KabarMakassar.com — Kanker kolorektal merupakan jenis kanker yang berkembang di usus besar (kolon) atau di bagian bawah usus besar yang terhubung langsung ke anus (rektum). Jenis kanker tersebut dapat disebut sebagai kanker kolon apabila tumbuh di usus besar, atau kanker rektum jika terbentuk di bagian yang lebih dekat dengan anus.
Kanker kolorektal menjadi salah satu jenis kanker yang cukup umum terjadi di masyarakat. Biasanya, penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang-orang yang sudah lanjut usia, tetapi belakangan ini, ada kecenderungan meningkatnya jumlah kasus kanker kolorektal pada individu yang masih berusia muda, yang sebelumnya lebih jarang terdengar.
Kanker kolorektal berkaitan erat atau dipengaruhi oleh pola makan serta gaya hidup seseorang. Kanker tersebut umumnya bermula dari polip usus prakanker maupun jaringan yang tumbuh secara tidak normal di dinding dalam kolon atau rektum.
Walau demikian tidak semua polip berkembang menjadi kanker. Polip yang biasanya berisiko menjadi kanker kolorektal merupakan polip yang berukuran besar atau berjumlah banyak.
Seperti halnya semua jenis kanker lainnya, kanker kolorektal dapat muncul saat sel-sel dalam tubuh mulai tumbuh secara abnormal dan membentuk suatu massa atau tumor.
Seiring berjalannya waktu, tumor tersebut akan semakin berkembang dan mulai merusak jaringan sehat yang ada di sekitarnya. Penyebab pasti dari pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali tersebut masih belum diketahui dengan jelas.
Namun, para ahli telah mengidentifikasi beberapa faktor yang bisa meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mengidap kanker kolorektal. Dilansir dari Alodokter yang menjadi mitra resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berikut sejumlah faktor yang mempengaruhi kanker kolorektal:
1. Menderita radang usus, baik kolitis ulseratif maupun penyakit Crohn
2. Memiliki kelainan genetik, seperti sindrom Lynch
3. Menderita diabetes
4. Menderita obesitas atau berat badan berlebih
5. Berusia 50 tahun atau lebih
6. Memiliki riwayat penyakit kanker atau polip kolorektal
7. Memiliki keluarga yang pernah mengalami kanker atau polip kolorektal
8. Memiliki keluarga dengan riwayat kanker kolorektal atau kanker payudara di bawah usia 50 tahun
9. Menjalani pola hidup tidak sehat, misalnya jarang mengonsumsi serat dan buah-buahan, kurang berolahraga, serta memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol
10. Menjalani radioterapi (terapi radiasi) di area perut
Diagnosis kanker kolorektal
Kanker kolorektal bisa dideteksi sejak tahap awal melalui prosedur skrining, yang memungkinkan pengobatan lebih efektif dan meningkatkan kemungkinan kesembuhan. Terdapat beberapa jenis skrining yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker kolorektal secara dini, antara lain sebagai berikut:
1. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja ini mencakup tes untuk mendeteksi adanya darah samar serta untuk mengidentifikasi sel-sel kanker dalam tinja. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan secara berkala, dengan jadwal yang direkomendasikan oleh dokter, biasanya setiap satu hingga tiga tahun sekali, tergantung pada jenis tes yang dilakukan dan faktor risiko individu.
2. Sigmoidoskopi
Sigmoidoskopi adalah prosedur di mana dokter akan memasukkan sebuah selang tipis yang dilengkapi dengan kamera (dikenal sebagai sigmoidoskop) ke dalam anus untuk memeriksa bagian bawah usus besar atau kolon. Prosedur itu umumnya dilakukan setiap 5 sampai dengan 10 tahun sekali, dan sering kali dipadukan dengan pemeriksaan darah samar pada tinja yang dilakukan setiap tahun untuk meningkatkan efektivitas deteksi.
3. Kolonoskopi virtual (CT colonography)
Kolonoskopi virtual menggunakan teknologi CT scan untuk memvisualisasikan gambar lengkap dari usus besar serta mendeteksi potensi kelainan atau kanker. Tes tersebut lebih nyaman karena tidak melibatkan alat fisik yang dimasukkan ke dalam tubuh. Kolonoskopi virtual biasanya dianjurkan untuk dilakukan setiap 5 tahun sekali sebagai alternatif pemeriksaan rutin untuk deteksi dini kanker kolorektal.
4. Kolonoskopi
Kolonoskopi hampir serupa dengan sigmoidoskopi, tetapi dalam prosedur ini, selang yang digunakan memiliki panjang lebih besar sehingga memungkinkan dokter untuk memeriksa seluruh bagian usus besar secara menyeluruh. Tes ini dianjurkna untuk dilakukan setiap 10 tahun sekali, terutama bagi mereka yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap kanker kolorektal.
Terhadap pasien yang menunjukkan gejala yang mencurigakan adanya kanker kolorektal, maka dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memastikan diagnosis dan menentukan langkah selanjutnya dalam pengobatan. Sejumlah pemeriksaan yang umumnya dilakukan adalah:
1. Biopsi
Biopsi dilakukan sebagai cara untuk memperoleh sampel jaringan yang dapat dianalisis di laboratorium guna mendeteksi adanya perubahan genetik, protein, atau zat lain yang berkaitan dengan sel-sel tumor. Dengan informasi ini, dokter dapat mengetahui jenis kanker yang mungkin ada, serta menentukan pilihan pengobatan yang paling tepat dan efektif untuk pasien.
2. Tes darah
Tes darah akan dilakukan untuk mengukur kadar sel darah merah pasien, yang bisa memberikan informasi tentang adanya perdarahan di bagian rektum atau kolon. Selain itu, tes darah juga melibatkan pengukuran kadar carcinoembryonic antigen (CEA), suatu protein yang umumnya ditemukan pada pasien kanker kolorektal, yang bisa memberikan gambaran mengenai stadium kanker dan perkembangan penyakit tersebut.
3. Pemindaian
Pemindaian tubuh menggunakan teknologi medis seperti USG, CT scan, PET scan, atau MRI akan dilakukan untuk memperoleh gambaran visual mengenai lokasi serta ukuran sel kanker. Pemindaian tersebut juga berguna untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya, yang sangat penting dalam menentukan sejauh mana kanker berkembang dan apakah ada organ lain yang terpengaruh.