kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

7 Kecamatan di Maros Alami Kekeringan dan Krisis Air Bersih

Kekeringan Meluas di 9 Kecamatan, Pemkab Maros Siapkan BTT Rp100 Juta
ilustrasi kekeringan (Dok: KabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabuapaten Maros, mencatat 7 Kecamatan di Kabupaten Maros, terdampak kekeringan, hingga mengalami krisis air bersih. Masyarakat dari 7 kecamatan tersebut bisa mendapat air bersih untuk sehari-hari, jika pihak pemerintah melakukan pengiriman air.

Tujuh Kecamatan tersebut yaitu, Kecamatan Tanralili, Simbang dan Tompobulu, Bontoa, Lau, Maros Baru dan Kecamatan Marussu.

Pemprov Sulsel

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Maros, Towadeng, menyebutkan bahwa dari tujuh kecamatan terdampak, ada empat kecamatan yang terdampak paling ekstrem. Keempat kecamatan merupakan daerah pesisir di Kabupaten Maros sehingga sulit mendapatakan air bersih.

“Memang sudah terdampak sampai 7 kecamatan tapi yang ekstrem ada di 4 kecamatan yaitu Bontoa yang terparah, Kecamatan Lau, Kecamatan Maros Baru dan Kecamatan Marussu,” kata Towadeng kepada wartawan Sabtu (05/10).

Sementara tiga kecamatan lainnya yang terdampak kekeringan, yaitu kecamatan Tanralili, Simbang dan Tompobulu. Namun, masyarakat di wilayah tersebut masih memungkinkan bisa di suplay air bersih, karena di anggap dekat dengan sumber air.

Towadeng menyebut Kecamatan Bontoa adalah yang terparah. Di kecamatan ini, ada sekitar 17.500 jiwa yang terdampak. Kemudian, Kecamatan Lau ada sekitar 500 jiwa, dan di Kecamatan Maros Baru ada sekitar 4.000 jiwa.

“Jadi ketika kami tidak menyuplai air bersih ke sana, memang akan sangat terasa bagi masyarakat kita yang ada di pesisir,” ujarnya.

Lebih lanjut, Towadeng mengaku hujan mulai mengguyur sebagian wilayah di bulan Oktober, ini sebagaimana prediksi dari BMKG. Namun intensitasnya masih sangat rendah sehingga belum bisa mengatasi krisis air bersih.

Selain itu, kata Towadeng bahwa penyaluran air bersih di sejumlah Kecamatan yang terdampak pun masih terkendala, karena kurangnya armada. Dia menyebutkan hanya ada dua unit armada yang dapat digunakan mengangkut air bersih bagi masyarakat yang terdampak.

Ditambah lagi, kata Towadeng anggaran yang dimiliki sangat terbatas yakni hanya Rp30 juta, sementara wilayah cakupannya cukup luas. Sebenarnya, kata dia ada biaya tak terduga (BTT) namun pemanfaatannya harus ada penetapan kondisi darurat barulah anggaran tersebut dapat dikeluarkan.

“Sementara untuk penetapan kondisi darurat, itu belum terpenuhi sampai saat ini sehingga kami belum mengajukan anggaran untuk BTT,” bebernya.

Meski demikian, kata Towadeng untungnya masih ada instansi dan lembaga lain yang turut membantu penyaluran air bersih. Di antaranya Bank Indonesia, Abu Dharda, Basnaz, Pertamina, PLN dan lainnya.

Oleh karenanya, Towadeng berharap masih ada pihak-pihak lainnya yang bersedia untuk memberikan bantuan air bersih kepada masyarakat yang terdampak kekeringan hingga kekurangan air bersih. Ia mengatakan bantuan tersebut dapat dikoordinasikan oleh BPBD Maros maupun menyalurkan secara personal.

“Tidak masalah bagi kami yang penting masyarakat terlayani untuk kebutuhan air bersihnya,” tuturnya.