KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan melanjutkan pelemahan hingga akhir perdagangan hari ini, Rabu (18/12), setelah Bank Sentral AS (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
The Fed memutuskan menurunkan suku bunga acuan ke kisaran 4,25%-4,50%, tetapi pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan pendekatan hati-hati terhadap penurunan suku bunga lebih lanjut. Powell menekankan bahwa pelonggaran kebijakan selanjutnya bergantung pada keberhasilan pengendalian inflasi.
“Dari sini, ini adalah fase baru, dan kami akan berhati-hati dalam melakukan pemotongan lebih lanjut,” ujar Powell.
Keputusan ini memicu pelemahan di pasar saham dan membuat investor mengurangi ekspektasi pelonggaran moneter di masa mendatang.
Dampaknya, indeks dolar AS menguat ke 106,96, menambah tekanan terhadap mata uang regional, termasuk rupiah.
Dari dalam negeri, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 menjadi salah satu sentimen negatif.
Selain itu, Bank Indonesia melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) per Oktober 2024 turun ke US$423,4 miliar (Rp6.774 triliun), lebih rendah dari posisi September sebesar US$428,5 miliar.
Penurunan ini didorong oleh turunnya posisi pinjaman dan surat utang pemerintah, namun masih mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 8,6%.
Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memproyeksikan nilai tukar rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran Rp16.080 hingga Rp16.170 per dolar AS, dengan tren melemah.
Pada pukul 11.23 WIB, rupiah tercatat anjlok 1,13% ke level Rp16.280 per dolar AS, seiring penguatan indeks dolar ke posisi 108,11. Rupiah dibuka melemah di level Rp16.243, turun 0,90% dari penutupan sebelumnya di Rp16.097.
Mata uang di kawasan Asia Pasifik juga tertekan. Yuan Jepang melemah 0,08%, dolar Hong Kong turun 0,01%, dan dolar Singapura susut 0,06%. Sementara itu, won Korea Selatan melemah 0,05%, peso Filipina 0,22%, rupee India 0,02%, dan yuan China 0,04% terhadap dolar AS.
Keputusan suku bunga dari Bank Sentral Jepang (BoJ) dan Bank Indonesia (BI) pekan ini juga menjadi perhatian pasar. Sementara itu, kenaikan PPN di Indonesia diperkirakan akan membebani daya beli masyarakat dan memengaruhi stabilitas ekonomi domestik di awal tahun depan.
Rupiah menghadapi tekanan eksternal dari penguatan dolar AS serta kebijakan moneter global, sementara sentimen domestik seperti kenaikan PPN dan penurunan ULN masih belum mampu menopang penguatan mata uang Garuda.