KabarSelatan.id — Mantan Kabag Bin Opsnal Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara AKBP Achiruddin Hasibuan dipecat secara tidak hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari kesatuan Polri, Selasa (2/5).
Keputusan ini berlaku usai Achiruddin menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) sejak Selasa pagi hingga malam hari.
Hal itu pun dibenarkan Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak. Menurutnya, apa yang dilakukan Achiruddin merupakan tindakan yang tak pantas dicerminkan seorang anggota Polri. Seperti diketahui, Achiruddin yang sedang berada dikediamannya di Medan menyaksikan dan membiarkan anaknya Aditya Hasibuan aniaya mahasiswa bernama Ken Admiral beberapa waktu lalu.
"Bagaimana dia berperan, berperilaku, dan bertindak, dan apabila itu dilakukan pelanggaran terhadap salah satu itu, maka tentu sanksinya cukup berat," kata Panca, saat konferensi pers usai sidang kode etik di Mapolda Sumut, Selasa malam.
Dari hasil sidang, Achiruddin terbukti melanggar kode etik profesi sehingga dikenakan sanksi disiplin yang tidak boleh dilakukan setiap anggota Polri dalam segala hal. Baik sebagai anggota Polri saat bertugas maupun di luar tugas.
Jenderal bintang dua ini mengatakan untuk kasus pembiaran penganiayaan sudah dilakukan sidang kode etik dan disaksikan secara transparan oleh keluarga korban, saksi-saksi termasuk korban Ken Admiral melalui virtual.
"Berdasarkan apa yang sudah didengar oleh majelis sidang komisi kode etik, maka tadi sudah diputuskan terkait dengan perilaku saudara Achiruddin Hasibuan," katanya.
Mestinya kata Panca, Achiruddin harusnya dapat menyelesaikan dan melerai kejadian tersebut. Namun, hal itu tidak dilakukan.
Berdasarkan hal itu, majelis sidang memutuskan Achiruddin dinilai melanggar kode etik profesi Polri tentang etika, kepribadian, kelembagaan dan kemasyarakatan dengan pasal yang disangkakan Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 sesuai Peraturan Nomor 7 Tahun 2022..
"Tiga etika itu dilanggar sehingga majelis komisi kode etik memutuskan pada Saudara Achiruddin untuk dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," katanya.
Ia juga menegaskan pelanggaran yang dilakukan Achiruddin membuat berang para petinggi Polri dan tak bisa ditolerir Institusi Polri.
"Pimpinan Polri, yakni Kapolri dan saya Kapolda, tidak pernah bermain-main untuk tak memproses setiap hal-hal menyangkut penyimpangan yang dilakukan oleh anggota," katanya.
Selain kode etik, Achiruddin juga melanggar UU pidana umum sebagaimana Pasal 304, 55, dan 56 KUHP yang saat ini sedang berlangsung. Sebab saat kejadian dia berada dilokasi saat kejadian. Baik ikut serta maupun tidak. Seharusnya Achiruddin melerai atau pun menolong korban.
"Sehingga proses hukum hari ini sudah dinaikkan prosesnya pidananya sprindik sudah beberapa waktu lalu. Hari ini sudah ditetapkan juga penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan," katanya.
Tak hanya itu, Achiruddin juga terbukti terjerat kasus dugaan tindak pidana di bidang minyak dan gas (migas). Hal itu dikemukakan Panca setelah proses penyidikan dilakukan kepolisian lantaran Achiruddin merupakan pengawas gudang solar ilegal milik salah satu PT. Gudang yang berada di dekat kediamannya.
"Apakah dia sebagai orang yang memberikan ruang, kesempatan terjadinya tindak pidana migas tersebut, ataupun dia ikut aktif di dalam kegiatan di bidang migas tersebut yang ilegal. Maka diproses berdasarkan undang-undang minyak dan gas bumi," katanya.
Sementara mengenai dugaan gratifikasi, imbalan atau pun hadiah yang diterima selaku anggota Polri terkait dengan Achiruddin sebagai pengawas gudang solar, penyidik di Subdit Tipikor sedang memprosesnya.
"Sedang berproses, saat ini oleh tim penyidik Ditreskrimsus dan Subdit Tipikor. Untuk melapis itu, penyidik di atas Ditreskrimsus dan khususnya Tipidter yang menangani undang-undang migas dan korupsinya dengan UU TPPU menyangkut harta kekayaan yang diperoleh dari imbalan atau penerimaan hadiah yang tidak benar tersebut," jelas Panca.
Polri juga bekerja sama dengan pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK), serta KPK melalui surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) melalui mekanisme online.
Sedangkan orang tua korban bernama Elfi dan Zul yang hadir bersama kuasa hukumnya, Irwansyah Putra Nasution, mengapresiasi langkah yang dilakukan Polda Sumut.
Dia juga berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak dan jajaran. "Saya mewakili keluarga dan orangtua Ken sangat berterima kasih atensi Bapak Kapolri, Bapak Kapolda Sumatera Utara, Bapak Dirkrimum, Dirkrimsus, Propam. Diterima luar biasa seperti mukjizat saya rasakan ini, ternyata bisa berproses dengan lurus," katanya.
Elfi mengaku belum memberitahu hasil sidang KKEP kepada Ken. Namun, menurutnya kemungkinan sudah disampaikan oleh kakak Ken. "Dia merasa paling ya dia malu kan karena semua orang lihat dia dibegitukan ya. Mungkin paling setahun dua tahun, lama-lama juga bisa sembuh dengan sendirinya," katanya.