kabarbursa.com
kabarbursa.com

Anomali Kenaikan Beras, Padahal Stoknya Berlimpah

Jelang Idul Fitri, Bulog Jeneponto Jamin Stok Beras Aman
(Foto : IST).
banner 468x60

KabarMakassar.com – Kenaikan harga beras di awal tahun 2024 menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa merupakan sebuah anomali. Padahal stok beras nasional sebenarnya terjaga aman.

“Bagi saya anomali, kok tiba-tiba di bulan Januari-Februari 2024 harga beras naik rata-rata nasional di angka Rp15.950 dari Rp14.700,” kata Andreas dikuti dari Kabarbursa.com (Kabar Grup Indonesia), Selasa (12/3).

Pemprov Sulsel

Sebenarnya, ungkap Andreas, anomali kenaikan harga beras dapat dideteksi dengan melihat rencana pemerintah untuk mengimpor 3,6 juta ton beras pada Desember 2023.

Lalu dalam realisasinya, Indonesia pada Januari 2024 meneken kontrak 2 juta ton beras impor dari Thailand dan menyusul impor baru-baru ini sebanyak 1,6 juta ton beras dari India.

Dia pun menyinggung data kerangka sampel area produksi pada Desember 2023 Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa akan terjadi defisit beras mencapai 1,63 juta ton pada Januari 2024 dan 1,15 juta ton pada Februari 2024. Totalnya, akan ada defisit 2,78 juta ton beras pada periode Januari-Februari 2024.

Disayangkannya, pemerintah terus menerus menyampaikan data tersebut sehingga menimbulkan kepanikan pasar.

“Masyarakat berpikir, kita dalam kondisi gawat. Padahal, defisit beras Januari-Februari itu memang siklus tahunan. Itu yang terus menerus disampaikan pemerintah,” jelas Andreas.

Kondisi didukung dengan fenomena panic buying masyarakat untuk membeli beras di pasar semakin menggebu karena minimnya stok beras di ritel modern akibat pembelian beras yang dijatah per orang.

“Satu orang hanya boleh beli satu bungkus dan beberapa ritel modern yang benar-benar kosong di foto lalu disebarkan ke mana-mana. Ya masyarakat tambah panik,” ujarnya.

Menurut Andreas, lonjakan harga beras di awal tahun 2024 merupakan akumulasi dari kesalahan komunikasi pemerintah kepada publik dalam menyampaikan informasi ketersediaan stok beras nasional. Padahal, stok beras nasional pada 2024 mencapai 6,7 juta ton, bahkan lebih tinggi dari stok awal 2023 sebanyak 4,06 juta ton.

“Harusnya pemerintah menyampaikan bahwa Januari-Februari 2024 kita akan surplus 3,9 juta ton, sehingga masyarakat tenang. Tapi yang dilakukan tidak seperti itu, sehingga harga beras bergejolak,” ucapnya.

Dari sederet kejadian tersebut, lanjut Andreas, pemerintah ingin menunjukkan bahwa impor seolah menjadi solusi jalan pintas dalam menjaga ketersediaan stok dan menstabilkan harga beras dalam negeri.

“Pemerintah perlu mencari justifikasi (pembenaran) untuk melakukan impor beras,” ungkap Andreas.