KabarMakassar.com — Pada perdagangan hari ini, Selasa (9/7), nilai tukar rupiah di pasar spot anjlok, berada di level Rp16.311 per dolar AS pada awal perdagangan. Hal ini membuat rupiah melemah 0,32% dibandingkan penutupan hari sebelumnya yang berada di Rp16.258 per dolar AS. Akibatnya, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.
Seluruh mata uang di Asia mengalami pelemahan pada pagi hari ini. Dolar Taiwan melemah 0,24%, won Korea Selatan tertekan 0,17%, dan yen Jepang turun 0,14%. Ringgit Malaysia terdepresiasi 0,11%, sedangkan peso Filipina dan yuan China masing-masing turun 0,06%. Dolar Singapura melemah 0,05%, baht Thailand turun 0,04%, dan dolar Hongkong melemah tipis 0,005% terhadap dolar AS.
Padahal, pada perdagangan awal pekan ini, Senin (8/7) kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan penguatan signifikan. Pada hari Senin (8/7), kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dilansir Bank Indonesia (BI) menguat sebesar 0,29%, mencapai level Rp16.265 per dolar AS. Sementara itu, di pasar spot, rupiah juga menguat 0,12% ke level Rp16.258 per dolar AS.
Namun, penguatan rupiah ini terbatasi oleh data indeks keyakinan konsumen (IKK) Indonesia yang mengalami penurunan. Meskipun masih berada di level optimistis, IKK Indonesia menurun menjadi 123,3 pada bulan Juni dibandingkan dengan 125,2 pada Mei dan 127,7 pada April 2024. Penurunan ini menandakan adanya kekhawatiran di kalangan konsumen terkait kondisi ekonomi yang mungkin berdampak pada daya beli masyarakat.
Faktor-faktor Pendukung Penguatan Rupiah
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan optimisme bahwa nilai tukar rupiah akan bergerak stabil dan menguat pada akhir tahun 2024. Perry menyebutkan ada empat faktor utama yang mendukung penguatan rupiah.
Pertama, arah penurunan suku bunga The Fed atau Federal Funds Rate (FFR), yang memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat.
Kedua, daya tarik investasi portofolio di Indonesia yang menunjukkan inflow sebesar Rp130,35 triliun dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Rp340 miliar dari saham, meskipun terdapat outflow sebesar Rp33,96 triliun pada Surat Berharga Negara (SBN) di pertengahan tahun.
Ketiga, fundamental inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Bank Indonesia memperkirakan inflasi tahun ini akan sesuai target, yaitu 2,5% plus minus 1%, sementara pertumbuhan ekonomi optimistis mencapai 5,1%.
Keempat, upaya BI untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui berbagai kebijakan moneter dan koordinasi dengan Kementerian Keuangan.
Perry mengungkapkan, secara keseluruhan portofolio inflow tahun ini mencapai Rp91,5 triliun. Dengan demikian, BI memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat stabil di kisaran Rp15.700 hingga Rp16.100 per dolar AS.
Selain itu, Beberapa faktor domestik dan internasional memengaruhi fluktuasi ini, memberikan dampak langsung terhadap nilai rupiah di pasar valuta asing. Pergerakan nilai tukar yang diamati hari ini bisa diuraikan melalui analisis mendalam terhadap faktor-faktor yang berperan.
Faktor Domestik:
1. Data Ekonomi Nasional:
Data ekonomi terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia mengalami peningkatan tipis sebesar 0,3% pada bulan ini. Meskipun inflasi masih dalam batas kendali, peningkatan ini tetap menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar. Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menurunkan daya beli masyarakat dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dalam jangka pendek, peningkatan inflasi ini membuat investor lebih berhati-hati dalam menempatkan dananya di Indonesia, yang pada akhirnya memengaruhi nilai tukar rupiah.
2. Kebijakan Bank Indonesia:
Bank Indonesia (BI) telah mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75%. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengendalikan inflasi. Namun, beberapa analis menganggap bahwa kebijakan moneter ini perlu disesuaikan mengingat tekanan inflasi yang terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Ketidakpastian mengenai langkah-langkah yang akan diambil oleh BI ke depannya dapat menambah volatilitas nilai tukar rupiah.
3. Sentimen Pasar:
Sentimen pasar domestik juga memainkan peran penting dalam pergerakan nilai tukar. Menjelang pemilihan presiden tahun depan, kekhawatiran mengenai stabilitas politik semakin meningkat. Ketidakpastian politik sering kali berdampak negatif pada nilai tukar mata uang, termasuk rupiah. Investor cenderung menarik dananya dari pasar yang dianggap berisiko tinggi, sehingga menekan nilai tukar rupiah.
Faktor Internasional:
1. Kebijakan Moneter AS:
Federal Reserve AS baru saja mengumumkan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25%. Langkah ini membuat dollar AS menjadi lebih menarik bagi investor global, sehingga menambah tekanan pada mata uang negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Investor cenderung mengalihkan dananya ke aset berdenominasi dollar AS yang dianggap lebih aman dan memberikan imbal hasil lebih tinggi, menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.
2. Harga Komoditas:
Harga komoditas utama seperti minyak dan gas menunjukkan tren penurunan dalam beberapa minggu terakhir. Sebagai negara eksportir komoditas, Indonesia sangat terpengaruh oleh fluktuasi harga ini. Penurunan harga komoditas mengurangi penerimaan ekspor Indonesia, yang pada akhirnya mengurangi pasokan dollar AS ke dalam negeri. Situasi ini menambah tekanan pada nilai tukar rupiah, mengingat permintaan dollar AS untuk impor tetap tinggi.
3. Kondisi Geopolitik:
Ketegangan geopolitik global juga memengaruhi aliran modal dan nilai tukar mata uang. Konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah dan ketidakpastian di pasar Eropa membuat investor cenderung mencari aset yang dianggap aman seperti dollar AS. Aliran modal yang keluar dari pasar negara berkembang ke pasar negara maju menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.
Meski demikian, penguatan rupiah di awal pekan ini juga dipengaruhi oleh sentimen dari AS, khususnya data ketenagakerjaan yang mengindikasikan pelonggaran kondisi pasar tenaga kerja pada bulan Juni 2024.
Data ini memberikan dampak positif terhadap nilai tukar rupiah. Namun, ketidakpastian politik di Eropa, terutama kemenangan aliansi sayap kiri New Popular Front (NFP) dalam pemilihan parlemen Prancis, membatasi penguatan rupiah lebih lanjut.
Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan pada awal pekan ini didorong oleh sentimen positif dari AS dan beberapa faktor domestik. Namun, penguatan ini terbatasi oleh penurunan indeks keyakinan konsumen dan ketidakpastian politik di Eropa.