KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah ditutup melemah pada akhir pekan ini, turun 64 poin atau 0,40 persen ke level Rp 16.008 per dolar AS. Posisi ini turun dari penutupan sebelumnya di Rp 15.944 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memprediksi bahwa rupiah akan mengalami fluktuasi pada awal pekan depan. Ia memperkirakan rupiah berada dalam rentang Rp 15.090 hingga Rp 16.070, dengan kemungkinan penutupan yang kembali melemah.
Menurut Ibrahim, pelemahan ini tidak lepas dari sentimen negatif yang dipicu oleh kebijakan ekonomi Cina. Dalam pertemuan Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) yang berakhir Kamis lalu, Cina memutuskan sejumlah target strategis untuk 2024, namun tidak akan merilisnya hingga pertemuan parlemen tahunan pada Maret mendatang.
Langkah ini, bersama kebijakan stimulus ekonomi yang dianggap belum cukup agresif, mengecewakan investor dan memengaruhi stabilitas pasar.
Di sisi lain, faktor global juga turut membebani rupiah. Bank Sentral AS, The Fed, diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun, pelaku pasar ragu terhadap konsistensi kebijakan jangka panjang The Fed, terutama karena data inflasi AS yang masih tinggi.
Ibrahim juga mencatat, The Fed berencana memperlambat pemangkasan suku bunga pada akhir 2025 setelah sebelumnya memangkas hingga 75 basis poin sepanjang 2024. Kebijakan ini diperkirakan dipengaruhi oleh inflasi yang tetap tinggi dan pendekatan ekonomi ekspansif di bawah Presiden terpilih Donald Trump.
Selain itu, keputusan suku bunga dari bank sentral Jepang dan Inggris pekan depan juga menjadi perhatian pasar global, yang kemungkinan akan menambah tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Bagaimana rupiah akan bertahan dalam ketidakpastian ekonomi global? Semua mata kini tertuju pada langkah pemerintah dan bank sentral dalam merespons tantangan ini.
Kondisi rupiah saat ini yang mencapai Rp16.000 sesuai dengan prediksi pengamat.
Sebelumnya, segera beradaptasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Tanpa langkah konkret, proyeksi pelemahan hingga Rp16.000 per dolar AS bisa menjadi kenyataan yang tak terelakkan.
Untuk informasi, Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dipengaruhi oleh sentimen global dan domestik yang beragam. Data terbaru dari Bank Indonesia (BI) mengenai suku bunga acuan dan penantian rilis transaksi berjalan serta Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menjadi sorotan utama pelaku pasar.
Dalam keputusan terakhirnya, BI mempertahankan suku bunga acuan di level 6%. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk menjaga inflasi tetap dalam target pemerintah sebesar 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Kami akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan dinamika kondisi global maupun domestik untuk menentukan langkah kebijakan moneter selanjutnya,” ujar Perry.
Ketegangan geopolitik global semakin memengaruhi pasar mata uang. Lonjakan indeks dolar AS (DXY) terjadi setelah Ukraina melancarkan serangan ke wilayah Bryansk, Rusia, menggunakan senjata jarak jauh buatan AS, Army Tactical Missile System (ATACMS). Eskalasi konflik ini memperkuat posisi dolar AS di pasar global sebagai aset safe haven, sekaligus melemahkan rupiah.
Kondisi ini diperburuk oleh ketidakpastian politik di AS yang menciptakan tekanan tambahan pada pasar keuangan global. Investor semakin berhati-hati, sementara permintaan terhadap dolar AS terus meningkat.
Pelaku pasar kini menantikan rilis angka transaksi berjalan dan NPI oleh BI. Data ini akan menjadi indikator penting untuk menilai arus dana asing di Indonesia. Jika hasilnya menunjukkan perbaikan, potensi aliran dana asing kembali ke pasar domestik bisa meningkat. Sebaliknya, jika data tersebut mengecewakan, pelemahan rupiah bisa berlanjut.
Rilis data ini juga akan menjadi bahan evaluasi bagi investor untuk menentukan strategi investasi mereka di tengah ketidakpastian yang melingkupi pasar keuangan global.
Di tengah gejolak ini, langkah BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjadi krusial. Perry menegaskan bahwa bank sentral akan terus memantau perkembangan global dan domestik untuk memastikan stabilitas moneter dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.