kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Dibuka Rp16.245 per Dolar AS, Turun 0,21 Persen

Rupiah Dibuka Rp16.245 per Dolar AS, Turun 0,21 Persen
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Mata uang rupiah memulai perdagangan hari ini, Kamis (09/01), dengan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) jika dibanding perdagangan sebelumnya.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka turun 0,21% atau melemah 34,5 poin ke posisi Rp16.245 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terlihat menguat tipis sebesar 0,01% ke level 108,840.

Pemprov Sulsel

Sejumlah mata uang di kawasan Asia menunjukkan pergerakan yang variatif terhadap dolar AS. Beberapa mata uang berhasil menguat, seperti yen Jepang yang naik 0,15%, won Korea yang menguat 0,31%, yuan China yang naik 0,03%, dan dolar Taiwan yang meningkat 0,04%.

Namun, sejumlah mata uang lain justru melemah, termasuk peso Filipina yang turun 0,25%, rupee India melemah 0,16%, baht Thailand melemah 0,04%, ringgit Malaysia melemah 0,08%, dolar Singapura melemah tipis 0,01%, dan dolar Hong Kong turun 0,02%.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, sebelumnya memprediksi bahwa pergerakan rupiah hari ini akan fluktuatif dengan potensi ditutup melemah di kisaran Rp16.200 hingga Rp16.270 per dolar AS.

Ibrahim mencatat bahwa pelemahan rupiah bukanlah hal yang sepenuhnya mengejutkan, mengingat faktor eksternal yang masih memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang.

Pada perdagangan kemarin, Rabu (8/1/2025), rupiah juga ditutup melemah 68 poin ke level Rp16.210, setelah sempat tertekan hingga 75 poin ke posisi Rp16.142.

Meskipun demikian, Ibrahim optimis bahwa ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga berkat dukungan cadangan devisa yang kuat.

Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2024 mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah, yaitu US$155,7 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan posisi November 2024 yang berada di level US$150,2 miliar.

Kenaikan cadangan devisa ini terutama didorong oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri oleh pemerintah.

Menurut Ibrahim, cadangan devisa yang kuat ini tidak hanya mencerminkan stabilitas makroekonomi, tetapi juga menjadi modal penting bagi BI dalam menjaga ketahanan sektor eksternal.

“Cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan impor hingga 6,7 bulan atau kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri selama 6,5 bulan, jauh di atas standar internasional sebesar 3 bulan,” jelasnya.

BI juga menilai bahwa cadangan devisa yang memadai mampu mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, sekaligus menjadi landasan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Ibrahim menambahkan bahwa prospek ekspor yang tetap positif, serta surplus pada neraca transaksi modal dan finansial, memberikan optimisme terhadap ketahanan ekonomi Indonesia.

“Persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi nasional dan imbal hasil investasi yang menarik turut menjadi pendorong penting bagi ketahanan eksternal,” ujar Ibrahim.

Selain itu, sinergi yang kuat antara BI dan pemerintah diharapkan dapat terus memperkuat stabilitas perekonomian Indonesia, meskipun tantangan eksternal masih membayangi.

Dengan dinamika pasar global yang terus berkembang, pelemahan rupiah hari ini dianggap sebagai bagian dari respons normal terhadap fluktuasi eksternal.

Namun, dukungan fundamental yang kuat dari cadangan devisa memberikan keyakinan bahwa ekonomi Indonesia akan tetap kokoh menghadapi tekanan global.

Sebelumnya diberitakan, Tekanan pada rupiah terjadi meskipun Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa RI mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah.

BI mengumumkan bahwa posisi cadangan devisa pada Desember 2024 mencapai US$155,7 miliar, meningkat sebesar US$5,5 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Rekor sebelumnya tercatat pada Oktober 2024 di angka US$151,2 miliar.

Dalam setahun, cadangan devisa RI bertambah signifikan sebesar US$9,3 miliar, dari US$146,4 miliar pada Desember 2023.

“Kenaikan cadangan devisa ini berasal dari penerimaan pajak dan jasa, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta penerimaan devisa migas. Hal ini terjadi di tengah upaya stabilisasi nilai tukar rupiah menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global,” jelas BI dalam keterangan tertulisnya.

Posisi cadangan devisa saat ini mampu membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor sekaligus pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional yang hanya sekitar 3 bulan impor.