KabarMakassar.com — Pemerintah mengumumkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, bahan kebutuhan pokok tetap bebas dari pungutan PPN.
Keputusan ini disampaikan dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, kenaikan PPN merupakan amanat undang-undang dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
“Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025,” ujar Airlangga.
Meski demikian, ia memastikan tarif baru tidak berlaku untuk bahan pokok dan barang kebutuhan penting masyarakat.
“Bahan pokok justru tetap diberikan fasilitas bebas PPN,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan ini tetap akan dijalankan meski ada penolakan. Ia mengungkapkan dua alasan utama:
- PPN 12% adalah Amanat UU
Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Prabowo menyatakan bahwa pemerintah akan menerapkannya secara selektif hanya untuk barang mewah.
“Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” jelas Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
- PPN 12% untuk Mendukung Rakyat Kecil
Prabowo menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk melindungi rakyat kecil. Barang kebutuhan pokok dan barang lain yang tidak tergolong mewah akan tetap bebas dari PPN 12%.
“Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi. Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil, ya. Jadi kalaupun naik, itu hanya untuk barang mewah,” tegasnya.
Selain itu, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengungkapkan bahwa tarif 12 persen hanya akan diterapkan pada konsumen barang mewah, sementara tarif lama 11 persen tetap berlaku untuk barang pokok dan layanan masyarakat.
“Pemerintah hanya membebankan PPN 12 persen kepada pembeli barang mewah. Masyarakat kecil tetap dikenakan tarif 11 persen,” kata Misbakhun di Istana Negara, Kamis (5/12).
Misbakhun juga mencontohkan beberapa layanan seperti pendidikan, kesehatan, dan perbankan yang tetap bebas PPN. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi daya beli masyarakat kecil di tengah kenaikan tarif pajak.
Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Murtiadi Awaluddin menyoroti pentingnya kejelasan dan pengawasan dalam penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk barang mewah.
Menurutnya, pemerintah perlu mempertegas kategori barang yang termasuk dalam kelompok mewah untuk menghindari kebingungan dan potensi penyalahgunaan di lapangan.
“Perlu dipertegas apa saja yang masuk kategori barang mewah. Misalnya, mobil dengan kapasitas mesin tertentu, tanah atau rumah berdasarkan ukuran atau lokasi, hingga perhiasan dengan batasan berat tertentu. Standar ini harus dioperasionalkan dengan jelas agar pelaksanaannya tidak bias,” ujar Murtiadi.
Ia juga menekankan pentingnya adanya aturan turunan atau Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pengawasan penerapan PPN barang mewah.
Hal ini diperlukan agar pengawasan di lapangan dapat berjalan efektif dan tidak menimbulkan celah bagi pihak-pihak yang ingin bermain di balik aturan tersebut.
“Pengawasan harus diperketat, dan perlu ada sanksi tegas bagi pelanggar. Jika aturan tidak dikontrol dengan baik, dikhawatirkan akan ada pihak-pihak yang memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi,” tambahnya.
Murtiadi juga menyarankan agar pemerintah gencar melakukan sosialisasi hingga ke daerah-daerah, sehingga masyarakat luas, termasuk di wilayah terpencil, memahami aturan ini.
Dengan demikian, kebijakan PPN barang mewah dapat berjalan dengan optimal tanpa menimbulkan kesalahpahaman atau penolakan dari masyarakat.
Langkah-langkah tersebut, menurut Murtiadi, akan memperkuat implementasi aturan pajak ini sekaligus meningkatkan penerimaan negara secara adil dan transparan.
Barang yang Dikenakan Pajak Mewah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2020 dan Nomor 74 Tahun 2021, beberapa kategori barang yang akan dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) meliputi:
- Hunian mewah seperti rumah dan apartemen.
- Pesawat udara, balon udara, dan kapal pesiar.
- Senjata api dan peluru (kecuali untuk kebutuhan negara).
- Kendaraan bermotor dengan kapasitas mesin besar, termasuk mobil listrik premium.
Meski begitu, kendaraan yang digunakan untuk keperluan publik, seperti ambulans dan transportasi umum, tetap mendapat pengecualian.
Kebijakan Vietnam Sebagai Perbandingan
Sementara Indonesia bersiap menaikkan tarif PPN, Vietnam justru memperpanjang pemotongan tarif PPN menjadi 8 persen hingga Juni 2025. Meski demikian, Menko Airlangga menilai perbedaan kebijakan ini tidak akan memengaruhi daya saing Indonesia di pasar global.
Kenaikan PPN menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki struktur fiskal sambil menjaga stabilitas ekonomi. Namun, pelaksanaan yang efektif dan komunikasi publik yang baik akan menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.