KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan signifikan pada Kamis (22/08) kemarin. Kurs rupiah di pasar spot ditutup melemah sebesar 0,64% menjadi Rp15.600 per dolar AS, setelah pada hari sebelumnya berada di posisi Rp15.500 per dolar AS.
Penurunan ini menandai dua hari berturut-turut pelemahan rupiah, yang sebelumnya sempat menyentuh posisi terkuatnya sejak akhir 2023 di level Rp15.436 per dolar AS pada Selasa (20/08).
Kondisi ini mencerminkan perubahan drastis dalam pergerakan rupiah, yang sebelumnya justru menunjukkan tren penguatan selama beberapa pekan terakhir.
Pada bulan Agustus, rupiah sempat menguat tajam, didorong oleh faktor eksternal terutama dari AS, termasuk ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed). Namun, ketidakstabilan politik dalam negeri yang dipicu oleh protes besar-besaran terhadap RUU Pilkada telah membalikkan tren tersebut.
Tekanan dari Ketidakpastian Politik
Salah satu faktor utama yang memicu pelemahan rupiah kali ini adalah ketidakpastian politik yang terjadi di Indonesia. Pada hari Kamis, protes besar yang melibatkan mahasiswa dan buruh digelar sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Keputusan kontroversial ini telah menciptakan kegelisahan di kalangan investor, yang khawatir bahwa ketegangan politik dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan pasar keuangan Indonesia.
Keputusan DPR untuk menyepakati batasan usia calon gubernur dan calon wakil gubernur berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) menjadi salah satu pemicu utama protes. Putusan MA mengatur bahwa batas usia calon kepala daerah dihitung pada saat pelantikan, bukan saat penetapan pasangan calon di pemilihan.
Keputusan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya, yang menghitung usia calon pada saat penetapan pasangan calon. Selain itu, DPR juga menolak putusan MK yang memungkinkan partai-partai kecil untuk mengajukan calon kepala daerah, sebuah langkah yang dipandang menguntungkan partai-partai besar dan merugikan partai-partai kecil.
Ketegangan politik ini diperkirakan akan terus mempengaruhi nilai tukar rupiah, terutama menjelang Pilkada yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024. Sejarah menunjukkan bahwa ketidakpastian politik sering kali berdampak negatif pada mata uang negara, terutama jika investor merasa bahwa situasi politik dapat mengganggu kestabilan ekonomi.
Tekanan Eksternal: Penguatan Dolar AS
Selain faktor domestik, tekanan eksternal juga turut berperan dalam pelemahan rupiah. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap sekeranjang mata uang utama dunia, mengalami penguatan dan mencapai level 101,19 pada sore ini, naik dari 101,04 pada hari sebelumnya.
Penguatan ini didorong oleh ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunganya dalam waktu dekat, yang membuat dolar AS semakin diminati oleh investor global.
Penguatan dolar AS memberikan tekanan tambahan pada rupiah, yang membuat mata uang ini semakin tertekan. Dibandingkan dengan mata uang lain di Asia, rupiah mencatatkan penurunan terbesar hari ini. Yen Jepang, yang menjadi mata uang dengan pelemahan terbesar kedua, hanya turun 0,16%.
Mata uang lainnya seperti won Korea, baht Thailand, dolar Singapura, rupee India, yuan China, dan dolar Hong Kong juga mengalami penurunan, namun tidak sebesar rupiah. Di sisi lain, peso Filipina dan ringgit Malaysia justru mencatatkan penguatan tipis terhadap dolar AS.
Tren Rupiah Sebelum Pelemahan: Penguatan Didukung Faktor Eksternal
Sebelum mengalami pelemahan dalam dua hari terakhir, rupiah menunjukkan kinerja yang cukup solid selama beberapa pekan. Tren penguatan ini didukung oleh berbagai faktor eksternal, terutama ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa pelaku pasar hampir seratus persen yakin bahwa The Fed akan menurunkan suku bunganya pada pertemuan bulan September.
Sekitar 65% pelaku pasar memperkirakan pemangkasan sebesar 25 basis poin (bps), sementara 35% lainnya yakin pemangkasan akan lebih besar, yakni 50 bps.
Penurunan suku bunga AS biasanya berdampak pada melemahnya dolar, yang pada gilirannya memberikan ruang bagi mata uang negara berkembang seperti rupiah untuk menguat.
Selain itu, indeks dolar AS (DXY) juga mengalami penurunan signifikan dari 104,09 pada akhir Juli 2024 menjadi 101,04 pada 21 Agustus 2024, turun 2,58% dalam tiga pekan terakhir. Pelemahan DXY ini memberikan angin segar bagi rupiah, mengingat ketika dolar melemah, tekanan terhadap rupiah menjadi lebih sedikit.
Peran Investasi Asing dalam Penguatan Rupiah
Selain faktor suku bunga, aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia juga berperan penting dalam penguatan rupiah. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada awal Agustus, arus masuk modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN), pasar saham, dan Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mencapai lebih dari Rp 11 triliun. SBN, yang menawarkan imbal hasil tinggi, menjadi instrumen investasi yang paling diminati oleh investor asing.
Surat Utang Negara (SUN) Indonesia juga mengalami permintaan yang tinggi dari investor asing. Pada lelang SUN terakhir, penawaran dari investor asing mencapai Rp 24,47 triliun, memecahkan rekor tertinggi sejak Februari 2023. Meskipun pemerintah hanya menyerap Rp 7,75 triliun dari penawaran tersebut, minat asing yang tinggi menunjukkan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Namun, dengan meningkatnya ketegangan politik dalam negeri, aliran modal asing tersebut berpotensi terganggu. Ketidakpastian politik dapat membuat investor lebih berhati-hati, yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah.
Prospek Nilai Tukar Rupiah ke Depan
Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus dipengaruhi oleh kombinasi faktor domestik dan eksternal. Ketidakpastian politik yang masih berlanjut menjelang Pilkada 2024 dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada rupiah. Di sisi lain, keputusan The Fed terkait kebijakan suku bunga juga akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah pergerakan rupiah.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia kemungkinan akan terus memantau perkembangan pasar dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Intervensi di pasar valuta asing serta pengelolaan cadangan devisa yang cermat menjadi instrumen penting dalam menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil di tengah gejolak yang ada.
Secara keseluruhan, meskipun rupiah saat ini menghadapi tekanan, prospek jangka panjangnya akan sangat bergantung pada stabilitas politik dalam negeri dan kondisi ekonomi global. Para pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan cermat dalam menghadapi dinamika yang terus berubah.