KabarMakassar.com — Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Makassar, Irwan Rusfiady Adnan menyatakan bahwa tantangan dalam penanganan stunting di Kota Makassar harus dijawab dengan langkah-langkah yang lebih optimal dan terukur, agar program yang dijalankan dapat mencapai target yang diharapkan.
Pj Sekda mewakili Penjabat Wali Kota Makassar, turut menghadiri rapat koordinasi lintas sektor mengenai upaya pencegahan dan penurunan angka stunting. Rapat ini digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI di Hotel Four Points by Sheraton, Jumat (1/11).
“Kami berharap dukungan aktif dari semua pihak, termasuk pemerintah pusat, dalam hal pemenuhan SDM untuk intervensi gizi, penguatan kapasitas, dan dukungan kebijakan anggaran yang lebih memadai,” ujarnya.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Pj Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya intervensi cepat dan tepat untuk memastikan efektivitas penanganan stunting di wilayah tersebut. Prof. Zudan juga menekankan perlunya pengecekan langsung di lapangan guna memastikan validitas data.
“Kita harus memastikan bahwa data terkait stunting, mulai dari ibu hamil hingga pemberian makanan tambahan, harus benar-benar terukur,” kata Prof. Zudan.
Secara daring, Plt Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Nunung Nuryartono, memaparkan tren prevalensi stunting di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2019 hingga 2023.
“Tren prevalensi stunting di Sulsel menurun dari tahun 2019 hingga 2022, namun naik kembali 0,2 persen pada tahun 2023,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Makassar mengungkap alasan kota Makassar mencatat kenaikan angka stunting yang saat ini mencapai 25,6 persen, naik sekitar 7,2 persen dari tahun sebelumnya yang mencatat sebesar 18,4 persen.
Plt Kepala DPPKB, Syafruddin, mengungkapkan perbedaan prevelensi pengukuran menjadi salah satu penyebab.
“Di Indonesia ada dua cara pengukuran, hal ini yang menunjukkan perbedaan, tak hanya di Makassar kenaikan ini mengejutkan banyak pihak,” katanya saat dikonfirmasi, Senin (14/10).
Ia menyebut hasil pengukuran berbeda ditunjukkan oleh E-PPGBM (Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI). Perbedaan hasil antara SKI dan EPPGBM tidak hanya terjadi di Makassar, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia.
Syafruddin menjelaskan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh metode pengukuran yang berbeda, yang kerap memicu kebingungan dalam menentukan kondisi stunting sebenarnya.
“Prevelensi yang terakhir dibilang hasil dari pengukuran SKI 2023, disebut bahwa makassar prevelensinya naik 25,6% dari 18,4%, kemarin pada saat selesai perhitungan SKI, semua daerah termasuk makassar cukup dikagetkan dengan peningkatan itu. Sementara, pada pengukuran EPPGBM kita, pengukuran by name by adress yang dilaksanakan dinas kesehatan kita justru turun” akunya.
Untuk menyikapi hal tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melaksanakan pengukuran serentak oleh Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia pada Juni lalu.
Di Makassar, hasil pengukuran menunjukkan sekitar 3,29% atau 3.000 anak dari 90.000 anak yang diukur mengalami stunting, hasil yang lebih sejalan dengan data EPPGBM.
“Sehingga ada kemiripam angka kita dengan EPPGBM, Sehingga kita berkesimpulan bahwa jangan dipersoalkan angka karena yang diuji di 2024 kita diharapkan 14%, yang dilaksanakan hari ini tindakan, actionnya,” katanya.
Saat ditanya terkait penanggulangan, Syafruddin mengaku telah melakukan beberapa langkah intervensi stunting. Diantaranya melalui program Dapur Sehat Atasi Stunting (DASAT) serta Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bekerja sama dengan berbagai mitra.
“Tahun ini, kami sudah mengintervensi sekitar 1.073 anak balita stunting melalui program dapur sehat, ” ujar Syafruddin.
Ia menambahkan, intervensi stunting di Makassar juga dilakukan melalui 49 Kampung KB, di mana sekitar 1.078 balita telah mendapatkan penanganan langsung. Program ini diharapkan mampu membawa hasil yang signifikan dalam menurunkan prevalensi stunting di kota.
Saat ini, pemerintah tengah melakukan pengukuran terbaru untuk menentukan prevalensi stunting 2024, dengan survei yang mencakup 71 kelurahan. Meski data rumah tangga sudah dikumpulkan, jumlah pasti balita yang akan menjadi objek survei belum diketahui.
Syafruddin berharap bahwa dengan berbagai intervensi yang telah dilakukan, Makassar dapat mencapai target nasional 14% prevalensi stunting pada 2024, atau bahkan mencapai zero stunting sesuai harapan Wali Kota Makassar.
“Mudah-mudahan dengan intervensi yang terus dilakukan, kondisi stunting di Makassar semakin membaik,” tutupnya.