kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Kembali Melemah Terhadap Dolar AS, Diperkirakan Akan Terus Tertekan

Rupiah Diprediksi Fluktuasi di Rentang Rp15.640-Rp15.750 per Dolar AS
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali mengalami pelemahan pada penutupan perdagangan hari ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bloomberg, kurs rupiah ditutup di level Rp15.525 per USD, melemah 70 poin atau sekitar 0,45 persen dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya yang berada di level Rp15.455 per USD.

Rupiah diprediksi masih alami pelemahan, kemungkinan besar akan berlanjut pada perdagangan hari ini, Selasa (03/09). Rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif, namun tetap cenderung melemah, dengan perkiraan berada dalam rentang Rp15.510 hingga Rp15.590 per USD.

Pemprov Sulsel

Penyebab utama dari pelemahan ini, berasal dari sentimen eksternal dan internal yang terus membayangi pergerakan rupiah. Salah satu faktor eksternal yang signifikan adalah kebijakan agresif Federal Reserve (Fed) yang diperkirakan akan melonggar.

Proyeksi Kebijakan Federal Reserve

Para pelaku pasar telah mulai mengurangi ekspektasi mereka terhadap pelonggaran kebijakan yang lebih agresif oleh Federal Reserve. Fokus kini beralih pada laporan ketenagakerjaan AS yang akan dirilis pada akhir pekan ini.

Kenaikan imbal hasil Treasury AS untuk jangka panjang ke level tertinggi sejak pertengahan Agustus juga menjadi faktor yang memperlemah potensi pelonggaran kebijakan moneter yang lebih signifikan oleh Fed.

Peluang pemangkasan suku bunga Fed sebesar 50 basis poin pada pertemuan 18 September mendatang kini diperkirakan hanya sekitar 33 persen, dengan peluang pemangkasan seperempat poin sebesar 67 persen. Minggu sebelumnya, kemungkinan pemangkasan 50 basis poin masih berada di angka 36 persen.

Libur umum di AS pada hari Senin ini diperkirakan akan memperlambat awal minggu bagi dolar, namun aliran data ekonomi makro yang stabil pada hari-hari berikutnya, termasuk data penggajian nonpertanian pada Jumat, diharapkan memberikan panduan lebih jelas mengenai arah kebijakan Fed.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan penambahan 165 ribu pekerjaan pada Agustus, meningkat dari 114 ribu pada bulan sebelumnya, dengan tingkat pengangguran yang diperkirakan turun menjadi 4,2 persen.

Situasi Manufaktur di Tiongkok dan Indonesia

Selain itu, merosotnya aktivitas manufaktur di Tiongkok ke level terendah dalam enam bulan pada Agustus, yang dipengaruhi oleh penurunan harga di tingkat pabrik dan kesulitan pemilik usaha dalam mendapatkan pesanan. Situasi ini meningkatkan tekanan pada para pembuat kebijakan untuk melanjutkan stimulus ekonomi.

Sementara itu, Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia juga mengalami kontraksi lebih lanjut ke level 48,9 pada Agustus 2024, menandakan penurunan tajam dalam kondisi operasional selama tiga tahun terakhir.

Laporan terbaru dari S&P Global menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur nasional mengalami penurunan yang lebih tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 49,3.

Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan permintaan baru dan output, yang merupakan yang paling tajam sejak Agustus 2021. Hal ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia mengurangi jumlah tenaga kerja, meskipun hanya sedikit.

Permintaan asing terus menurun dengan cepat, mencatat penurunan paling tajam sejak Januari 2023. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan ekspor secara umum serta tantangan dalam pengiriman global yang berdampak negatif pada penjualan. Melemahnya produksi dan permintaan baru ini juga mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur.

Secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan cenderung menahan diri dari menggantikan karyawan yang keluar atau memberlakukan PHK sementara, memilih untuk mengurangi aktivitas pembelian mereka dan memanfaatkan inventaris yang ada. Hal ini menyebabkan stok input mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam 1,5 tahun dan pada tingkat tertinggi sejak Agustus 2021.

Diketahui, BPS mencatat bahwa inflasi indeks harga konsumen Indonesia melandai ke level 2,12% YoY pada Agustus 2024 (vs. Juli 2024: inflasi 2,13% YoY), sejalan dengan ekspektasi konsensus dan menandai level terendah sejak Februari 2022.

Secara bulanan, Indonesia mencatatkan deflasi 0,03% MoM (vs. Juli 2024: deflasi 0,18% MoM), menandai deflasi bulanan dalam 4 bulan beruntun sekaligus lebih rendah dibandingkan ekspektasi konsensus yang memperkirakan flat.

Deflasi bulanan pada Agustus 2024 didorong oleh penurunan harga kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,52% MoM, dengan andil deflasi sebesar 0,15 percentage point. Ini menandai penurunan harga kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau dalam 5 bulan beruntun, sejalan dengan normalisasi dari lonjakan harga pangan pada 1Q24.

Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi secara bulanan antara lain bawang merah (0,08 percentage point), daging ayam ras (0,03 percentage point), tomat (0,03 percentage point), dan telur ayam ras (0,02 percentage point).

Adapun inflasi inti pada Agustus 2024 mencapai 0,2% MoM dan 2,02% YoY (vs. Juli 2024: inflasi 0,18% MoM dan 1,95% YoY), melampaui ekspektasi konsensus yang memperkirakan inflasi inti sebesar 1,98% YoY.