kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah dan IHSG Menghadapi Tekanan Imbas Data Ekonomi AS

Rupiah Menguat Terbatas di Tengah Pelemahan Dolar AS
Ilustrasi KabarMakassar
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pada perdagangan hari Senin (09/09) kemarin, nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan signifikan di pasar valuta asing. Rupiah spot mengalami penurunan sebesar 0,51%, mencapai posisi Rp 15.456 per dolar Amerika Serikat (AS). Begitu pula, nilai tukar rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) melemah 0,48% menjadi Rp 15.446 per dolar AS.

Pelemahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal yang mendominasi pasar. Kenaikan inflasi di AS menjadi salah satu faktor utama yang menekan rupiah.

Pemprov Sulsel

Data terbaru menunjukkan bahwa pendapatan dan pengeluaran pekerja di AS lebih tinggi dari yang diperkirakan, meningkatkan kekhawatiran terhadap potensi inflasi yang lebih tinggi. Inflasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan tekanan pada kebijakan moneter AS, khususnya terkait dengan suku bunga, yang dapat berdampak negatif terhadap mata uang emerging market termasuk rupiah.

Selain itu, data inflasi dari China yang lebih lemah dari ekspektasi juga menambah tekanan pada rupiah. Inflasi yang rendah di China mengindikasikan permintaan domestik yang masih lemah, yang pada gilirannya menekan mata uang regional termasuk rupiah.

Melihat ke depan untuk Selasa (10/9), diperkirakan rupiah akan melanjutkan tren pelemahannya. Analis memperkirakan bahwa rupiah mungkin menghadapi kesulitan untuk rebound, meskipun ada sentimen positif secara umum di pasar. Ini disebabkan oleh penguatan indeks dolar AS, yang sebelumnya sempat turun mendekati level psikologis 100. Dolar AS masih terlihat undervalued, dan pasar cenderung berhati-hati menjelang rilis data inflasi AS dan debat presiden AS yang akan datang.

Di sisi domestik, data ekonomi Indonesia juga menjadi sorotan. Investor menunggu laporan tentang penjualan ritel Indonesia serta data perdagangan China. Diharapkan penjualan ritel Indonesia akan menunjukkan kenaikan sebesar 3%, sementara data perdagangan China diperkirakan menunjukkan pertumbuhan ekspor sebesar 6,5% dan impor sebesar 2%, dengan neraca perdagangan surplus sebesar US$ 83,9 miliar. Meskipun ekspektasi ini cukup positif, faktor eksternal masih menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

Bank Indonesia (BI) juga melaporkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) untuk Agustus 2024 mencapai 124,4, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat pada 123,4. Sementara itu, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) menunjukkan optimisme, masing-masing tercatat pada 114,0 dan 134,9. Peningkatan IEK didorong oleh harapan yang lebih baik terhadap pendapatan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha, yang masing-masing meningkat menjadi 140,0, 132,2, dan 132,6.

Namun, meskipun terdapat peningkatan indikator ekonomi domestik, sentimen eksternal lebih mendominasi. Oleh karena itu, diperkirakan rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp 15.440 – Rp 15.520 per dolar AS pada Selasa (10/9), dengan proyeksi yang sedikit lebih luas antara Rp 15.400 – Rp 15.550 per dolar AS.

Pada hari Senin, rupiah terpantau mengalami penurunan lebih lanjut terhadap dolar AS, setelah data tenaga kerja AS menunjukkan perbaikan yang lebih baik dari bulan sebelumnya. Menurut data dari Refinitiv, pada pukul 13:07 WIB, rupiah turun 0,52% menjadi Rp 15.440/US$, dengan penurunan yang hampir sama dengan pelemahan yang terjadi di awal perdagangan hari tersebut.

Tekanan pada rupiah sebagian besar berasal dari faktor eksternal, khususnya setelah laporan Non-Farm Payroll (NFP) di AS menunjukkan penambahan 142.000 pekerjaan pada bulan Agustus, meningkat dari 89.000 pekerjaan pada bulan sebelumnya. Meskipun capaian tersebut masih di bawah ekspektasi konsensus yang mencapai 161.000 pekerjaan, penurunan tingkat pengangguran AS menjadi 4,2% sesuai perkiraan, dan tingkat upah bulanan naik 0,7% dari perkiraan kenaikan 0,3%.

Data-data ini memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) mungkin akan melakukan pemangkasan suku bunga, meskipun ada juga kemungkinan pemotongan sebesar 25 basis poin (bps) dibandingkan 50 bps. Akibatnya, DXY (Indeks Dolar AS) mengalami rebound, menyebabkan tekanan tambahan terhadap rupiah di awal perdagangan hari tersebut.

Secara keseluruhan, pada awal pekan ini, baik IHSG maupun rupiah mencatatkan penurunan. IHSG, setelah sempat dibuka di zona hijau, akhirnya mengalami koreksi sebesar 0,25% dan ditutup pada level 7.702,74. Penurunan ini sejalan dengan tekanan yang dialami oleh mayoritas bursa saham di kawasan Asia.

Di sisi lain, rupiah ditutup pada level 15.450 per dolar AS, setelah bergerak di kisaran 15.360 hingga 15.470 per dolar AS. Penguatan dolar AS dipicu oleh perbaikan indikator ekonomi di AS dan pasar yang menunggu rilis data inflasi yang diharapkan dapat memengaruhi keputusan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Sentimen pasar saat ini memperkirakan bahwa The Fed mungkin akan menurunkan suku bunga, namun jika data ekonomi AS menunjukkan performa yang kuat, potensi penurunan suku bunga bisa berkurang, yang berpotensi meningkatkan tekanan pada pasar keuangan global.

PDAM Makassar