kabarbursa.com
kabarbursa.com

Kerja di Kantor Jadi Mudah Sakit? Waspada Terkena Sick Building Syndrome

Kerja di Kantor Jadi Mudah Sakit? Waspada Terkena Sick Building Syndrome
Ilustrasi sakit saat bekerja (Dok: Int)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Sick building syndrome atau biasa disebut dengan sindrom gedung sakit merupakan kondisi saat orang-orang yang berada di dalam gedung mengalami gejala akut dan ketidaknyamanan terkait dengan waktu yang mereka habiskan di gedung tersebut.

Bukan hanya penyakit paru semata, gejalanya sering kali menimbulkan gangguan respirasi di tempat kerja dan keluhan akan hilang saat meninggalkan gedung tersebut.

Pemprov Sulsel

Gejala ini bisa terjadi di ruangan atau area tertentu atau dapat menyebar ke seluruh gedung. Design bangunan atau aktivitas penghuni gedung yang tidak sehat umumnya menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada seseorang.

Keterbatasan lahan serta kebutuhan ruang yang tinggi memaksa gedung-gedung dibangun secara bertingkat dengan struktur yang lebih tertutup, biasanya dilengkapi dengan sistem sirkulasi udara dan AC untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman. Hal itu menyebabkan, udara luar yang masuk ke sistem ventilasi gedung akan berkurang, bahkan bisa mencapai nol, sehingga hanya udara resirkulasi yang digunakan untuk bernapas.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat beberapa penyebab sick building syndrome yaitu:

1. Pencemar biologis

Gejala batuk dan serak bisa disebabkan oleh pencemar biologis seperti mikroorganisme, termasuk bakteri, jamur, serbuk atau pollen dan juga virus. Jamur serta bakteri sering ditemukan berkembang biak dalam sistem pemanas, ventilasi, dan pendingin udara (HVAC), yang menunjukkan bahwa sistem HVAC berada dalam kondisi lembab dan tidak dibersihkan secara teratur.

2. Terlalu lama menatap layar komputer

Gejala mata berkunang-kunang dapat terjadi ketika seseorang menggunakan matanya untuk berakomodasi secara penuh atau berkonsentrasi dalam waktu lama. Hal ini umumnya terjadi saat menggunakan peralatan layar, seperti komputer, yang memaksa mata untuk menerima radiasi dari layar dan berada di ruang kerja dengan pencahayaan yang kurang. Apabila gejala mata berkunang-kunang dibiarkan terus-menerus, dapat berdampak pada bagian tubuh lain, terutama kepala, yang menyebabkan keluhan sakit kepala.

3. Debu atau polutan biologis

Gejala gatal serta bintik merah pada kulit bisa disebabkan oleh debu di sekitar pekerja di ruang kantor dan polutan biologis seperti bakteri yang dibawa pekerja dari luar, seperti Staphylococcus dan Micrococcus yang ada di kulit manusia, serta spesies Streptococcus yang terhembus dari saluran pernapasan saat berbicara. Debu dalam ruang kerja berasal dari akumulasi debu di karpet, lubang sistem pendingin udara (AC), serta permukaan terbuka seperti rak, lemari, dan meja kantor.

4. Aktivitas dalam kantor yang monoton

Gejala sakit kepala yang muncul di dalam ruangan bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti kebisingan, pencahayaan kantor, penggunaan layar monitor, senyawa organik volatil, tingkat stres, serta pekerjaan yang monoton.

5. Paparan kebisingan dan ventilasi buruk

Gejala mual dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti paparan kebisingan dalam waktu lama, ventilasi yang buruk sehingga oksigen yang masuk tidak mencukupi untuk bernapas dengan normal, serta senyawa organik volatil (VOCs) yang terdapat pada peralatan baru seperti karpet, lemari, meja, dan kursi. VOCs biasanya terdeteksi melalui bau yang dikeluarkan dari peralatan baru tersebut.

Pekerja paling berisiko terkena sick building syndrome

Pekerja yang paling berisiko terkena sindrom gedung sakit adalah mereka yang bekerja di gedung dengan struktur tertutup, ventilasi alami yang terbatas, serta mengandalkan ventilasi mekanis atau sistem pendingin udara tanpa membuka jendela. Risiko tertinggi terjadi pada pekerja yang sering menggunakan perangkat layar seperti komputer, laptop, juga tablet.

Pencegahan sick building syndrome

1. Tingkatkan kualitas distribusi udara

Meningkatkan ventilasi serta distribusi udara sangat penting. Di ruang-ruang tertentu, seperti kamar mandi, ruang fotokopi, dan ruang cetak, disarankan untuk menggunakan exhaust fan guna menghilangkan polutan di dalam ruangan.

2. Eliminasi serta subtitusi

Eliminasi dan substitusi adalah metode yang sangat efektif dalam menangani masalah kualitas udara dalam ruangan (IAQ). Misalnya, melakukan pemeliharaan rutin sistem pendingin udara untuk memastikan kinerjanya tetap optimal, serta pembersihan atau penggantian filter udara secara berkala untuk mencegah penumpukan kontaminan.

Hal penting selanjutnya adalah untuk membersihkan jamur yang mungkin tumbuh di dinding dan langit-langit, mengganti ubin yang rusak karena dapat menjadi tempat penyimpanan kontaminan biologis, serta menghindari penggunaan karpet atau, jika tetap menggunakan karpet, melakukan pembersihan secara rutin serta membuat kebijakan larangan merokok di area dalam ruangan merupakan langkah yang disarankan untuk meningkatkan kualitas udara.

3. Hindari penggunaan AC secara terus-menerus

Penggunaan AC yang terus-menerus dapat menciptakan lingkungan lembab yang mendukung perkembangan kuman. Oleh karena itu, matikan AC secara berkala untuk mengurangi kelembapan di ruangan. Saat AC dimatikan, sangat disarankan untuk membuka jendela lebar-lebar agar sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan.

Paparan sinar matahari memiliki kemampuan untuk membunuh sebagian kuman, sehingga membantu menjaga kualitas udara di dalam ruangan tetap bersih dan sehat. Dengan melakukan hal ini secara rutin, maka dapat mencegah pertumbuhan kuman dan meningkatkan kebersihan lingkungan dalam ruangan.