kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Kembali Melemah Usai Rilis Data Defisit Neraca Pembayaran Indonesia

Rupiah Merosot ke Level Rp15.912, Pelaku Pasar Pantau Kebijakan AS
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan setelah Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatat defisit.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah terdepresiasi 0,13% ke angka Rp15.970/US$ pada Senin (20/5) kemarin,melanjutkan tren pelemahan dari akhir pekan lalu yang tercatat sebesar 0,19%.

Pemprov Sulsel

Pelemahan ini terjadi seiring dengan rilis data NPI dan transaksi berjalan yang berada di teritori negatif. BI melaporkan bahwa NPI pada kuartal I-2024 mengalami defisit sebesar US$ 6 miliar, sementara transaksi berjalan mencatat defisit US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari produk domestik bruto (PDB).

Selain itu, transaksi modal dan finansial pada triwulan I-2024 mencatat defisit US$ 2,3 miliar, setelah sebelumnya mencatat surplus US$ 11,1 miliar pada triwulan IV-2023.

Defisit ini disebabkan oleh aliran keluar modal asing dari surat utang domestik akibat meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Kondisi defisit yang berkelanjutan, khususnya dalam transaksi berjalan selama empat kuartal berturut-turut, menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar.

Kekhawatiran ini didasarkan pada potensi tekanan berkelanjutan terhadap rupiah, yang dapat mendorong BI untuk terus menaikkan suku bunga.

Peningkatan suku bunga dapat memperlambat aktivitas ekonomi dengan harapan dapat menurunkan impor barang dan mengurangi beban transaksi berjalan.

Pada pekan ini, perhatian pasar tertuju pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung hari ini (21/5) dan besok (22/5), di mana keputusan mengenai suku bunga acuan menjadi sorotan utama.

Pada April 2024, BI mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menyatakan bahwa kenaikan suku bunga tersebut bertujuan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah risiko global yang meningkat serta memastikan inflasi tetap sesuai dengan target sasaran 2,5% plus minus 1% untuk tahun 2024 dan 2025.

Sementara itu, dari luar negeri, pejabat Federal Reserve belum sepenuhnya yakin bahwa inflasi akan menuju target bank sentral sebesar 2% setelah data terbaru menunjukkan pelonggaran tekanan harga konsumen pada bulan April. Beberapa pejabat menyerukan kehati-hatian dalam kebijakan moneter yang berkelanjutan.

Secara teknikal, pergerakan rupiah dalam basis waktu per jam menunjukkan potensi untuk menguji resistance terdekat di posisi Rp16.025/US$, yang terbentuk setelah rupiah menguat tajam pada 15 Mei 2024 lalu.

Namun, jika penguatan berlanjut, posisi support yang bisa diuji berada di Rp15.920/US$, yang ditarik dari garis lurus berdasarkan low candle intraday pada 17 Mei 2024.