KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah diproyeksikan akan melanjutkan tren pelemahan pada perdagangan awal pekan, Senin (07/10). Sejumlah faktor eksternal, terutama penguatan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah, turut menjadi penyebab utama pelemahan tersebut.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (04/10) kemarin, rupiah melemah sebesar 2,27% menjadi Rp15.485 per dolar AS di pasar spot. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) dari Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan pelemahan sebesar 2,31% dalam sepekan terakhir, dengan nilai tukar rupiah berada di level Rp15.495 per dolar AS pada Jumat (4/10). Pelemahan harian tercatat sebesar 0,66%, bergerak dari Rp15.394 menjadi Rp15.495 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi dari PT Laba Forexindo Berjangka, mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah ini terjadi seiring dengan perhatian investor yang tertuju pada laporan penggajian non-pertanian AS atau Non-Farm Payrolls (NFP) yang akan dirilis pada Jumat malam (4/10).
Data ini dianggap penting karena memberikan gambaran lebih lanjut mengenai prospek suku bunga acuan yang akan diputuskan oleh Federal Reserve (The Fed).
“Data penggajian non-pertanian ini akan sangat menentukan arah kebijakan moneter The Fed. Jika data menunjukkan penguatan signifikan, maka kemungkinan besar The Fed akan menunda pemotongan suku bunga yang telah diperkirakan sebelumnya, sehingga dolar AS akan semakin kuat,” jelas Ibrahim dalam risetnya, Jumat (4/10).
Selain itu, lanjut Ibrahim, ketegangan geopolitik yang meningkat di Timur Tengah juga menjadi salah satu faktor yang menekan nilai tukar rupiah. Setelah Iran melancarkan serangan rudal ke Israel, Amerika Serikat tengah mempertimbangkan untuk mendukung aksi balasan Israel terhadap fasilitas minyak Iran.
Di sisi lain, militer Israel juga melanjutkan serangan udara ke Beirut, Lebanon, dalam upaya menghadapi kelompok bersenjata Hizbullah. Ketegangan ini memicu lonjakan permintaan terhadap aset-aset safe haven seperti dolar AS, sehingga memberikan tekanan lebih lanjut pada mata uang berisiko, termasuk rupiah.
“Ketegangan geopolitik di Timur Tengah ini membuat pasar global menjadi gelisah, dan ini mendorong investor untuk beralih ke aset-aset yang lebih aman, seperti dolar AS,” tambah Ibrahim.
Penguatan Ekonomi AS Membebani Rupiah
Penguatan dolar AS yang terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir juga didorong oleh rilis data ekonomi AS yang solid. Salah satu data yang menjadi sorotan adalah ISM Services PMI, yang mencatat kinerja lebih baik dari perkiraan pasar, menunjukkan bahwa sektor jasa AS masih dalam kondisi yang kuat.
Selain itu, laporan ketenagakerjaan AS juga menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang lebih tinggi dari ekspektasi, semakin memperkuat posisi dolar AS di pasar internasional.
Data yang menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap kuat, terutama di sektor jasa, mendorong investor untuk tetap mempertahankan aset mereka dalam bentuk dolar AS. Hal ini menekan mata uang-mata uang berisiko seperti rupiah.
Data Non-Farm Payrolls yang dirilis pada Jumat malam mencatat adanya penambahan 254.000 lapangan kerja di AS pada bulan September 2024. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan angka revisi 159.000 pada Agustus dan perkiraan awal yang hanya sebesar 140.000.
Peningkatan ini semakin memperkuat kemungkinan bahwa Federal Reserve akan menunda pemotongan suku bunga yang semula diproyeksikan akan dilakukan pada akhir tahun 2024.
Prediksi Pergerakan Rupiah dan Sentimen Pasar di Pekan Depan
Dengan latar belakang tersebut, Rupiah diperkirakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah masih akan berlanjut pada perdagangan awal pekan ini, Senin (07/10). Nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.500 hingga Rp15.700 per dolar AS.
Sentimen pasar global masih sangat mendukung penguatan dolar AS, terutama setelah rilis data ketenagakerjaan yang menunjukkan bahwa ekonomi AS terus solid. Dengan kondisi ini, kemungkinan besar rupiah masih akan tertekan pada pekan ini.
Sementara itu, Ibrahim memprediksi bahwa nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (7/10) akan berada di rentang Rp15.470 hingga Rp15.580 per dolar AS. Ia menambahkan bahwa investor juga akan memperhatikan rilis data cadangan devisa Indonesia untuk bulan September 2024, yang diharapkan dapat menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan Agustus.
“Cadangan devisa yang lebih tinggi akan memberikan sinyal positif bagi pasar domestik, namun dengan kuatnya dolar AS, pengaruh cadangan devisa mungkin tidak cukup untuk menahan pelemahan rupiah di awal pekan depan,” jelas Ibrahim.
Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Pergerakan Rupiah
Selain data ekonomi AS dan ketegangan di Timur Tengah, pasar juga akan memperhatikan perkembangan inflasi dan kebijakan moneter dari negara-negara lain yang berpotensi mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kebijakan moneter dari Jepang.
Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, baru-baru ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi Jepang belum siap untuk menghadapi kenaikan suku bunga lebih lanjut. Hal ini berpotensi mempengaruhi pergerakan mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah.
Dari sisi domestik, kondisi ekonomi Indonesia juga masih menjadi perhatian. Data deflasi yang terus terjadi selama lima bulan berturut-turut menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Analis ICDX, Taufan Dimas Hareva, juga menyoroti bahwa penguatan ekonomi AS serta ketegangan di Timur Tengah akan terus memberikan tekanan pada rupiah. Ia memperkirakan bahwa dalam beberapa waktu ke depan, mata uang Garuda akan sulit untuk bangkit, terutama jika data ekonomi AS terus menunjukkan kekuatan.
“Pelemahan rupiah terhadap dolar AS kemungkinan akan terus berlanjut, terutama jika ketegangan geopolitik di Timur Tengah semakin memanas. Selain itu, rilis data ekonomi AS yang kuat juga menjadi faktor utama yang menekan nilai tukar rupiah,” kata Taufan.
Dengan berbagai faktor eksternal dan internal yang masih mempengaruhi pergerakan pasar, rupiah diperkirakan masih akan berada dalam tren pelemahan pada pekan depan. Pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap perkembangan global yang dapat memberikan dampak signifikan terhadap nilai tukar dan stabilitas ekonomi Indonesia.