KabarMakassar.com — Pembatasan terhadap bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali menjadi sorotan. Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (Uinam), Murtiadi Awaluddin, menyatakan bahwa kebijakan pembatasan BBM merupakan langkah yang patut disetujui. Namun, ia menekankan perlunya pengawasan ketat untuk memastikan efektivitas kebijakan tersebut.
Murtiadi menjelaskan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) sebenarnya sudah mengatur pembatasan penggunaan BBM untuk beberapa jenis kendaraan, seperti mobil dinas, mobil BUMN, mobil berplat hitam dengan kapasitas mesin di atas 2000 cc, serta motor dengan mesin di atas 250 cc. Meski begitu, ia mengkritik kurangnya kontrol atas pembatasan ini di lapangan.
“Masalahnya, tidak ada kontrol yang memadai. Bisa saja terjadi kongkalikong antara pemilik SPBU dengan pengguna mobil pribadi karena harga Pertalite yang disubsidi jauh lebih murah dibanding Pertamax yang non-subsidi,” ungkap Murtiadi, Jumat (12/07).
Ia juga menyoroti praktik beberapa institusi dan lembaga pemerintah yang kini beralih dari menggunakan mobil dinas ke mobil sewa, yang umumnya berplat hitam dan memiliki kapasitas mesin rendah. Praktik ini memungkinkan mereka menggunakan BBM subsidi, meskipun seharusnya tidak.
Menurut Murtiadi, untuk memastikan pembatasan ini efektif, diperlukan pengawasan ketat dari semua pihak terkait.
“Dibutuhkan pengawasan yang melekat. Pengusaha SPBU harus memiliki kontrol yang kuat terkait pembatasan ini untuk mencegah kebocoran,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan beberapa langkah untuk mengawal kebijakan ini:
1. Tim Pengawas dari Pertamina: Pertamina perlu membentuk tim pengawas khusus yang akan mengawasi setiap SPBU yang beroperasi, terutama di kota-kota besar seperti Makassar.
2. Komitmen dari Pengelola SPBU: Para pengelola SPBU harus memiliki komitmen kuat untuk menegakkan aturan pembatasan BBM ini.
3. Kerja Sama dengan LSM dan Masyarakat: Kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau masyarakat untuk melaporkan jika ada SPBU yang melakukan penyelewengan.
Ia juga menekankan bahwa Pertamina harus benar-benar menegakkan aturan dengan tegas.
“Jika ada SPBU yang nakal, izinnya harus dicabut sebagai konsekuensi. Ini akan menjadi shock therapy bagi SPBU lain yang berencana melakukan pelanggaran,” tutupnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pembatasan BBM dapat berjalan efektif dan mampu mengurangi beban anggaran subsidi tanpa adanya kebocoran.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah kembali mengemukakan rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Langkah pembatasan BBM subsidi bertujuan mengurangi konsumsi dan polusi yang dihasilkan serta mendorong peralihan dari BBM ke bioetanol. Hal tersebut dinilai dapat menghemat anggaran.
Rencana ini menguat usai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memberi sinyal bahwa hal itu agar diberlakukan pada 17 Agustus 2024. Awalnya, Luhut menyinggung terkait efesisensi anggaran belanja negara yang kemudian disusul tentang Pertamina dan pemberian subsidi dari pemerintah.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu juga menyebutkan hal tersebut di salah satu postingan media sosialnya. Luhut menyebut bahwa Pertamina saat ini tengah mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa subsidi BBM hanya dinikmati oleh pihak yang berhak.
“Kami berharap 17 Agustus ini, kami sudah bisa mulai mengurangi subsidi bagi yang tidak berhak,” ujar Luhut melalui akun media sosialnya, @luhut.pandjaitan, pada Selasa (9/7) lalu.
Meski Luhut tidak menjelaskan detail mekanisme pembatasan tersebut, wacana ini kembali mencuat setelah sebelumnya pernah dibahas berdasarkan kapasitas mesin kendaraan.
Pada Maret lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa pembatasan Pertalite akan diatur dalam regulasi baru, yaitu perubahan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Meskipun revisi regulasi ini belum terbit, pembahasan telah berlangsung sejak tahun lalu.
Salah satu skenario pembatasan yang pernah diungkap oleh Abdul Halim, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), adalah pemberlakuan pembatasan bagi mobil dengan mesin di atas 1.400 cc dan sepeda motor di atas 150 cc. Jika skenario ini diterapkan, banyak model mobil dan motor tidak akan lagi memenuhi syarat untuk mengisi Pertalite.
Berikut adalah daftar kendaraan yang mesin tidak melebihi batasan tersebut:
Mobil:
Toyota Avanza 1.5
Daihatsu Xenia 1.5
Mitsubishi Xpander
Wuling Confero S
Honda Mobilio
Nissan Livina
Hyundai Stargazer
All New Ertiga
Honda HR-V
Daihatsu Terios
Nissan Magnite
Renault Triber
DFSK Glory 560
Wuling Almaz RS
Toyota Rush
Mazda CX-5
Toyota Fortuner
Mazda CX-3
Honda City
Toyota Vios
Mercedes-Benz A 200
Mazda 2 sedan
Toyota Camry
Mazda 3 sedan
Honda City Hatchback RS
Toyota Yaris
Mazda 2 hatchback
Suzuki Baleno Hatchback
Toyota Kijang Innova
Nissan Serena
Toyota Alphard
Toyota Voxy
Motor:
Honda Vario 160
Honda Vario 150
Honda PCX
Honda ADV 150
Honda Stylo 160
Honda CB150R Streetfire
Honda CBR150R
Honda CB150 Verza
Honda CRF 150
Yamaha Aerox
Yamaha Nmax
Yamaha R15
Yamaha Lexi
Suzuki GSX 150
Suzuki Burgman
Suzuki Satria R150
Vespa Sprint
Vespa GTS Super Sport