kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Menguat Tipis di Tengah Pelemahan Dolar AS

Rupiah Turun 10 Poin di Level Rp15.845 per Dolar AS
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah mencatatkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini.

Mengutip Bloomberg pada Jumat (6/12), rupiah spot ditutup di posisi Rp 15.845 per dolar AS. Posisi ini menunjukkan penguatan harian sebesar 0,11% sekaligus kenaikan tipis 0,01% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu yang berada di level Rp 15.847 per dolar AS.

Pemprov Sulsel

Sementara itu, kurs referensi Jisdor Bank Indonesia (BI) tercatat berada di level Rp 15.848 per dolar AS pada Jumat. Dibandingkan dengan posisi sehari sebelumnya, kurs Jisdor menguat 0,27%. Namun, secara mingguan, kurs ini mencatatkan pelemahan 0,34% dari posisi akhir pekan lalu di Rp 15.856 per dolar AS.

Menurut Alwi Assegaf, Kepala Riset dan Pengembangan Trijaya Pratama Futures, penguatan rupiah pekan ini sebagian besar disebabkan oleh pelemahan dolar AS.

Pelemahan tersebut terjadi setelah pernyataan pejabat Federal Reserve, Christopher Waller, yang menyebutkan bahwa inflasi di AS telah mendekati target 2%, sehingga ada ruang untuk pemangkasan suku bunga.

Pernyataan Waller yang bernada dovish tersebut membuat dolar AS mengalami tekanan, yang kemudian memberikan ruang bagi mata uang lain, termasuk rupiah, untuk menguat.

Selain itu, meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga turut menekan posisi dolar AS. Adanya gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah membuat sentimen risk-on kembali menguat di pasar, mengurangi minat investor terhadap aset safe haven seperti dolar AS.

Namun, penguatan dolar AS sempat tertahan oleh pernyataan Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, yang mengingatkan bahwa ekonomi AS masih lebih kuat dari perkiraan sebelumnya.

Powell menyebutkan bahwa meskipun ada peluang pemangkasan suku bunga, The Fed akan berhati-hati dalam melakukannya, sehingga langkah yang diambil kemungkinan tidak akan seagresif yang diantisipasi pasar.

Sementara itu, data tenaga kerja AS yang akan dirilis malam ini menjadi fokus utama pelaku pasar. Data Non-Farm Payrolls (NFP) diperkirakan akan menunjukkan penambahan 200 ribu pekerjaan, meningkat dibandingkan hanya 12 ribu pekerjaan pada bulan sebelumnya.

Data ini akan memberikan sinyal penting terkait arah kebijakan suku bunga AS ke depan, yang dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah pada pekan depan.

Dari sisi domestik, Alwi menjelaskan bahwa faktor internal juga memberikan dampak terhadap pergerakan rupiah. Data S&P Global Manufaktur PMI Indonesia yang dirilis awal pekan ini menunjukkan adanya kontraksi selama lima bulan berturut-turut.

Namun, indeks PMI pada November mencatatkan perbaikan, naik dari 49,2 pada Oktober menjadi 49,6.

Selain itu, data inflasi Indonesia pada November tercatat sebesar 1,55% secara tahunan, melambat dari posisi Oktober yang mencapai 1,77%.

Di sisi lain, cadangan devisa Indonesia tercatat turun menjadi US$ 150,2 miliar per akhir November. Penurunan ini dinilai masih berada pada tingkat yang cukup aman untuk membiayai 6,5 bulan kebutuhan impor.

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, juga memberikan pandangan bahwa penguatan rupiah pekan ini lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal, terutama pelemahan dolar AS.

Data-data ekonomi AS seperti klaim pengangguran, ADP Employment Change, dan ISM Service yang cenderung lebih lemah dari perkiraan turut memberikan tekanan tambahan pada dolar AS. Lukman menilai bahwa data domestik seperti inflasi dan cadangan devisa belum cukup kuat untuk memberikan dorongan signifikan bagi rupiah.

Menurutnya, pergerakan rupiah pekan depan masih akan dipengaruhi oleh sentimen global, terutama data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu (11/12).

Data ini akan menjadi indikator penting terkait arah kebijakan suku bunga Federal Reserve. Selain itu, pasar juga akan mencermati data domestik seperti indeks kepercayaan konsumen pada Senin (9/12) dan penjualan ritel pada Selasa (10/12), meskipun dampaknya terhadap rupiah diperkirakan tidak sebesar sentimen global.

Lukman menambahkan bahwa mendekati akhir tahun, rupiah berpotensi bergerak lebih positif. Faktor seperti window dressing dan koreksi signifikan pada IHSG dapat menarik minat investor asing untuk masuk kembali ke pasar Indonesia.

Namun, risiko dari dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi AS tetap perlu diwaspadai karena bisa memengaruhi sentimen pasar sewaktu-waktu.

Dengan kombinasi berbagai sentimen tersebut, arah pergerakan rupiah dalam beberapa pekan ke depan masih sangat bergantung pada perkembangan data ekonomi global dan domestik, serta kebijakan moneter yang akan diambil oleh The Fed.