk memperbaiki kondisi tanah yang selama ini pakai pupuk kimia.
“Kami ingin memperbaiki kondisi tanah yang sudah tidak bagus akibat penggunaan pupuk kimia, makanya ini dianggarkan untuk pemberian pupuk organik,” tambahnya.
Selain itu, kata dia, harga kakao juga semakin meningkat. Demi memaksimalkan produksi, pupuk diberikan untuk mengendalikan hama PBK atau Penggerek Buah Kakao.
“Harganya itu sudah naik jadi ini sangat menggembirakan sekali bagi petani kakao kita,” tukas Syarifuddin.
Data dari BPS menunjukkan produksi kakao di Sulawesi Selatan berjumlah 82,5 ribu ton. Adapun peringkat pertama ialah Sulawesi Tengah menjadi provinsi penghasil kakao terbesar pada 2023, dengan volume produksi 130,8 ribu ton, kemudian di susul Sulawesi Tenggara dengan produksi volume 107,8 ribu ton.