KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup dilevel Rp15.588 per dolas AS pada perdagangan Selasa (15/10) kemarin. Hal ini menandakan dolar AS makin perkasa terhadap rupiah yang tergerus sebesar 23 poin atau 0,15% jika dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. Kondisi ini terjadi di tengah pelemahan mayoritas mata uang Asia dan penurunan indeks dolar AS.
Data Bloomberg menunjukkan, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan dolar terhadap sejumlah mata uang utama dunia turun tipis sebesar 0,06% ke posisi 103,23. Pelemahan ini mencerminkan tekanan yang melanda berbagai mata uang global, termasuk di kawasan Asia.
Di Asia, pelemahan mata uang tak hanya dialami oleh rupiah. Won Korea turun sebesar 0,15%, sementara yuan China melemah lebih tajam sebesar 0,37%.
Mata uang lainnya seperti ringgit Malaysia dan baht Thailand juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,35% dan 0,22%. Bahkan rupee India pun ikut terkoreksi, meski hanya tipis sebesar 0,01%.
Tren pelemahan di pasar valuta asing ini menunjukkan adanya ketidakpastian yang memengaruhi sentimen global, di tengah berbagai faktor ekonomi dan kebijakan moneter yang tengah menjadi perhatian pelaku pasar.
Pada awal perdagangan kemarin, rupiah dibuka menguat 0,11% atau 16,5 poin ke level Rp15.549 per dolar AS jika dibanding oerdagngan sebelumnya. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau turun 0,12% ke level 103,17.
Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang Asia mengalami penguatan. Yen Jepang misalnya menguat 0,13%, dolar Singapura menguat 0,03%, rupee India menguat 0,01%, serta baht Thailand menguat 0,04%.
Sementara, sejumlah mata uang Asia lainnya mengalami pelemahan. Dolar Hong Kong misalnya melemah 0,02%, dolar Taiwan melemah 0,01%, won Korea Selatan melemah 0,11%, dan yuan China melemah 0,12% terhadap dolar AS
Sayangnya, pada akhir perdagangan sesi I kemarin, rupiah melemah 17,5 poin atau 0,11% ke posisi Rp15.583 per dolar AS pada perdagangan hari ini hingga pukul 12.00 WIB.
Dolar AS juga menguat terhadap baht Thailand sebesar 0,18 poin atau 0,48%, dolar Singapura 0,21%, won Korea Selatan 0,21%, yuan China 0,48%, dan dolar Hong Kong 0,04%. Sementara itu, yen Jepang menguat 0,14% terhadap dolar AS ke level 149,52.
Sebelumnya, Nilai tukar rupiah diperkirakan akan menguat dalam waktu dekat, sejalan dengan tren positif pada penutupan perdagangan sebelumnya. Sentimen penguatan ini turut didorong oleh proyeksi stabil pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 dan 2025, yang diperkirakan Bank Dunia akan tetap di atas 5%.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa dalam dua kuartal terakhir, ekonomi domestik menunjukkan pertumbuhan di atas 5%, meskipun terdapat indikasi perlambatan.
LPada kuartal pertama 2024, ekonomi Indonesia tumbuh 5,11% secara tahunan (YoY), sementara pada kuartal kedua tercatat sedikit melambat menjadi 5,05%. Laporan terbaru dari Bank Dunia dalam East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2024 menguatkan keyakinan akan stabilitas ekonomi nasional.
Selain proyeksi positif dari Bank Dunia, faktor eksternal seperti pelemahan dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah, juga berkontribusi terhadap prospek penguatan mata uang domestik.
Disisi lain, Utang Luar Negeri Indonesia Tumbuh 7,3% di Agustus 2024, Didukung Peningkatan Aliran Modal Asing. Bank Indonesia melaporkan bahwa posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2024 mencapai USD425,1 miliar, mencatat pertumbuhan sebesar 7,3% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Pertumbuhan ini sebagian besar dipengaruhi oleh pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah, yang memberikan dampak positif pada nilai tukar dan meningkatkan daya tarik investasi di pasar keuangan Indonesia.
Posisi utang pemerintah tercatat sebesar USD200,4 miliar, dengan pertumbuhan mencapai 4,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,6%.
Peningkatan ini terutama didorong oleh masuknya aliran modal asing ke dalam Surat Berharga Negara (SBN), seiring dengan kepercayaan investor yang semakin kuat terhadap stabilitas dan prospek perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berhasil menjaga minat investor untuk berinvestasi di pasar obligasi domestik.
Sementara itu, utang luar negeri sektor swasta mencapai USD197,8 miliar, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 1,3%. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan pada Juli 2024 yang hanya mencapai 0,5%.
Peningkatan ULN sektor swasta didorong oleh utang perusahaan nonkeuangan yang mencatat pertumbuhan 1,6% (yoy). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan pendanaan untuk ekspansi usaha di tengah optimisme pemulihan ekonomi.
Pertumbuhan ULN yang cukup signifikan pada Agustus 2024 menunjukkan bahwa Indonesia terus menarik minat investasi asing, baik untuk utang pemerintah maupun swasta.
Meskipun demikian, pemerintah tetap dihadapkan pada tantangan menjaga keberlanjutan utang luar negeri di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. Penguatan koordinasi kebijakan dan pemantauan risiko utang menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan jangka panjang.
Dengan semakin meningkatnya aliran modal asing dan optimisme terhadap prospek perekonomian Indonesia, posisi utang luar negeri pada Agustus 2024 mencerminkan daya tarik investasi dan kepercayaan yang terus terjaga di pasar global.