KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah inflasi di AS terpantau kembali melandai, bahkan di bawah ekspektasi pasar. Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat 0,34% menjadi Rp16.135 per dolar AS pada perdagangan terakhir, Jumat (11/7) kemarin. Tren penguatan ini telah berlangsung sejak 3 Juli 2024.
Secara mingguan, rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,86%. Pada saat yang sama, indeks dolar AS (DXY) tercatat naik tipis 0,02% ke angka 104,46 pada pukul 14:58 WIB, dibandingkan posisi kemarin di 104,44.
Penguatan rupiah ini didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed). Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Kamis (11/7) bahwa indeks harga konsumen (IHK) naik 3% secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni 2024, turun dari 3,3% pada Mei 2024. Angka ini lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan inflasi di angka 3,1%.
Inflasi tahunan pada Juni 2024 adalah yang terendah sejak Maret 2021. Secara bulanan (month to month/mtm), IHK turun 0,1% atau mengalami deflasi, yang merupakan deflasi pertama sejak Mei 2020.
Survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa ada ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed sebanyak dua kali dengan total 50 basis poin (bps), dengan pemangkasan pertama diharapkan terjadi pada September 2024. Jika pemangkasan suku bunga benar-benar dilakukan, ini akan menjadi angin segar bagi pasar keuangan domestik, termasuk rupiah, karena tekanan terhadap mata uang Garuda akan berkurang.
Memasuki semester II 2024, nilai tukar rupiah semakin menguat. Pada awal Juli, rupiah berada di Rp 16.321 per dolar AS dan pada Kamis (11/7) turun menjadi Rp 16.195 per dolar AS.
Namun, terdapat perbedaan pandangan di antara pejabat The Fed mengenai durasi suku bunga tinggi. Notulen FOMC terbaru mengungkapkan bahwa beberapa pejabat menganjurkan kesabaran, sementara yang lain menekankan perlunya pasar tenaga kerja yang lebih lemah untuk mengelola inflasi dan pengangguran. Mereka menekankan pentingnya bukti yang jelas untuk mencapai target inflasi 2% sebelum menurunkan suku bunga.
Di sisi lain, Gubernur The Fed Jerome Powell mengkhawatirkan bahwa mempertahankan suku bunga tinggi terlalu lama dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi. Penurunan suku bunga yang terlalu cepat atau terlalu besar dapat menghambat penurunan inflasi, sementara penurunan yang terlalu lambat dapat melemahkan aktivitas ekonomi dan lapangan kerja.
Sentimen positif dari dalam negeri juga turut mendukung penguatan rupiah. Setelah berakhirnya periode repatriasi dividen, permintaan dolar AS menurun. Selain itu, terjadi arus modal masuk sebesar Rp 2,4 triliun di pasar saham dan Rp 0,3 triliun di pasar obligasi selama bulan Juli. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2024 sebesar US$ 140,2 miliar, meningkat dari US$ 139 miliar pada akhir Mei 2024, yang didukung oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Laporan inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan ini memperkuat argumen bahwa The Fed akan segera menurunkan suku bunga. FFR diperkirakan akan turun 25bps sebelum akhir tahun ke kisaran 5%-5,25%. Proyeksi ini sejalan dengan panduan The Fed pada Juni 2024, yang memperkirakan satu kali penurunan FFR tahun ini. Penurunan BI Rate di Indonesia juga diperkirakan baru akan terjadi pada semester II tahun ini.
Bank Indonesia akan melanjutkan intervensi ganda dan optimalisasi lelang instrumen terbaru untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan menyerap arus modal, guna memitigasi risiko eksternal.
Di pasar spot, rupiah tampil perkasa sejak awal perdagangan Jumat (12/7) kemarin, rupiah spot dibuka di level Rp16.138 per dolar AS, menguat 0,35% dibanding penutupan hari sebelumnya di Rp16.195 per dolar AS. Pergerakan ini berbanding terbalik dengan mayoritas mata uang di Asia.
Kurs Dollar Terhadap Rupiah di Bank-Bank Besar
Pergerakan nilai tukar rupiah juga tercermin pada kurs dollar yang ditawarkan oleh beberapa bank besar di Indonesia. Berdasarkan informasi dari situs BCA yang diperbarui pada pukul 09.10 WIB Jumat (12/07), tingkat kurs dollar terhadap rupiah e-rate adalah sebagai berikut:
– Kurs beli: Rp16.145 per dolar AS
– Kurs jual: Rp16.165 per dolar AS
Untuk tingkat kurs dollar terhadap rupiah TT counter di BCA:
– Kurs beli: Rp15.965 per dolar AS
– Kurs jual: Rp16.265 per dolar AS
Tingkat kurs dollar terhadap rupiah bank notes di BCA:
– Kurs beli: Rp15.965 per dolar AS
– Kurs jual: Rp16.265 per dolar AS
Di laman resmi Bank Mandiri, nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah:
– Kurs jual: Rp16.120
– Kurs beli: Rp16.100
Sementara itu, di laman resmi Bank BRI, nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah:
– Tingkat kurs dollar terhadap rupiah e-rate:
– Kurs beli: Rp16.138 per dolar AS
– Kurs jual: Rp16.158 per dolar AS
– Tingkat kurs dollar terhadap rupiah TT counter:
– Kurs beli: Rp16.080 per dolar AS
– Kurs jual: Rp16.230 per dolar AS
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar mata uang merupakan variabel ekonomi makro yang sangat penting, karena pergerakannya dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi. Nilai tukar memungkinkan suatu negara untuk bertransaksi dengan dunia luar, namun juga membawa risiko karena nilai mata uang setiap negara tidak sama dan dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di pasar uang.
Perdagangan internasional yang melibatkan interaksi antara negara-negara menyebabkan risiko perubahan nilai tukar mata uang akibat ketidakpastian. Perubahan nilai tukar ini berdampak langsung pada harga barang dan jasa di dalam negeri.
Ekspor, sebagai faktor ekonomi makro lainnya, berkontribusi pada peningkatan permintaan mata uang lokal terhadap mata uang asing, sehingga menguatkan nilai tukar mata uang lokal. Ekspor berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, dimana tingginya posisi nilai rupiah mempengaruhi nilai laba bagi pelaku ekspor dan impor.
Ketika rupiah berada di titik terendah, pelaku ekonomi cenderung mengekspor barang atau jasa ke luar negeri, dan sebaliknya. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi makroekonomi suatu negara seperti tingkat inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan pertumbuhan ekonomi.
Selain faktor internal, seperti suku bunga dan tingkat penyaluran kredit, faktor eksternal seperti ekspor dan impor juga memainkan peran penting dalam perubahan nilai tukar rupiah. Stabilitas dan perkembangan ekonomi domestik dan internasional menjadi penentu utama dalam pergerakan nilai tukar mata uang.
Performa rupiah yang menguat pada perdagangan Jumat ini menunjukkan kestabilan dan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah dinamika global. Dengan terus memantau faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar, diharapkan ekonomi Indonesia dapat terus tumbuh dan memberikan manfaat yang luas bagi seluruh masyarakat.