kabarbursa.com
kabarbursa.com

Setelah Pengumuman Data Inflasi AS, Rupiah Melemah di Level Rp15.439

Rupiah Merosot ke Level Rp15.912, Pelaku Pasar Pantau Kebijakan AS
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah mengalami penurunan signifikan pada perdagangan Kamis (12/09) kemarin. Rupiah ditutup melemah sebesar 37 poin terhadap Dolar Amerika Serikat (USD), tertekan pada level 15.439 setelah sebelumnya mencapai level 15.402. Meski sempat melemah lebih jauh hingga 50 poin, penurunan akhirnya tertahan di angka tersebut.

Pelemahan mata uang Garuda ini dipicu oleh rilis data inflasi Amerika Serikat untuk bulan Agustus 2024, yang tercatat pada angka 2,5%. Meskipun inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) utama menunjukkan penurunan, data inflasi inti menunjukkan potensi inflasi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan Federal Reserve terkait penurunan suku bunga.

Pemprov Sulsel

Data dari CME FedWatch menunjukkan bahwa ekspektasi pasar terhadap pemotongan suku bunga oleh The Fed minggu depan meningkat menjadi 25 basis poin, sementara harapan untuk pemotongan 50 basis poin berkurang secara signifikan. Pasar kini menantikan data inflasi Indeks Harga Produsen (PPI) yang dijadwalkan rilis malam ini untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai tren inflasi.

Prospek pemotongan suku bunga yang lebih kecil dari yang diharapkan berdampak negatif pada mata uang yang berlawanan dengan dolar AS, karena kondisi moneter AS yang lebih ketat kemungkinan akan bertahan lebih lama. Selain itu, investor juga menunggu keputusan suku bunga dari Bank Sentral Eropa yang akan diumumkan hari ini.

Perhatian pasar juga tertuju pada komentar Presiden ECB Christine Lagarde yang dijadwalkan pada pukul 12.45 waktu setempat, yang diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai kemungkinan perubahan suku bunga lebih lanjut pada bulan Oktober dan Desember.

Pada sore hari Kamis, rupiah kembali mengalami tekanan setelah pengumuman data inflasi konsumen AS, yang mempengaruhi sentimen pasar secara signifikan. Penurunan nilai tukar rupiah mencerminkan dampak kebijakan moneter yang dihadapi oleh ekonomi global, khususnya terkait kebijakan yang akan diterapkan oleh Federal Reserve.

Pelemahan rupiah semakin tertekan ketika indeks dolar AS menguat setelah data inflasi yang dirilis lebih rendah dari perkiraan pasar. Hal ini mencerminkan ketidakpastian yang sedang terjadi di pasar keuangan, terutama mengenai kemungkinan perubahan suku bunga di masa depan.

Menurut data Refinitiv, rupiah dibuka pada level Rp15.425 per dolar AS, mengalami penurunan sebesar 0,19% dari penutupan hari sebelumnya. Di sisi lain, Indeks Dolar AS (DXY) naik sebesar 0,12% ke level 101,801.

Pergerakan nilai tukar rupiah hari ini sejalan dengan rilis data inflasi konsumen AS yang diumumkan pada Rabu malam, yang menunjukkan bahwa The Fed mungkin akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, dengan inflasi yang melambat lebih cepat dari perkiraan.

Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa IHK tumbuh 0,2% secara bulanan, sesuai dengan proyeksi. Harga makanan mengalami kenaikan 0,1%, sedangkan harga-harga di toko kelontong tetap stabil. Penurunan harga pada kategori minuman non-alkohol, buah-buahan, dan sayuran berhasil menyeimbangkan kenaikan harga daging dan produk susu.

Sektor energi juga mengalami penurunan biaya, dengan harga bensin turun 0,6%, listrik turun 0,7%, dan gas alam turun 1,9%. Inflasi tahunan hingga Agustus 2024 tercatat sebesar 2,5%, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 2,6% dan turun dari 2,9% pada bulan Juli.

Inflasi inti secara bulanan meningkat 0,3%, sedikit di atas ekspektasi 0,2%, dan tetap stabil secara tahunan di angka 3,2%. Para investor menyambut baik penurunan inflasi ini, terutama setelah laporan pasar tenaga kerja minggu lalu yang menunjukkan penurunan tingkat pengangguran dari 4,3% pada bulan Juli menjadi 4,2% pada bulan Agustus, meskipun pertumbuhan nonfarm payroll tidak sesuai harapan.

Dengan target inflasi yang semakin mendekati 2%, ekspektasi pasar kini cenderung mengarah pada penurunan suku bunga oleh The Fed. Probabilitas untuk pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin selama pertemuan The Fed pada 17-18 September telah menurun dari 29% menjadi 15%, menurut CME FedWatch Tool. Sebagian besar investor kini memperkirakan pelonggaran kebijakan yang lebih moderat, dengan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin mencapai 85%.

Sebelumnya, pada akhir perdagangan Rabu (11/09), nilai tukar rupiah berhasil ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian pasar terhadap rilis data inflasi konsumen AS yang dijadwalkan malam hari.

enguatan rupiah tidak hanya disebabkan oleh pelemahan DXY, tetapi juga oleh ekspektasi pasar terkait data inflasi AS untuk Agustus 2024. Inflasi AS diperkirakan akan turun menjadi 2,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Sentimen pasar keuangan secara umum tetap positif setelah data inflasi AS memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bps pada pekan depan. Hal ini juga mendorong kenaikan indeks Nikkei Jepang, yang melonjak lebih dari 3% pada awal perdagangan pagi ini.

Data dari badan statistik AS menunjukkan bahwa inflasi indeks harga konsumen (CPI) pada bulan Agustus meningkat 0,2% dibandingkan Juli, sesuai dengan perkiraan pasar. Sementara itu, inflasi inti (core CPI) tercatat lebih tinggi yaitu 0,3%, melebihi ekspektasi yang hanya 0,2%.