kabarbursa.com
kabarbursa.com

Dinamika Garis Kemiskinan, Pengamat Soroti Penentuan Standar dan Implikasinya

Dinamika Garis Kemiskinan, Pengamat Soroti Penentuan Standar dan Implikasinya
Ilustrasi kehidupan masyarakat pinggir kota (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Murtiadi Awaluddin, menyoroti perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan oleh berbagai lembaga, seperti WHO, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pusat Statistik (BPS), dalam menentukan tingkat kemiskinan di Indonesia.

“Masalah kemiskinan sangat dipengaruhi oleh standar yang digunakan. Ketika standar diturunkan, otomatis jumlah penduduk yang masuk kategori miskin akan berkurang. Sebaliknya, jika garis kemiskinan dinaikkan, maka jumlahnya akan meningkat,” ujar Murtiadi, Sabtu (25/01).

Pemprov Sulsel

Murtiadi mencatat bahwa pada tahun 2024, garis kemiskinan telah dinaikkan menjadi Rp565.242 per bulan. Ia juga menyoroti perbedaan garis kemiskinan antar daerah yang ditetapkan oleh BPS, yang menurutnya berpotensi menjadi alat politik bagi pemimpin daerah.

“Jika pemimpin daerah ingin menurunkan angka kemiskinan, garis kemiskinan bisa disetel lebih rendah. Namun, jika dinaikkan, maka tingkat kemiskinan juga meningkat, dan ini berdampak pada jumlah penerima bantuan kemiskinan,” jelasnya.

Murtiadi menambahkan, konsumsi sebesar Rp20 ribu per hari, atau sekitar Rp600 ribu per bulan, sudah mendekati garis kemiskinan.

Namun, banyak masyarakat yang dianggap sudah keluar dari kategori miskin meskipun kondisi mereka belum jauh berbeda.

Ia menekankan pentingnya konsistensi dalam menentukan standar garis kemiskinan.

“Untuk melihat perubahan yang nyata, standar garis kemiskinan harus sama setiap tahunnya, misalnya pada 2024 dan 2025. Jika standarnya berbeda, akan sulit untuk mengontrol dan mengevaluasi apakah benar-benar terjadi perubahan,” tegasnya.

Murtiadi berharap agar kebijakan terkait garis kemiskinan ini dapat lebih transparan dan konsisten, sehingga program bantuan kemiskinan bisa tepat sasaran dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang membutuhkan.

Untuk informasi, menurut data dari Badan Pusat Statistik atau BPS Sulawesi Selatan (Sulsel), jumlah penduduk miskin yang ada di Sulsel mengalami penurunan.

Diketahui, pada bulan September lebih baik dibanding dengan Maret. Persentase penduduk miskin pada bulan September tahun 2024 sebesar 7,77 persen, turun 0,29 persen poin terhadap Maret 2024.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala BPS Sulsel, Aryanto, yang turut didampingi oleh Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan Setda Sulsel, Junaedi Bakri mewakili Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Fadjry Djufry di Kantor BPS Sulsel, pada Rabu (15/01) kemarin.

“Jumlah penduduk miskin pada September 2024 sebesar 711,77 ribu orang, turun 24,7 ribu orang terhadap Maret 2024,” ucap Aryanto.

Secara keseluruhan, jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan, akan tetapi persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2024 sebesar 5,08 persen, naik menjadi 5,21 persen pada September 2024.

Sedangkan, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2024 sebesar 10,74 persen, turun menjadi 10,11 persen pada September 2024.

“Dibanding Maret 2024, jumlah penduduk miskin September 2024 perkotaan naik sebanyak 8,9 ribu orang dari 219,65 ribu orang pada Maret 2024 menjadi 228,59 ribu orang pada September 2024. Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 33,7 ribu orang dari 516,83 ribu orang pada Maret 2024 menjadi 483,17 ribu orang pada September 2024,” jelasnya.

Aryanto menjelaskan, Garis Kemiskinan pada September 2024 tercatat sebesar Rp 467.991,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 350.315,- (74,68 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 117.676,- (25,32 persen).

“Pada September 2024, secara rata-rata rumah tangga miskin di Sulawesi Selatan memiliki 5,36 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.508.432,-/rumah tangga miskin/bulan,” tuturnya.

Terkait dengan penurunan kemiskinan tersebut, di berbagai kesempatan Pj Gubernur Sulsel, Prof Fadjry Djufry menegaskan jika kemiskinan menjadi lawan yang perlu untuk diberantas.

Pengentasan kemiskinan, juga termasuk dalam program nasional di bawah kepemimpinan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Secara nasional, Jumlah masyarakat miskin di Indonesia kini hanya sebesar 24,06 juta orang, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) dari hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) September 2024, yang dirilis pada 15 Januari 2025.

Jumlah masyarakat miskin yang setara 8,57% dari total penduduk Indonesia itu turun bila dibandingkan catatan pada Maret 2024 yang sebanyak 25,22 juta orang miskin dengan persentase sebesar 9,03% dari total penduduk di Indonesia.