KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan pada perdagangan Selasa (23/07) kemarin, meskipun tetap berada di atas level Rp16.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan ini terjadi di tengah ketidakstabilan politik di AS yang masih memberikan tekanan pada mata uang Indonesia.
Rupiah diprediksi akan melanjutkan penguatannya pada perdagangan Rabu (24/07). Proyeksi ini didasarkan pada data penjualan rumah bekas di AS yang diperkirakan mengalami kontraksi. Penurunan ini mengindikasikan berkurangnya permintaan konsumen di negara tersebut, yang memberikan peluang bagi penguatan mata uang rupiah.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, dalam riset hariannya dikutip Rabu (24/07) menyampaikan bahwa rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang Rp16.200 hingga Rp16.260 per dolar AS pada hari Rabu (24/07).
Rupiah diperkirakan berpotensi menguat sejalan dengan proyeksi kontraksi penjualan rumah bekas di AS, yang memberikan sinyal penurunan permintaan konsumen.
Di sisi lain, situasi politik di AS semakin memanas setelah Presiden Joe Biden mengumumkan pengunduran dirinya dari pencalonan, memberikan dukungannya kepada Wakil Presiden Kamala Harris.
Keputusan ini turut mempengaruhi pergerakan rupiah, di samping antisipasi terhadap pertemuan Federal Reserve (the Fed) pekan depan. Diperkirakan, the Fed akan mempertahankan suku bunga tetap stabil pada pertemuan bulan Juli ini, yang menjadi faktor penting dalam pergerakan nilai tukar mata uang global.
Di pasar Asia, data ekonomi Tiongkok menunjukkan perlambatan pertumbuhan pada kuartal kedua 2024. Penurunan suku bunga yang tak terduga pada hari Senin (22/7) gagal memberikan dorongan signifikan pada pasar.
Ia menyebut, Kekhawatiran terhadap kebijakan moneter AS yang lebih ketat, terutama dengan kemungkinan kembalinya Donald Trump sebagai presiden, juga membuat para pedagang berhati-hati terhadap aset-aset yang terpapar di Tiongkok.
Selain itu, sentimen pasar juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global lainnya. Data dari Tiongkok yang menunjukkan perlambatan ekonomi menambah kekhawatiran investor. Penurunan suku bunga yang tak terduga di Tiongkok pada hari Senin (22/7)lalu tidak banyak mengangkat semangat pasar. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang lebih ketat di AS, yang berasal dari kemungkinan Trump kembali menjadi presiden, membuat para pedagang waspada terhadap aset-aset yang terekspos di Tiongkok.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Selasa (23/7), kurs rupiah spot ditutup menguat 0,04% ke level Rp16.214 per dolar AS. Sejalan dengan penguatan di pasar spot, kurs Jisdor Bank Indonesia juga menguat sekitar 0,15% ke level Rp16.204 per dolar AS, naik dari posisi sebelumnya di Rp16.228 per dolar AS.
Total volume transaksi yang terjadi mencapai angka yang cukup signifikan, mengindikasikan bahwa pasar merespon positif terhadap beberapa sentimen positif yang ada. Namun, investor tetap harus berhati-hati mengingat masih adanya ketidakpastian global yang bisa mempengaruhi pergerakan nilai tukar.
Para analis merekomendasikan investor untuk tetap waspada dan mencermati perkembangan terbaru guna mengantisipasi perubahan yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah ke depan. Beberapa faktor eksternal, seperti kebijakan moneter AS dan perkembangan politik di AS, akan terus menjadi perhatian utama dalam beberapa waktu mendatang.
Sementara itu, Ibrahim juga mencatat bahwa kekhawatiran terhadap kebijakan moneter AS yang lebih ketat dan potensi ketegangan politik internasional, khususnya di Timur Tengah, masih menjadi faktor yang bisa mempengaruhi pergerakan rupiah ke depan. Para pelaku pasar diharapkan untuk terus mengikuti perkembangan situasi global dan melakukan penyesuaian strategi investasi sesuai dengan kondisi yang ada.
Dengan demikian, meskipun rupiah menunjukkan tanda-tanda penguatan, tetap dibutuhkan kewaspadaan dari para pelaku pasar dalam menghadapi berbagai ketidakpastian yang ada. Prospek penguatan rupiah harus terus dipantau dengan seksama, seiring dengan perkembangan ekonomi global dan kebijakan moneter yang berlaku.