KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan signifikan pada perdagangan hari Rabu (14/08) kemarin. Rupiah berhasil ditutup di level Rp15.675 per dolar AS, mencatatkan kenaikan sebesar 0,98% dari penutupan hari sebelumnya, berdasarkan data dari Refinitiv. Ini menandai posisi terkuat rupiah dalam hampir lima bulan terakhir, sejak 21 Maret 2024.
Kenaikan rupiah ini dipicu oleh respon positif investor terhadap laporan terbaru terkait inflasi produsen (Producer Price Index/PPI) di Amerika Serikat, yang menunjukkan tanda-tanda pelonggaran.
Data PPI mencatat kenaikan bulanan yang hanya mencapai 0,1% pada bulan Juli, lebih rendah dari kenaikan 0,2% yang tercatat pada Juni lalu. Secara tahunan, PPI tercatat meningkat sebesar 2,2%, turun dari 2,7% pada bulan sebelumnya, menandakan berkurangnya tekanan inflasi di sektor ini.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) sedikit menguat sebesar 0,02% ke level 102,584, meskipun sehari sebelumnya indeks ini sempat mengalami penurunan tajam sebesar 0,56%. Meski begitu, penguatan dolar tidak cukup untuk menghentikan laju penguatan rupiah.
Selain itu, penurunan harga di sektor jasa, terutama dalam margin perdagangan yang turun 1,3% – penurunan terbesar sejak Februari 2015 – turut mendukung apresiasi nilai tukar rupiah.
Para investor kini menanti data inflasi konsumen AS (Consumer Price Index/CPI) yang dijadwalkan rilis dalam waktu dekat. CPI diantisipasi menunjukkan kenaikan bulanan sebesar 0,2%, berlawanan dengan penurunan 0,1% pada bulan sebelumnya.
Secara tahunan, inflasi diperkirakan akan sedikit merosot dari 3% menjadi 2,9%, sedangkan inflasi inti diperkirakan turun dari 3,3% menjadi 3,2%.
Data CPI ini menjadi krusial karena akan menjadi salah satu indikator utama bagi Federal Reserve (The Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga pada pertemuan bulan September 2024.
Pasar memperkirakan ada peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 hingga 50 basis poin pada pertemuan tersebut, dengan kemungkinan pemotongan lebih lanjut pada bulan November dan Desember.
Berdasarkan CME FedWatch Tool, ada peluang 52,5% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga menjadi 4,75%-5,00% pada pertemuan bulan depan.
Proyeksi untuk akhir tahun menunjukkan suku bunga The Fed mungkin akan berada di kisaran 4,25%-4,50%. Sejak tahun lalu, The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,25%-5,50%, setelah menaikkan suku bunga sebesar 525 basis poin sejak 2022 silam.
Penguatan signifikan rupiah yang dicatat pada perdagangan Rabu pagi terjadj di tengah meningkatnya optimisme pasar global. Rupiah naik 127 poin atau 0,80 persen, diperdagangkan di level Rp15.706 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di Rp15.833 per dolar AS.
Penguatan ini didorong oleh sentimen risk-on yang kembali dominan di pasar, di mana para investor menunjukkan minat lebih tinggi terhadap aset berisiko. Sentimen ini muncul di tengah harapan bahwa Federal Reserve AS akan melakukan pemotongan suku bunga sebesar 100 basis poin pada tiga pertemuan kebijakan yang tersisa hingga akhir tahun.
Ekspektasi akan pelonggaran kebijakan moneter The Fed ini melemahkan posisi dolar AS di pasar global, memberikan dorongan bagi mata uang lain, termasuk rupiah, untuk menguat.
Kenaikan nilai tukar rupiah juga sejalan dengan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia. Pada perdagangan Selasa, (13/08) volume Surat Berharga Negara (SBN) tercatat sebesar Rp21,46 triliun, meningkat dari Rp14,52 triliun pada hari Senin, menunjukkan minat yang kuat dari investor terhadap instrumen berpendapatan tetap ini.
Momentum positif ini diharapkan dapat terus berlanjut, memberikan stabilitas lebih lanjut bagi pasar keuangan domestik di tengah dinamika ekonomi global yang terus berkembang.
Sebelumnya, Fokus pekan ini tertuju pada data indeks harga konsumen AS yang akan dirilis Rabu mendatang. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS akan sedikit mereda pada Juli. Jika inflasi menurun, ini memberi dorongan bagi Federal Reserve untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga, terutama di tengah kekhawatiran ekonomi AS menuju resesi.
Pasar saat ini terbagi atas potensi pemotongan suku bunga sebesar 25 dan 50 basis poin pada September, dengan data inflasi yang akan dirilis kemungkinan memberikan lebih banyak wawasan mengenai potensi pemotongan tersebut. Selain data inflasi, pembacaan produksi industri dan penjualan eceran juga akan memberikan lebih banyak isyarat mengenai kondisi ekonomi AS pekan ini.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (13/08) kemarin, rupiah menguat 0,77% atau 122,5 poin ke posisi Rp15.832 per dolar AS,
Pada saat yang sama, indeks dolar naik 0,09% ke posisi 103,049. Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS, dengan yen Jepang melemah 0,42%, baht Thailand melemah 0,05%, dan won Korea melemah 0,15%. Sementara itu, ringgit Malaysia, yuan China, dolar Hong Kong, peso Filipina, dolar Taiwan, dan dolar Singapura menunjukkan penguatan.