kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Diprediksi Ditutup di Rentang Rp15.800-Rp15.910 per Dolar AS

Rupiah Diprediksi Ditutup di Rentang Rp15.800-Rp15.910 per Dolar AS
ilustrasi rupiah (doc KabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com Nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan menguat pada perdagangan hari ini. Rupiah diproyeksikan ditutup di rentang Rp15.800 hingga Rp15.910 per dolar AS.

Berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah berhasil menguat tipis 0,11% atau naik 17 poin menjadi Rp15.857 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (18/11) kemarin. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terpantau melemah sebesar 0,07% ke level 106,542.

Pemprov Sulsel

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penguatan rupiah adalah pernyataan terbaru dari Gubernur Bank of Japan (BOJ), Kazuo Ueda.

Dalam pidatonya, Ueda menegaskan bahwa BOJ tetap berkomitmen pada kebijakan kenaikan suku bunga secara bertahap, asalkan kondisi ekonomi sesuai dengan prospek yang diharapkan.

Namun, Ueda tidak memberikan indikasi pasti terkait kemungkinan kenaikan suku bunga pada Desember, sehingga pasar masih berspekulasi mengenai keputusan kebijakan moneter BOJ selanjutnya.

Pernyataan Ueda ini membuat pelaku pasar memperkirakan adanya peluang sebesar 54% untuk kenaikan suku bunga sebesar seperempat poin pada rapat kebijakan berikutnya, yang dijadwalkan pada 19 Desember mendatang.

Lebih lanjut, Ueda dijadwalkan memberikan konferensi pers pada pukul 04.45 hingga 05.15 GMT, yang menjadi momen krusial bagi investor global untuk mencermati arah kebijakan moneter Jepang.

Tidak hanya itu, Ibrahim juga menyoroti langkah Menteri Keuangan Jepang, Katsunobu Kato, yang memberikan sinyal intervensi apabila yen melemah terlalu signifikan. Ini menambah dinamika pasar global yang sudah dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga The Fed di Amerika Serikat.

Pasar saat ini sangat menantikan siapa yang akan dipilih oleh Donald Trump sebagai Menteri Keuangan AS. Kandidat yang kuat termasuk Howard Lutnick, CEO Cantor Fitzgerald, dan investor Scott Bessent.

Ia menjelaskan bahwa kebijakan tarif Trump yang pro-pertumbuhan dan pengurangan imigrasi, disertai pemotongan pajak, bisa memberikan efek inflasioner bagi ekonomi AS, sehingga mempersempit ruang The Fed untuk terus menurunkan suku bunga.

Dalam konteks kebijakan moneter AS, para analis memperkirakan adanya peluang 60% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar seperempat poin pada Desember nanti.

Ibrahim menyebut Kontrak berjangka saat ini menyiratkan bahwa The Fed hanya akan memangkas suku bunga sebesar 77 basis poin hingga akhir 2025, lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yang mencapai lebih dari 100 basis poin.

Lebih lanjut, setidaknya tujuh pejabat The Fed dijadwalkan akan menyampaikan pandangannya pada pekan ini, dan pasar memperkirakan mereka akan berhati-hati dalam memberikan sinyal pemotongan suku bunga yang agresif. Hal ini menjadi faktor penting yang dapat memengaruhi arah pergerakan rupiah di tengah ketidakpastian global.

Dengan mempertimbangkan berbagai sentimen global tersebut, Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak dinamis pada perdagangan hari ini, Selasa (19/11).

Meskipun pergerakan bisa fluktuatif, rupiah tetap berpeluang ditutup menguat di kisaran Rp15.800 hingga Rp15.910 per dolar AS.

Penguatan rupiah didukung oleh melemahnya indeks dolar AS dan ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter global yang lebih longgar. Namun, investor harus tetap waspada terhadap potensi volatilitas, terutama menjelang rilis data ekonomi penting dan kebijakan bank sentral utama.

Dari Dalam Negeri, investor masih wait and see hasil Rapat Dewam Gubernur (RDG) Bank Indoneeis yang akan dimulai pada hari ini, hingga besok Rabu (20/11), dan hasilnya akan diumumkan pada Rabu siang sekitar pukul 14:00 WIB.

Pelaku pasar menanti apakah BI akan kembali menahan suku bunga acuannya di tengah merananya rupiah dalam beberapa hari terakhir. Pada hari yang sama, BI akan merilis kebijakan terbaru dari deposit facility rate dan lending facility rate.

Sebagai catatan, pada Oktober lalu, BI menahan suku bunganya di level 6% dengan Suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

“Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5% pada 2024 dan 2025,” jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur di kantornya, Rabu (16/10) silam.

Kebijakan tersebut ditujukan juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Fokus kebijakan moneter jangka pendek ini pada stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpastian para keuangan global,” ujarnya.

Dari global, bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunganya di hari yang sama dengan RDG BI.

China lewat Loan Prime Rate (LPR) tenor satu dan lima tahun diperkirakan pasar masih akan menahan suku bunganya masing-masing sebesar 3,1% dan 3,6% setelah sebelumnya memangkas suku bunganya dari 3,35% dan 3,85%.

Untuk diketahui, LPR satu tahun memengaruhi pinjaman perusahaan dan sebagian besar pinjaman rumah tangga di China, sementara LPR lima tahun digunakan sebagai acuan untuk suku bunga hipotek.

Langkah ini sudah diperkirakan. Sebelumnya, Gubernur PBoC, Pan Gongsheng, telah mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan pinjaman akan dipangkas 20 hingga 25 basis poin (bps).