kabarbursa.com
kabarbursa.com

Suku Bunga Acuan Turun, Menko Airlangga: Perbankan Harus Segera Menyesuaikan

Suku Bunga Acuan Turun, Menko Airlangga: Perbankan Harus Segera Menyesuaikan
Ilustrasi Bank Indonesia (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 14-15 Januari 2025 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis poin, dari 6,00% menjadi 5,75%. Kebijakan ini diambil seiring dengan rendahnya laju inflasi Indonesia, yang tercatat berada pada level 1,55% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada November 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyambut positif langkah tersebut. Menurutnya, penurunan suku bunga BI Rate ini memberikan sinyal baik bagi perekonomian Indonesia.

Pemprov Sulsel

“Kalau kita lihat inflasi kita kan rendah, 1,55%. Kalau cost of fund atau bunga kredit tidak turun, maka (biayanya) akan menjadi terlalu tinggi,” ujar Airlangga.

Ia menekankan pentingnya perbankan segera menyesuaikan suku bunga pinjaman atau kredit sejalan dengan kebijakan BI.

Dengan penurunan suku bunga ini, diharapkan cost of fund perbankan juga dapat berkurang. Hal ini diharapkan mampu mendorong penurunan tingkat suku bunga pinjaman, sehingga sektor riil dapat berjalan lebih optimal.

Penyesuaian dengan Kebijakan Global
Airlangga menjelaskan bahwa keputusan BI untuk menahan suku bunga sejak Oktober 2024 dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan The Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat. BI perlu memastikan suku bunga acuannya tidak lebih rendah dari The Fed guna mencegah terjadinya capital reversal atau pembalikan modal.

“BI menahan penurunan karena menunggu keputusan AS. Kita harus memastikan bahwa suku bunga kita tidak lebih rendah dari mereka, untuk mencegah terjadinya capital flight,” tambahnya.

Menurutnya, langkah BI ini mencerminkan kebijakan yang hati-hati dan berbasis data. Meski begitu, dengan mulai menurunnya suku bunga di AS, BI akhirnya memiliki ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter demi mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.

Fundamental Ekonomi Tetap Kuat
Terkait pelemahan rupiah yang sempat terjadi, Airlangga menegaskan bahwa kondisi tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Ia menilai fundamental ekonomi Indonesia masih kuat, yang ditopang oleh beberapa indikator positif, seperti kinerja perdagangan yang tetap solid.

“Kita punya surplus perdagangan selama 56 bulan berturut-turut. Cadangan devisa kita juga kuat. Jadi, ini bukan masalah yang hanya dihadapi Indonesia, tapi merupakan gejala global. Bahkan beberapa negara seperti Jepang dan Turki menghadapi situasi yang lebih berat,” jelas Airlangga.

Dengan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga, langkah penurunan BI Rate ini diharapkan dapat menjadi dorongan bagi sektor keuangan dan sektor riil. Airlangga optimis, jika kebijakan ini diikuti oleh penyesuaian perbankan, perekonomian Indonesia dapat terus tumbuh di tengah tantangan global.

Untuk informasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025 kemarin, memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%.

Selain itu, suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00%, dan Lending Facility menjadi 6,50%. Kebijakan ini diambil berdasarkan proyeksi inflasi 2025 dan 2026 yang tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%.

Selain itu, keputusan ini didukung oleh kondisi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamentalnya. Langkah tersebut bertujuan untuk mendukung pengendalian inflasi serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di tengah dinamika perekonomian global dan nasional.

Langkah Strategis Bauran Kebijakan
Bank Indonesia mengarahkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memperkuat pertumbuhan. Kebijakan moneter difokuskan pada pengendalian inflasi dalam sasaran yang telah ditetapkan dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

“Kebijakan makroprudensial longgar ditempuh untuk meningkatkan pembiayaan sektor-sektor prioritas, seperti UMKM dan ekonomi hijau, melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang mulai berlaku Januari 2025,” Tulis Bank Indonesia dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (16/01).

Sementara itu, kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui penguatan infrastruktur, perluasan akseptasi digitalisasi sistem pembayaran, dan pengoptimalan layanan BI-FAST.

Langkah ini bertujuan untuk mempermudah transaksi di sektor perdagangan dan UMKM serta mendukung program-program pemerintah.

Penguatan Operasi Moneter dan Stabilitas Rupiah
Bank Indonesia juga memperkuat strategi operasi moneter pro-market untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar uang, serta mendorong aliran modal asing. Beberapa langkah strategis yang dilakukan meliputi:

Mengoptimalkan penggunaan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter.

Menjaga struktur suku bunga instrumen moneter agar tetap menarik bagi aliran masuk portofolio asing.

Memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas untuk mendukung stabilitas likuiditas.

Memaksimalkan peran Primary Dealer (PD) dalam meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repo antarpelaku pasar.

Stabilisasi nilai tukar Rupiah juga menjadi fokus utama. Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Optimalisasi Digitalisasi Sistem Pembayaran
Bank Indonesia terus mendorong akseptasi pembayaran digital melalui pemanfaatan fitur BI-FAST yang mencakup layanan transfer kolektif (bulk transfer), pembayaran berdasarkan permintaan (request for payment), dan transfer debit langsung (direct debit).

Selain itu, inisiatif elektronifikasi diperkuat untuk mendukung program kesejahteraan sosial dan sektor transportasi.

Sinergi Kebijakan dengan Pemerintah
Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Beberapa langkah sinergis yang dilakukan antara lain:

Penguatan koordinasi moneter dan fiskal melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder dengan mekanisme bilateral buyback.

Dukungan terhadap ketahanan pangan melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang melibatkan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

Peningkatan pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Percepatan transformasi digital pemerintah melalui koordinasi dengan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD).

Penguatan Kerja Sama Internasional
Bank Indonesia juga memperluas kerja sama internasional di bidang kebanksentralan, termasuk dalam konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal.

Selain itu, Bank Indonesia turut memfasilitasi promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.

Komitmen untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Dengan serangkaian langkah tersebut, Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.

Inflasi IHK 2024 Terkendali
Di sisi lain Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun 2024 berhasil terjaga dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, yaitu 2,5±1%.

Berdasarkan data, inflasi IHK pada Desember 2024 tercatat sebesar 1,57% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini menunjukkan keberhasilan strategi pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama pemerintah, sekaligus mencerminkan stabilitas harga yang solid di tengah tantangan ekonomi global.

Faktor Utama Pengendalian Inflasi
Inflasi inti, yang merupakan indikator utama stabilitas harga, berada pada level 2,26% (yoy) sepanjang tahun 2024.

Capaian ini didukung oleh konsistensi kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) dalam mengarahkan ekspektasi inflasi.

Kebijakan ini mampu menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan domestik, sehingga inflasi inti tetap dalam kendali.

Sementara itu, kelompok volatile food (VF) mencatat inflasi yang sangat rendah, yaitu sebesar 0,12% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan pasokan pangan seiring berlanjutnya musim panen di berbagai wilayah, serta implementasi sinergi pengendalian inflasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Secara spasial, inflasi IHK di berbagai daerah juga terkendali dan berada dalam kisaran sasaran nasional. Sinergi yang erat antara Bank Indonesia, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah memainkan peran kunci dalam memastikan stabilitas harga di seluruh wilayah Indonesia.

Proyeksi Inflasi ke Depan
Bank Indonesia optimistis inflasi IHK akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran pada tahun 2025 dan 2026. Inflasi inti diperkirakan akan stabil berkat beberapa faktor utama, termasuk ekspektasi inflasi yang terjaga, kapasitas perekonomian domestik yang memadai untuk merespons permintaan, serta terkendalinya imported inflation sejalan dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Selain itu, dampak positif dari digitalisasi ekonomi juga turut mendukung stabilitas harga. Dengan berkembangnya digitalisasi, efisiensi distribusi barang dan jasa meningkat, sehingga tekanan harga di berbagai sektor dapat diminimalkan.

Untuk kelompok volatile food, inflasi diproyeksikan tetap rendah. Hal ini didukung oleh keberlanjutan sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan pemerintah melalui berbagai program strategis, termasuk penguatan sektor pangan dan pengelolaan distribusi yang lebih efektif.

Komitmen Bank Indonesia
Bank Indonesia terus berkomitmen memperkuat efektivitas kebijakan moneter guna menjaga inflasi dalam sasaran yang telah ditetapkan. Upaya ini dilakukan bersamaan dengan langkah mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas inflasi yang terkendali menjadi fondasi penting bagi terciptanya lingkungan ekonomi yang kondusif, sekaligus membuka ruang bagi sektor riil untuk tumbuh lebih optimal.

Dengan langkah-langkah strategis yang terus diperkuat, Bank Indonesia yakin stabilitas harga akan tetap terjaga di tengah dinamika ekonomi global, sekaligus mendukung daya beli masyarakat dan meningkatkan kepercayaan pelaku ekonomi dalam menghadapi tahun-tahun mendatang.