kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Menguat di Tengah Ketidakpastian Global, Terpengaruh Stabilitas Politik Dalam Negeri

Rupiah Menguat, Tembus Rp15.102 per Dolar AS
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pada akhir perdagangan pekan ini, Jumat (28/08) kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil mencatatkan penguatan yang signifikan, mencerminkan kepercayaan pasar yang meningkat terhadap stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia.

Rupiah ditutup naik sebesar 108 poin atau sekitar 0,69% ke level Rp15.492 per dolar AS, melanjutkan tren penguatan dari posisi sebelumnya di Rp15.600 per dolar AS. Penguatan ini terjadi di tengah perhatian pasar global yang terfokus pada pidato penting Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell, yang dijadwalkan berlangsung di Jackson Hole Economic Symposium.

Pemprov Sulsel

Saat ini asar sedang berada dalam mode ‘wait and see’ menjelang pidato Powell, yang diperkirakan akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang arah kebijakan suku bunga AS. Pasar sangat berhati-hati menunggu pernyataan Powell, karena apa yang disampaikan bisa berdampak langsung pada sentimen risiko global.

Pelaku pasar secara luas memproyeksikan bahwa The Fed akan melakukan penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada bulan September 2024. Proyeksi ini menjadi salah satu faktor pendorong penguatan mata uang di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, karena adanya harapan bahwa pelonggaran kebijakan moneter AS dapat mendorong aliran modal ke pasar-pasar yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi.

Selain faktor eksternal, kondisi politik dalam negeri yang semakin stabil juga turut memberikan dukungan bagi rupiah. Polemik terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang sempat memicu ketidakpastian, akhirnya mereda setelah Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memastikan bahwa pengesahan RUU tersebut dibatalkan.

Dengan demikian, aturan yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Pilkada akan tetap berlaku. Kepastian ini memberikan kejelasan bagi proses politik di dalam negeri, sehingga meredakan kekhawatiran yang sempat muncul di kalangan investor.

Pada Jumat pagi, rupiah sempat dibuka melemah di tengah tekanan eksternal dan ketidakpastian yang meliputi pasar global. Nilai tukar rupiah turun 45 poin atau 0,29% ke level Rp15.645 per dolar AS, sebelum akhirnya berhasil bangkit dan ditutup di level yang lebih kuat.

Tren positif ini juga tercermin dalam kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, di mana rupiah naik ke level Rp15.554 per dolar AS, dibandingkan dengan Rp15.579 per dolar AS pada hari sebelumnya.

Secara mingguan, rupiah membukukan penguatan yang cukup impresif, mencatat kenaikan sebesar 1,27%. Kinerja mingguan ini menempatkan rupiah sebagai salah satu mata uang dengan performa terbaik di Asia, berada di peringkat keempat setelah baht Thailand yang naik 2,20%, peso Filipina yang menguat 1,59%, dan ringgit Malaysia yang naik 1,29%.

Penguatan rupiah juga didukung oleh kondisi pasar saham yang positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat sebesar 0,74% dan ditutup di level 7.544,29, menjadikannya salah satu bursa dengan kinerja terbaik di Asia.

Penguatan IHSG ini sebagian besar didorong oleh sektor-sektor strategis seperti perbankan, infrastruktur, dan barang konsumsi, yang mencatat kenaikan signifikan seiring dengan arus masuk modal asing ke pasar modal Indonesia.

Di pasar surat utang, tren positif juga terlihat dengan mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) mencatatkan penurunan imbal hasil. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan permintaan dari investor terhadap aset-aset berisiko rendah seperti obligasi pemerintah Indonesia.

Berdasarkan data Bloomberg, hanya tenor 1 tahun (1Y) dan 3 tahun (3Y) yang masih mengalami penurunan harga, sementara imbal hasil untuk SBN bertenor 5 tahun turun ke level 6,540%, dan tenor 10 tahun terkoreksi ke 6,641%.

Seiring dengan meredanya ketegangan politik dalam negeri, perhatian pasar kini kembali terfokus pada kebijakan moneter global, khususnya keputusan The Fed yang akan sangat mempengaruhi arah pergerakan mata uang dan pasar keuangan internasional. Pidato Jerome Powell di Jackson Hole Economic Symposium menjadi momen kunci yang dinantikan, karena pelaku pasar mencari indikasi apakah The Fed akan segera menurunkan suku bunga acuan atau mempertahankan sikap hawkish dalam waktu dekat.

Dalam konteks domestik, Bank Indonesia juga berperan aktif dalam menjaga stabilitas pasar dengan menggelar lelang rutin Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Pada lelang yang dilakukan hari ini, bunga diskonto SRBI kembali turun menjadi 7,18% untuk tenor 12 bulan, mencerminkan penurunan ekspektasi suku bunga di kalangan pelaku pasar.

Meskipun nilai permintaan dalam lelang SRBI kali ini tercatat lebih rendah, yaitu sekitar Rp24 triliun dibandingkan lelang sebelumnya yang mencapai Rp32 triliun, penurunan bunga diskonto menunjukkan adanya persepsi bahwa stabilitas makroekonomi Indonesia masih terjaga dengan baik.

Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia yang sedikit meningkat pada triwulan II-2024, sebesar 3,0 miliar dolar AS atau 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), memang memberikan tantangan tersendiri bagi rupiah.

Namun, dengan adanya stabilisasi kondisi politik dalam negeri dan harapan akan pelonggaran kebijakan moneter global, prospek penguatan rupiah ke depan masih cukup terbuka.

Pada penutupan perdagangan sore ini, rupiah berhasil mempertahankan penguatannya di pasar spot, ditutup pada level Rp15.492 per dolar AS. Penguatan ini menjadi penanda positif bagi pasar keuangan Indonesia, yang dalam beberapa bulan terakhir menghadapi tantangan dari ketidakpastian global dan dinamika politik domestik. Ke depan, penguatan rupiah diharapkan dapat berlanjut, terutama jika kebijakan moneter global semakin mendukung aliran modal ke pasar negara berkembang seperti Indonesia.