KabarMakassar.com — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan (Sulsel), semakin intensif mengingatkan dan mengantisipasi potensi kerawanan yang dapat mengganggu jalannya proses demokrasi pada Pilkada 2024. Mengingat Sulsel masuk lima besar provinsi yang potensi kerawanan yang tinggi.
“Ini menjadi akumulasi hitungan Provinsi Sulawesi Selatan untuk diantisipasi keawanannya menghadapi Pilkada,” kata Komisioner Bawaslu Sulsel, Alamsyah, dalam kegiatan Konsolidasi Media disalah satu Coffee, Jalan Perintis Kemerdekaan VII, Kota Makassar, Jumat (08/11).
Berdasarkan data Indeks Kerawanan Pilkada yang dirilis Bawaslu RI pada pertengahan tahun 2024 lalu, Sulsel masuk 5 besar rawan tinggi. Sementara ada 8 daerah yang dimaksud berpotensi menambah kerawanan yaitu Pinrang, Bulukumba, Takalar, Luwu, Maros, Palopo, Wajo dan Pangkep.
“Sulsel masuk 5 besar rawan tinggi dari 38 provinsi di Indonesia. Kalau dulu istilahnya zona merah,” sebutnya.
Menurutnya, penyebab masuknya Sulsel dalam kategori rawan tinggi karena mengacu pada evaluasi Pemilu 2024 lalu. Pasalnya. Sejumlah masalah terdapat saat pencalonan, kampanye, dan pemungutan suara ditemukan di beberapa kabupaten dan kota.
Alamsyah menyebutkan, sejumlah isu yang sering teridentifikasi seperti ketidakjelasan persyaratan pencalonan, pelanggaran kampanye, politik uang, pelanggaran netralitas ASN hingga masalah teknis pada saat pemungutan suara seperti Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Syarat-syarat pencalonan legislatif ini di 8 kabupaten/kota ini hampir bermasalah sehingga menjadi akumulasi provinsi, termasuk di masa kampanye, banyak pelanggaran sehingga itu juga menjadi penilaian. Terakhir, masalah pemungutan suara karena pemilu kemarin kita ada 64 PSU,” bebernya.
Oleh karena itu, Alamsyah menyampaikan bahwa salah satu langkah yang diambil adalah memperketat pengawasan terkait dengan netralitas ASN, yang berisiko terlibat dalam politik praktis selama masa kampanye.
Selain itu, Bawaslu juga fokus pada pengawasan media sosial untuk mencegah penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan politisasi SARA yang dapat merusak iklim politik.
Sejauh ini, Bawaslu Sulsel telah menangani 25 laporan pelanggaran yang sebagian besar bersumber dari dunia maya. Meski begitu, hanya satu kasus yang telah memasuki tahap penuntutan terkait dengan pelanggaran netralitas ASN.
“Di 25 laporan ini memang karena bersumber di dunia maya. Katakanlah dari portal berita dan pelaku media sosial. Dari sumber itu tadi, ini yang kebanyakan kajiannya adalah mengarah ke netralitas terutama netralitas ASN,” pungkasnya.