kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Rp16.180 per Dolar AS di Tengah Penantian Keputusan The Fed

Rupiah Rp16.180 per Dolar AS di Tengah Penantian Keputusan The Fed
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Hingga pukul 09.15 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencatat penguatan sebesar 0,11% atau 18 poin, berada di level Rp16.180 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar tercatat naik tipis 0,07% ke posisi 108,33. Meski begitu, pergerakan rupiah diprediksi fluktuatif sepanjang hari, namun diharapkan ditutup menguat dalam rentang Rp16.150-Rp16.210 pada perdagangan Selasa (07/01).

Pemprov Sulsel

Pada perdagangan awal pekan sebelumnya, Senin (6/1), rupiah sempat melemah tipis 0,01% atau 1 poin, berakhir di level Rp16.198 per dolar AS. Di sisi lain, indeks dolar pada hari itu justru melemah 0,24% ke posisi 108,535.

Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, perhatian pasar saat ini terpusat pada kebijakan Federal Reserve (The Fed) terkait suku bunga.

Sentimen ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa bank sentral AS akan menahan diri untuk menurunkan suku bunga lebih cepat di tengah kondisi inflasi yang lesu dan kekuatan pasar tenaga kerja yang tetap kokoh.

“The Fed belum menyatakan kemenangan atas inflasi. Gubernur Fed Adriana Kugler dan Presiden The Fed San Francisco Mary Daly menegaskan bahwa pasar tenaga kerja masih menjadi perhatian utama dalam menentukan langkah kebijakan berikutnya,” kata Ibrahim.

Ia menjelaskan, inflasi yang lambat bergerak dan pasar tenaga kerja yang solid membuat The Fed ragu untuk memangkas suku bunga dalam waktu dekat.

Data penggajian non-pertanian yang akan dirilis pekan ini menjadi salah satu indikator yang dinanti oleh pasar untuk melihat tanda-tanda kelemahan di sektor tenaga kerja.

Selain itu, data inflasi Desember juga menjadi sorotan karena diperkirakan akan memengaruhi ekspektasi terhadap potensi stimulus lebih lanjut.

Sementara itu, dari sisi global, Ibrahim menyebutkan bahwa Beijing diperkirakan akan meningkatkan pengeluaran fiskal pada 2025.

Langkah ini dilakukan untuk menopang perekonomian China yang tengah bergulat dengan masalah deflasi berkepanjangan serta perlambatan di sektor properti.

Kebijakan tersebut dinilai akan menjadi respons terhadap tantangan ekonomi domestik, termasuk ancaman tarif perdagangan yang dijanjikan oleh Donald Trump jika ia terpilih kembali sebagai Presiden AS.

Dengan berbagai sentimen yang berkembang, Ibrahim memperkirakan pergerakan rupiah pada hari ini akan mengalami fluktuasi.

Namun, mata uang Garuda diprediksi mampu ditutup menguat dalam rentang Rp16.150-Rp16.210 per dolar AS, seiring dengan ekspektasi pelaku pasar terhadap sinyal positif kebijakan moneter global.

Untuk informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini menyampaikan laporan akhir tahun dalam konferensi pers “APBN Kita” pada Senin (6/1).

Dalam kesempatan tersebut, ia mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mencatat defisit sebesar 2,29% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Defisit tersebut masih dalam batas aman, namun menjadi perhatian karena hampir seluruh asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan untuk APBN 2024 meleset dari target.

Pertama, inflasi yang sebelumnya diasumsikan mencapai 2,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) ternyata hanya terealisasi di level 1,57% (yoy) hingga akhir tahun.

Hal ini mencerminkan tekanan harga yang lebih rendah dari perkiraan, meskipun faktor ini juga menunjukkan lemahnya konsumsi domestik sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi.

Kedua, asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang ditargetkan stabil di Rp15.000 per dolar AS juga meleset.

Hingga penghujung 2024, rupiah terus tertekan di kisaran Rp16.000 per dolar AS. Pelemahan ini disebabkan oleh berbagai faktor global, termasuk penguatan dolar AS dan ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi pasar negara berkembang.

Terakhir, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya optimistis ditargetkan sebesar 5,2% (yoy) tampaknya juga tidak tercapai.

Meski demikian, Sri Mulyani menyebutkan bahwa angka pertumbuhan diperkirakan tetap berada di sekitar 5% sesuai outlook.

“Kami tetap optimis meskipun tidak mencapai target, karena fondasi ekonomi kita tetap kokoh,” ujarnya.

Laporan ini menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah tekanan global.

Sri Mulyani menegaskan bahwa meskipun asumsi makro meleset, pemerintah akan terus berupaya menjaga defisit APBN agar tetap terkendali, sembari mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan yang lebih responsif di tahun 2025.

Sebelumnya diberitakan, mata uang rupiah diprediksi bergerak fluktuatif pekan ini di tengah sentimen global dan domestik yang beragam. Perhatian pelaku pasar tertuju pada sejumlah data penting yang dapat memengaruhi arah kebijakan moneter serta dinamika pasar keuangan.

Pada penutupan akhir pekan lalu, menurut data Refinitiv, rupiah tercatat menguat tipis sebesar 0,03% ke level Rp16.185 per dolar AS.

Di sisi lain, Indeks Dolar AS (DXY) melemah 0,28% ke level 109,08 pada Jumat (5/1) pukul 15.00 WIB. Meski ada sedikit penguatan, posisi rupiah masih berada di level yang relatif tinggi.

Di pasar global, pelaku pasar kini menunggu rilis data payroll Amerika Serikat (AS) serta risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Kedua data ini diharapkan memberikan petunjuk mengenai arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) ke depan.

The Fed sebelumnya mengindikasikan melalui dot plot terbaru bahwa laju pemangkasan suku bunga acuan akan melambat menjadi dua kali sepanjang tahun ini. Ini berbeda dengan ekspektasi sebelumnya yang memperkirakan hingga empat kali pemangkasan atau setara 100 basis poin (bps).

Penyesuaian ekspektasi ini memicu keyakinan bahwa dolar AS akan tetap kuat dalam jangka waktu yang lebih lama, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi rupiah untuk mencatat penguatan signifikan.

Dari dalam negeri, pasar akan memantau sejumlah data penting, seperti cadangan devisa, indeks kepercayaan konsumen, dan data penjualan ritel. Data ini menjadi tolok ukur apakah fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat untuk mendukung rupiah menghadapi tekanan global.

Sementara itu, kebijakan terbaru pemerintah terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga menjadi sorotan. Pemerintah telah memastikan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah, sementara barang dan jasa umum tetap dikenakan tarif lama.

Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat, terlebih didukung oleh program stimulus dan insentif pajak yang berlangsung hingga Februari 2025.

Secara teknikal, pergerakan rupiah terhadap dolar AS menunjukkan pola konsolidasi dalam jangka waktu per jam. Jika tekanan pelemahan berlanjut, level resistance terdekat yang harus diwaspadai berada di Rp16.280 per dolar AS, merujuk pada high candle intraday 19 Desember 2024.

Sebaliknya, jika rupiah mampu menguat, level support yang menjadi perhatian adalah Moving Average (MA) 200 pada Rp16.130 per dolar AS.

Fluktuasi nilai tukar rupiah pekan ini akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan data global, khususnya dari AS, serta dinamika ekonomi domestik. Dengan tantangan yang ada, perhatian pasar akan tertuju pada langkah-langkah strategis pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Pasar keuangan di awal tahun menunjukkan dinamika menarik dengan berbagai sentimen global dan domestik yang memengaruhi pergerakan rupiah, IHSG, dan pasar obligasi.

Pekan ini, volatilitas diperkirakan meningkat dengan hadirnya berbagai data penting yang dapat menjadi katalis utama.