KabarMakassar.com — Dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami penguatan terhadap rupiah, mencapai level Rp16.420 pada hari ini. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada rupiah, tetapi juga pada mata uang negara lain.
Rupiah berbalik arah ke zona merah pada perdagangan Rabu (26/06) kemarin, setelah selama dua hari beruntun menguat. Dilansir dari Refinitiv pada pukul 15:00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,18% di angka Rp 16.400/US$.
Rupiah kembali merana di tengah indeks dolar Amerika Serikat (AS) atau DXY yang kembali terapresiasi. Per pukul 15:31 WIB, indeks dolar naik 0,17% menjadi 105,782.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Lukman Leong, menyatakan bahwa situasi ini berbeda dengan krisis moneter (krismon) tahun 1998, meskipun sejumlah pengguna media sosial mencoba mengaitkannya.
Menurut Lukman, kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan masa krisis 1998. Hal ini tercermin dari data ekonomi seperti rasio utang, cadangan devisa, inflasi, dan pertumbuhan PDB yang menunjukkan kondisi yang lebih stabil dan sehat. Lukman optimis bahwa pelemahan rupiah saat ini hanya bersifat sementara dan memprediksi penguatan kembali jika The Fed memangkas suku bunga pada kuartal ketiga atau keempat tahun ini.
Selain itu, Lukman menyarankan masyarakat untuk tidak memperburuk situasi dengan bijaksana dalam membeli produk impor dan tidak memburu dolar AS. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengurangi sentimen negatif.
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada masa pemerintahan Presiden Soeharto berada di kisaran Rp2.000 dengan titik terendah di Rp1.977 per dolar AS pada tahun 1991. Namun, krisis moneter yang terjadi kemudian menyebabkan pelemahan rupiah yang sangat drastis. Nilai tukar dolar AS bertahan di kisaran Rp2.000-2.500 karena Indonesia belum menganut rezim kurs mengambang pada saat itu. Setelah krisis, nilai tukar dolar AS perlahan naik hingga mencapai puncaknya di Rp16.650 pada Juni 1998.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menilai bahwa pelemahan rupiah akan berdampak besar pada industri manufaktur. Pasalnya, banyak bahan baku industri tersebut berasal dari luar negeri.
Ia menegaskan bahwa depresiasi rupiah menyebabkan biaya impor meningkat, sehingga industri manufaktur yang bergantung pada bahan baku impor akan sangat terdampak. Esther juga menyoroti tantangan lain seperti fungsi intermediasi sektor keuangan domestik yang belum optimal dan tingginya margin bunga yang ditanggung oleh pengusaha.
Meski begitu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwan Kartasasmita optimis bahwa industri manufaktur masih memiliki ketahanan yang cukup. Ia mengakui adanya tantangan besar, terutama di industri tekstil seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang terancam bangkrut. Namun, kondisi ini tidak serta merta mencerminkan keseluruhan industri tekstil di Indonesia.
Data RTI pada Selasa (25/6) menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih melemah, dengan dolar AS bergerak dalam rentang Rp16.338 hingga Rp16.390. Pada perdagangan Rabu (26/6), rupiah ditutup melemah 0,18% di angka Rp16.400/US$. Indeks dolar AS juga terapresiasi, naik 0,17% menjadi 105,782.
Tantangan nilai tukar rupiah ini semakin diperparah oleh penurunan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) AS yang sedikit menurun pada Juni 2024 dari 101,3 menjadi 100,4. Hal ini menambah tekanan pada rupiah yang sudah berada di level tinggi sekitar Rp16.400-an dalam sebulan terakhir.
Dampak pelemahan rupiah sangat dirasakan oleh banyak sektor usaha mulai dari ritel, perusahaan yang mengandalkan impor, perusahaan dengan utang dolar AS, hingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan masyarakat umum. Pemerintah dan sektor swasta diharapkan dapat bekerja sama untuk menjaga stabilitas rupiah dan memperkuat fundamental ekonomi Indonesia.
Tantangan nilai tukar rupiah masih terus hadir khususnya setelah The Conference Board menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) AS sedikit mengalami penurunan menjadi 100,4 pada Juni 2024 dari 101,3 pada Mei 2024.
Perlu dicatat, nilai tukar rupiah memang sempat menguat selama dua hari beruntun yakni pada Senin dan Selasa pekan ini. Namun, rupiah masih berada dalam level tinggi yakni di sekitar Rp16.400-an. Rupiah bahkan sudah berada di level Rp 16.000 dalam sebulan terakhir.