kabarbursa.com
kabarbursa.com

Sektor Ekonomi Digital Catat Penerimaan Sebesar Rp25,88 Triliun

Stabilitas dan Tantangan Ekonomi Indonesia di Tengah Ketidakpastian Global
Ilustrasi Bank Indonesia (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Hingga Akhir juni kemarin, pemerintah mencatat penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp25,88 triliun.

Pendapatan ini diperoleh dari berbagai sumber, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp20,8 triliun, pajak kripto sebesar Rp798,84 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,19 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,09 triliun.

Pemprov Sulsel

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti menjelaskan sampai dengan Juni 2024, pemerintah telah menunjuk 172 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Menariknya, pada bulan Juni 2024, tidak ada penunjukan, pembetulan, atau perubahan data, maupun pencabutan pemungut PPN PMSE.

Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 159 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp20,8 triliun.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp3,89 triliun setoran tahun 2024,” ungkapnya.

Penerimaan pajak kripto mencapai Rp798,84 miliar sampai dengan Juni 2024. Penerimaan ini berasal dari Rp246,45 miliar pada tahun 2022, Rp220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp331,56 miliar pada tahun 2024. Pajak kripto terdiri dari Rp376,13 miliar PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp422,71 miliar PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Pajak fintech (P2P lending) juga memberikan kontribusi signifikan dengan penerimaan sebesar Rp2,19 triliun hingga Juni 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar pada tahun 2022, Rp1,11 triliun pada tahun 2023, dan Rp635,81 miliar pada tahun 2024. Pajak fintech terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp732,34 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp270,98 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,19 triliun.

Dari penerimaan pajak SIPP, pemerintah berhasil mengumpulkan Rp2,09 triliun hingga Juni 2024. Penerimaan ini berasal dari Rp402,38 miliar pada tahun 2022, Rp1,12 triliun pada tahun 2023, dan Rp572,17 miliar pada tahun 2024. Pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp141,23 miliar dan PPN sebesar Rp1,95 triliun.

Dwi Astuti menyatakan bahwa untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk atau layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia. Pemerintah juga akan menggali potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto, pajak fintech, dan pajak SIPP.

Perkembangan Industri Keuangan Non-Bank di Sulawesi Selatan

Disisi lain, perkembangan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) di Sulawesi Selatan menunjukkan kinerja positif hingga April 2024. Data terbaru mengindikasikan pertumbuhan signifikan di beberapa sektor utama.

Berdasar keterangan tertulisnya yang dikutip Minggu (21/07), perusahaan pembiayaan di Sulsel mencatatkan pertumbuhan total piutang pembiayaan sebesar 12,69 persen year-on-year (yoy), mencapai angka Rp18,29 triliun. Selain itu, sektor pembiayaan modal ventura juga mengalami peningkatan sebesar 1,13 persen, dengan total pembiayaan mencapai Rp389 miliar.

Sementara itu, sektor pergadaian menunjukkan lonjakan yang lebih mencolok, dengan pinjaman yang disalurkan tumbuh sebesar 29,23 persen yoy menjadi Rp6,54 triliun.

Sektor fintech peer-to-peer lending (Fintech P2PL) juga mencatat kinerja yang impresif, dengan outstanding pinjaman tumbuh sebesar 34,10 persen yoy menjadi Rp1,35 triliun. Tingkat wanprestasi di sektor ini terjaga pada level 1,56 persen, menunjukkan manajemen risiko yang baik.

Dalam upaya menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengimplementasikan kebijakan strategis. Salah satu inisiatif utama adalah penguatan tata kelola OJK, yang dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

Pada acara Governansi Insight Forum (In Fo) yang diselenggarakan di Makassar pada tanggal 8 Juli kemarin, OJK mengajak seluruh stakeholder di wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat untuk berkolaborasi dalam memperkuat tata kelola dan integritas sektor jasa keuangan. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Roadshow Governansi yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem sektor jasa keuangan yang sehat, berdaya saing, dan berintegritas.

Forum tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk industri jasa keuangan, kementerian/lembaga/pemerintahan mitra OJK, Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), Satgas Pasti, asosiasi lembaga jasa keuangan, dan profesi sektor jasa keuangan. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat governansi dan integritas sektor jasa keuangan, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.