KabarMakassar.com — Bayi perempuan berusia satu tahun meninggal dunia, usai menjalani operasi vena seksi pada kaki nya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syekh Yusuf, Gowa. Kematian bayi ini menimbulkan keluhan dari orang tua mengenai penanganan medis dan prosedur administrasi rumah sakit.
Dari keterangan orang tua bayi perempuan tersebit, mereka membawa anaknya ke rumah sakit pada Senin (26/08) karena mengalami sesak napas. Setibanya di rumah sakit, bayi tersebut dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) dan diberikan penguapan, kemudian dipindahkan ke ruang perawatan setelah kondisinya sedikit membaik.
“Setelah diberikan penguapan, anak saya dipindahkan ke kamar perawatan,” kata ayah bayi tersebut, Pauranan, pada Rabu (04/09).
Namun, setelah dipindahkan ke ruang perawatan, bayi tersebut kembali mengalami sesak napas. Ayahnya meminta agar anaknya diberi penguapan kembali, tetapi perawat menolak dengan alasan tidak ada rekomendasi dari dokter.
“Saya minta untuk di uap lagi, dia bilang tidak ada rekomendasi dari dokter untuk kasih penguapan, jadi saya bilang di bawa, di ruangan IGD, dikasih, dia bilang beda dokternya diatas sama disini,” ujarnya.
Kendatadi demikian, keluarga bayi tersebut meminta rujukan ke rumah sakit di Makassar. Namun, saat meminta rujukan ayah bayi tersebut mengklaim bahwa pihak rumah sakit menunda proses tersebut hingga kondisi anaknya semakin memburuk.
“Saya bolak balik sampai ruang perawatnya, tapi dia kayak masa bodoh, tidak langsung tangani atau pergi sekedar lihat begitu. Berapa kali saya bolak-balik kesana (ruang perawat) itu, baru masuk melbgecek, itu pun di kamar dia cek saja keadaan, baru kembali lagi,” jelasnya.
Setelah mengajukan komplain, perawat mencoba memasang infus pada bayi, tetapi mengalami kesulitan. Hal ini menyebabkan keputusan untuk melakukan operasi pemasangan infus melalui kaki.
“Perawat kesulitan memasang infus di tangan, sehingga diputuskan untuk memasang infus melalui kaki dengan tindakan operasi,” ujar ayah korban.
Sementara itu, Ibu bayi, Henni Dg Ngai mengaku merasa tertekan saat dirinya diminta untuk menandatangani persetujuan operasi tanpa konsultasi dengan suaminya.
“Saya terpaksa menandatangani persetujuan operasi dengan terburu-buru karena khawatir terjadi sesuatu pada anak saya,” ungkapnya.
Sebelum menajalani operasi, keluarga bayi tersebut mendapati masalah administratif terkait BPJS, di mana ada denda yang harus dibayar sebelum rujukan dapat diproses.
“Saya terpaksa menandatangani persetujuan operasi karena denda BPJS harus dibayar terlebih dahulu,” jelas Henni.
Setelah menjalani operasi, bayi tersebut dibawah keruang ICU, dan orang tua bayi tidak diperbolehkan melihat anaknya setelah operasi itu. Kemudian keluarga bayi tersebut diberitahu bahwa dia meninggal dunia pada (28/08) sore.
“Kami diberitahu bahwa Natalia telah meninggal dunia setelah operasi,” kata orang tua bayi dengan penuh kesedihan.
Dengan demikian, keluarga bayi perempuan tersebut mengeluarkan keluhan terhadap rumah sakit tersebut seperti, kurangnya penjelasan prosedur medis yaitu keluarga merasa tidak diberikan informasi yang memadai mengenai prosedur medis, termasuk risiko dan langkah-langkah operasi.
Kemudian, penanganan administratif yang dianggap menghambat, dimana denda BPJS yang harus dibayar sebelum rujukan diproses dianggap sebagai hambatan dalam penanganan medis. Lalu, kualitas penanganan medis yang dianggap tidak memadai, termasuk kesulitan dalam pemasangan infus dan tindakan operasi.
Oleh karena itu, keluarga bayi tersebut berharap kasus ini diselidiki secara mendalam dan menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem pelayanan dan administrasi rumah sakit.
Sementara itu, PLT Dirut Rumah Sakit Syekh Yusuf, dr. Ummu Salamah mengklaim bahwa penanganan dilakukan pihaknya telah sesuai prosedur.
“Kami mengalami kesulitan dalam pemasangan infus yang menyebabkan pembengkakan pada tangan bayi. Setelah usaha beberapa kali, infus dipasang melalui kaki dengan tindakan vena seksi,” kata dr. Ummu
Selain itu, dr. Ummu mengatakan bahwa kondisi pasien sangat ditangani sangat buruk, sehingga menyulitkan pihak rumah sakit untuk melakukan tindakan.
“Meskipun ada kendala, dokter akhirnya berhasil memasukkan kateter. Pasien mengalami penurunan kesadaran dan meninggal pada hari kedua,” pungkasnya.