KabarMakaasar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan performa positif, dengan prospek pemangkasan suku bunga yang semakin dekat. Pada perdagangan awal pekan ini, Senin (26/08), rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif namun berpotensi menguat di kisaran Rp15.400—Rp15.520 per dolar AS.
Mengutip data dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (23/08) lalu, rupiah mencatat penguatan sebesar 0,71%, mencapai level Rp15.485 per dolar AS. Selama perdagangan intraday, rupiah bahkan sempat menyentuh titik terkuatnya di Rp15.420 per dolar AS. Secara mingguan, mata uang ini mengalami apresiasi sebesar 1,28%, memperpanjang tren penguatan yang telah berlangsung selama empat pekan berturut-turut.
Dari perspektif teknikal, pergerakan rupiah dalam melawan dolar AS saat ini terlihat mengalami konsolidasi setelah penguatan tajam beberapa hari terakhir. Tren sideways ini bergerak dalam kisaran support di Rp15.415 per dolar AS dan resistance di Rp15.570 per dolar AS. Support merupakan area yang perlu dicermati untuk potensi penguatan lebih lanjut, sementara resistance adalah titik yang perlu diwaspadai jika terjadi pembalikan arah menuju pelemahan.
Awal pekan lalu, rupiah menguat signifikan setelah adanya reshuffle kabinet oleh Presiden Joko Widodo. Langkah ini memberikan dorongan positif terhadap mata uang domestik. Namun, pada pertengahan pekan, penguatan rupiah sedikit tertahan meskipun Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 6,25%. Keputusan tersebut tidak langsung mendorong rupiah untuk melanjutkan penguatannya, dan justru terjadi sedikit pelemahan.
Kondisi berbeda terjadi pada Kamis (22/08), di mana rupiah tertekan akibat ketidakstabilan politik dalam negeri yang meningkat. Namun, pernyataan terbaru dari Ketua Federal Reserve AS (The Fed), Jerome Powell, dalam pidatonya di Simposium Bank Sentral Jackson Hole memberikan angin segar bagi rupiah. Powell menyampaikan sinyal lebih jelas mengenai pemangkasan suku bunga di masa mendatang.
“Sudah saatnya kebijakan disesuaikan, arah kebijakan sudah jelas, dan waktu serta kecepatan pemotongan suku bunga akan bergantung pada data ekonomi yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko.” ujar Powell. ”
Sebelumnya, Ia menambahkan bahwa arah dan kecepatan pemotongan suku bunga akan sangat bergantung pada perkembangan data ekonomi serta proyeksi risiko.
Sebagai dampaknya, indeks dolar AS (DXY), yang menjadi tolok ukur kekuatan mata uang dolar, bergerak turun. Pada perdagangan Jumat, DXY dibuka di level 101,36 setelah sebelumnya ditutup di 101,40. Penurunan ini memberikan ruang bagi mata uang-mata uang emerging markets, termasuk rupiah, untuk menguat.
Selain faktor eksternal, penguatan rupiah di pekan ini juga didukung oleh kondisi domestik, terutama setelah Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle kabinet pada awal pekan.
Beberapa posisi menteri yang strategis mengalami pergantian, di antaranya Yasonna Laoly yang digantikan oleh Supratman Andi Agtas sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Arifin Tasrif yang digantikan oleh Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pergantian ini diharapkan dapat membawa stabilitas baru di pemerintahan, yang pada gilirannya memberikan dorongan positif bagi nilai tukar rupiah.
Meski demikian, rupiah sempat mengalami fluktuasi selama pekan kemarin, pada perdagangan Rabu (21/8), Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 6,25 persen, sebuah langkah yang sebenarnya diprediksi pasar.
Namun, alih-alih memperkuat rupiah, keputusan ini sempat membuat mata uang Garuda melemah, terutama setelah terjadi gejolak politik pada Kamis (22/8) ketika ribuan massa melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR. Akibatnya, rupiah sempat tertekan hingga menyentuh level Rp15.600 per dolar AS.
Namun, sentimen negatif tersebut berhasil diatasi dengan cepat, dan pada penutupan Jumat, rupiah kembali menunjukkan penguatan. Hal ini terjadi seiring dengan pernyataan Powell yang menenangkan pasar serta pemulihan sentimen di kawasan Asia.
Selain nilai tukar rupiah, sejumlah komoditas juga mengalami lonjakan harga yang signifikan pasca pernyataan Powell.
Rendahnya suku bunga serta melemahnya indeks dolar AS membuat harga komoditas seperti emas, perak, minyak (brent), dan crude palm oil (CPO) meroket. Harga emas tercatat naik sebesar 1,15%, perak menguat 2,87%, minyak (brent) melonjak 2,33%, dan CPO merangkak naik 1,07%.
Dengan kombinasi faktor eksternal yang mendukung serta stabilitas domestik yang diharapkan membaik, prospek penguatan rupiah pada pekan depan semakin kuat.
Investor dan pelaku pasar diharapkan untuk tetap memantau perkembangan lebih lanjut, terutama terkait data ekonomi yang akan dirilis baik dari dalam negeri maupun dari pasar global, yang bisa mempengaruhi arah pergerakan nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa penguatan nilai tukar rupiah saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh kuatnya fundamental ekonomi Indonesia daripada oleh faktor politik.
Menurut Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, kekuatan ekonomi nasional menjadi faktor utama yang diperhatikan oleh pelaku pasar dalam beberapa waktu terakhir.
“Faktor-faktor fundamental ekonomi menjadi lebih dominan dalam mempengaruhi pergerakan rupiah. Selama dua dekade terakhir, kami telah belajar banyak bahwa perkembangan politik cenderung memiliki dampak yang lebih kecil dibandingkan dengan faktor ekonomi, dan itulah yang disadari oleh pasar,” ujar Erwin.
Ia menjelaskan bahwa setelah meredanya ketidakstabilan global, investor kembali memasuki pasar keuangan domestik, menunjukkan kepercayaan yang tinggi terhadap prospek ekonomi Indonesia, baik dalam sektor riil maupun portofolio.
Erwin menambahkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia yang kuat dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang stabil di sekitar 5% meskipun ada ketidakpastian di pasar keuangan global. Selain itu, inflasi yang terkendali dalam kisaran target 2,5% plus minus 1% dalam jangka waktu yang lama juga mencerminkan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jika kita melihat kombinasi antara faktor eksternal dan internal yang solid, inilah yang seharusnya menjadi pendorong utama pergerakan rupiah, khususnya dalam konteks arus modal. Oleh karena itu, pertimbangan politik kini relatif tidak sebesar sebelumnya,” kata Erwin.
Pada penutupan perdagangan Jumat (23/8), nilai tukar rupiah berhasil menguat 108 poin atau sekitar 0,69% menjadi Rp15.492 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.600 per dolar AS. Penguatan ini menegaskan bahwa ekonomi Indonesia, yang kini lebih stabil, mendapat perhatian lebih besar dari investor global maupun domestik.
Pada hari yang sama, sejumlah demonstrasi terjadi di beberapa daerah, termasuk Jakarta, Jawa Barat, Aceh, dan Makassar, terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Meskipun demikian, Erwin menilai bahwa faktor-faktor politik domestik tidak lagi sebesar pengaruhnya terhadap nilai tukar rupiah karena adanya penguatan fundamental ekonomi.
Selain itu, BI juga melaporkan adanya aliran modal asing yang masuk bersih ke pasar keuangan domestik mencapai Rp15,91 triliun selama periode 19-22 Agustus 2024. Erwin mengungkapkan bahwa aliran modal ini terbagi atas pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp11,45 triliun, pasar saham sebesar Rp4,13 triliun, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp0,33 triliun.