kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Sentuh Level Rp15.704 Berkat Data Ketenagakerjaan AS

Rupiah Diprediksi Ditutup di Rentang Rp15.800-Rp15.910 per Dolar AS
ilustrasi rupiah (doc KabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah berhasil menguat terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (30/10). Berdasarkan data Bloomberg, pukul 15.00 WIB rupiah ditutup menguat 0,42% atau naik 66 poin ke level Rp15.704 per dolar AS, setelah sempat menguat hingga 70 poin di level tersebut dari penutupan sebelumnya di Rp15.771. Penguatan rupiah ini terjadi di tengah melemahnya indeks dolar AS yang turun tipis sebesar 0,04% ke posisi 104,27.

Sejalan dengan penguatan rupiah, sejumlah mata uang Asia lainnya turut mengalami kenaikan. Yen Jepang menguat 0,03%, dolar Hong Kong naik 0,01%, dolar Taiwan bertambah 0,26%, won Korea Selatan menguat 0,32%, dan peso Filipina naik 0,08%.

Pemprov Sulsel

Namun, beberapa mata uang mencatatkan pelemahan, seperti rupee India yang turun tipis 0,01%, ringgit Malaysia yang turun 0,14%, dan baht Thailand yang turun 0,19%.

Faktor utama yang mempengaruhi pelemahan dolar AS hari ini adalah data ketenagakerjaan AS yang melemah, khususnya dengan adanya penurunan lowongan kerja JOLTS.

Hal ini meningkatkan ekspektasi bahwa pasar tenaga kerja AS melambat, yang memberikan dorongan risk-on bagi mata uang Asia, termasuk rupiah.

Di pasar spot, rupiah tercatat bertengger di Rp15.705 per dolar AS, dengan penguatan sebesar 0,42% dibandingkan hari sebelumnya.

Demikian pula, di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia, rupiah tercatat menguat 0,18% ke level Rp15.732 per dolar AS.

Selain didukung oleh sentimen global, penguatan rupiah ini juga ditopang oleh intervensi rutin dari Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Prospek rupiah untuk Kamis (31/10) terlihat cukup positif, seiring dengan potensi data ekonomi AS yang diperkirakan akan melambat. Pasar mengantisipasi adanya penurunan pada data Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal ketiga 2024 serta data perubahan ketenagakerjaan ADP yang lemah.

Kedua indikator tersebut dapat memicu ekspektasi bahwa Federal Reserve akan melonggarkan kebijakan lebih agresif, yang berpotensi menekan dolar AS lebih lanjut.

Analis memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp15.625 hingga Rp15.725 per dolar AS pada perdagangan Kamis (31/10), seiring dengan sentimen positif yang mendukung mata uang Asia.

Di sisi lain, Pasar keuangan global saat ini diliputi kegelisahan menjelang pemilihan presiden AS yang akan berlangsung pada November mendatang. Persaingan antara Donald Trump dan Kamala Harris terlihat semakin ketat, dengan jajak pendapat terbaru menunjukkan sedikit keunggulan bagi Trump.

Namun, para analis menilai bahwa hasil akhir masih terlalu sulit untuk diprediksi karena persaingan yang sangat tipis. Kedua kandidat ini menawarkan kebijakan ekonomi yang berbeda secara signifikan, yang menambah ketidakpastian tentang arah kebijakan AS di tahun-tahun mendatang.

Di kawasan Asia, ketidakstabilan politik juga meningkat, terutama di Jepang. Partai Demokrat Liberal baru saja kehilangan mayoritas di parlemen setelah pemilihan terbaru, yang memunculkan ketidakpastian atas prospek politik di negara tersebut.

Di sisi lain, kondisi ini justru memunculkan harapan akan adanya peningkatan belanja fiskal dari pemerintah Jepang untuk meredam ketidakpastian tersebut. Selain itu, meningkatnya ketidakstabilan politik diperkirakan akan menahan Bank of Japan (BOJ) dari rencana kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Di luar isu pemilihan umum, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga menjadi perhatian, terutama setelah Iran menyatakan akan melakukan balasan atas serangan terbaru dari Israel. Situasi ini semakin menambah kecemasan pasar di tengah ketidakpastian global yang sedang berlangsung.

Selain itu, pelaku pasar juga bersiap-siap menghadapi serangkaian data ekonomi penting dari AS yang akan dirilis dalam waktu dekat.

Pada hari ini, Kamis (31/10), data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga dijadwalkan untuk dipublikasikan, yang akan diikuti oleh data indeks harga PCE—pengukur inflasi utama yang dipantau oleh Federal Reserve—serta laporan penggajian nonpertanian pada hari Jumat.

Data-data ini akan menjadi acuan utama sebelum pertemuan Federal Reserve mendatang, di mana bank sentral tersebut diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin.