kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Anjlok ke Level Terendah, Ancaman Perang Dagang Makin Nyata!

Rupiah Anjlok ke Level Terendah, Perang Dagang Makin Nyata!
Ilustrasi rupiah (Dok : Int).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Usai libur panjang Lebaran Idulfitri 1446 H, pasar keuangan Indonesia langsung dihadapkan pada kenyataan pahit, rupiah anjlok tajam. Di tengah sentimen global yang panas akibat kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump, nilai tukar rupiah kembali dibuka melemah di awal pekan ini.

Pada Selasa pagi (08/04) pukul 09.20 WIB, rupiah dibuka anjlok sebesar 0,19% atau melemah 31,5 poin ke posisi Rp16.853 per dolar AS.

Tekanan tak hanya datang dari domestik, sebab pada waktu yang sama, indeks dolar AS sendiri juga menunjukkan pelemahan sebesar 0,27 poin atau 0,26% ke level 102,99.

Anjloknya rupiah kali ini bukan kejutan sepenuhnya. Sejak akhir kuartal pertama 2025, tekanan terhadap mata uang Garuda terus membesar.

Pada perdagangan terakhir sebelum libur panjang, yakni Kamis (26/03) lalu, rupiah masih bertengger di level Rp16.562 per dolar AS. Namun dalam hitungan hari, khususnya di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) atau pasar luar negeri, nilainya sempat terjun menembus Rp17.000.

Puncaknya terjadi pada Jumat (04/04) pukul 20.53 WIB, saat kontrak NDF rupiah diperdagangkan di angka Rp17.006 per dolar AS, seiring dengan pengumuman resmi Presiden AS Donald Trump mengenai kenaikan tarif impor terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Tarif baru ini mencapai angka 32%, dan menjadi ancaman serius terhadap neraca perdagangan dan aliran devisa nasional.

Kondisi tak jauh berbeda terjadi pada Senin (7/4/2025), di mana rupiah di pasar NDF tercatat kembali melemah hingga 288 poin atau 1,73% ke level Rp16.940,5 per dolar AS. Meski pasar domestik (on shore) masih tutup karena libur Lebaran sejak 28 Maret hingga 7 April, geliat tekanan dari pasar global tak terbendung dan terus membayangi pembukaan perdagangan hari ini.

Menanggapi gejolak ini, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah taktis guna menjaga kestabilan nilai tukar. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar Senin (7/4), BI memutuskan untuk melakukan intervensi di pasar NDF secara intensif.

“Intervensi dilakukan secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York,” ungkap Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi BI melalui keterangan resminya, dikutip Selasa (08/04).

Tak hanya di pasar luar negeri, intervensi juga akan dilakukan secara agresif di pasar domestik mulai hari ini. Strategi BI mencakup intervensi di pasar valas spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Di samping itu, optimalisasi instrumen likuiditas rupiah juga akan diupayakan guna memastikan ketersediaan dana di pasar uang dan sistem perbankan nasional.

Langkah-langkah tersebut diambil untuk menenangkan gejolak pasar, menjaga daya beli rupiah, dan memperkuat sentimen positif pelaku ekonomi.

BI berharap, dukungan yang kuat dari sisi moneter ini dapat menahan pelemahan rupiah agar tidak melampaui level psikologis Rp17.050 per dolar AS, yang diprediksi bisa menjadi batas atas tekanan hari ini.

Sementara itu, pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami oleh Indonesia. Sejumlah negara di kawasan Asia turut mencatat depresiasi terhadap mata uang mereka.

Berdasarkan data Bloomberg per Senin (7/4) pukul 14.50 WIB, baht Thailand turun 0,71%, dolar Taiwan melemah 0,30%, dan yuan China terkoreksi 0,37%. Hanya yen Jepang yang menunjukkan penguatan sebesar 0,90%, menjadikannya satu dari sedikit mata uang Asia yang mampu melawan arus.

Meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan negara-negara mitranya menjadi biang keladi melemahnya kurs negara berkembang.

Untuk saat ini, pemerintah Indonesia belum memberikan sinyal akan mengambil langkah balasan terhadap tarif tinggi yang dikenakan oleh AS terhadap produk ekspor nasional.

Sementara pasar menanti kepastian lebih lanjut, semua mata kini tertuju pada seberapa jauh BI mampu meredam tekanan terhadap rupiah dalam beberapa hari ke depan.

Untuk informasi, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengguncang tatanan perdagangan global. Dalam pengumuman resmi yang disampaikan pada Kamis (03/04) waktu Indonesia atau pada Rabu (02/04) waktu Amerika Serikat (AS), Trump mengumumkan pemberlakuan tarif timbal balik kepada lebih dari seratus negara. Salah satu negara yang turut terdampak adalah Indonesia, yang disebut-sebut akan dikenai tarif hingga 32%.

Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi ekonomi proteksionis Trump yang bertujuan melindungi industri dalam negeri AS dan memperbaiki neraca perdagangan yang selama ini dianggap merugikan Amerika.

Dalam konteks ini, Indonesia menjadi salah satu sasaran karena dinilai menyebabkan defisit neraca perdagangan yang cukup besar bagi AS.

Menurut data dari Gedung Putih, neraca perdagangan AS dengan Indonesia mencatat defisit sebesar US$ 18 miliar, yang berarti AS lebih banyak mengimpor barang dari Indonesia dibanding mengekspor ke Indonesia.

Tak hanya itu, pemerintah AS juga menuding Indonesia menetapkan tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang dari Amerika, dengan angka mencapai 64 persen.

Trump menyebut hal ini sebagai bentuk manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan non-tarif yang merugikan kepentingan ekonomi Amerika.

Sebagai bagian dari kebijakan tersebut, Indonesia resmi dikenai tarif sebesar 32%, di luar tarif dasar 10% yang juga diberlakukan secara umum kepada negara lain.

Langkah ini tak hanya ditujukan kepada Indonesia. Negara-negara lain seperti China, Uni Eropa, Vietnam, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan berbagai kawasan lain turut terkena tarif tinggi, dengan besaran yang bervariasi mulai dari 10% hingga 50%.

Dalam hal ini, Vietnam terkena tarif tertinggi sebesar 46%, sementara negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dikenai 24%, Thailand 36%, dan Filipina 17%.

Bagi Indonesia, kebijakan ini tentu menimbulkan tantangan serius. Selama bertahun-tahun, pasar Amerika Serikat telah menjadi tujuan utama ekspor produk-produk unggulan Indonesia seperti tekstil, rajutan, sepatu, minyak sawit, hasil laut, serta peralatan elektrik.

Dengan diterapkannya tarif tinggi, akses produk-produk ini ke pasar AS berpotensi terganggu, dan para pelaku industri nasional bisa mengalami tekanan yang besar.

Namun di tengah gelombang perang dagang ini, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tampak tidak terkejut. Bahkan, pemerintah mengklaim telah menyiapkan strategi jauh sebelum kebijakan ini diumumkan.

Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Noudhy Valdryno, menyatakan bahwa Presiden Prabowo sejak hari pertama masa jabatannya sudah merancang serangkaian kebijakan strategis untuk menghadapi gejolak ekonomi global semacam ini.

Dalam pernyataan resmi, Noudhy menyebut bahwa Presiden Prabowo menunjukkan ketajaman dalam membaca dinamika geopolitik dan perdagangan internasional.

Menurutnya, pemahaman Prabowo terhadap hubungan dagang global menjadi modal penting untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah badai kebijakan ekonomi dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat.

Tiga Strategi Besar Pemerintahan Prabowo: Tanggapan Terukur Hadapi Krisis Global

Dalam menghadapi kebijakan tarif tinggi dari Trump, pemerintah Indonesia menekankan bahwa telah ada tiga “gebrakan besar” yang disiapkan dan mulai dijalankan.

Ketiga strategi ini diklaim bersinergi dan mampu melindungi perekonomian nasional dari dampak disrupsi eksternal seperti perang dagang.

1. Perluasan Mitra Dagang
Langkah pertama yang diambil oleh pemerintahan Prabowo adalah memperluas jaringan perdagangan internasional Indonesia. Indonesia secara aktif telah bergabung dalam aliansi ekonomi BRICS, yang memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah global.

Selain itu, Indonesia juga menjadi bagian dari sejumlah perjanjian dagang multilateral seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yang mencakup negara-negara ASEAN, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Perjanjian ini secara kolektif mencakup sekitar 27% dari total perdagangan global.

Indonesia juga sedang dalam proses aksesi ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), organisasi yang mencakup 64% perdagangan dunia.

Di luar itu, Indonesia turut serta dalam perjanjian seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CP-TPP), IEU-CEPA (Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement), dan I-EAEU CEPA (Indonesia-Eurasian Economic Union CEPA).

Selain perjanjian multilateral, Indonesia juga memiliki sejumlah kesepakatan bilateral dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Pakistan, Uni Emirat Arab, Iran, dan Chile. Semua perjanjian ini menjadi landasan untuk memperluas pasar ekspor Indonesia di luar Amerika Serikat.

2. Percepatan Hilirisasi Sumber Daya Alam
Strategi kedua yang diandalkan oleh Prabowo adalah kebijakan hilirisasi sumber daya alam. Pemerintah mendorong agar Indonesia tidak lagi mengekspor bahan mentah, melainkan memprosesnya menjadi produk bernilai tambah yang bisa memberikan keuntungan lebih besar bagi negara.

Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalah komoditas nikel. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia berhasil mendorong pengolahan nikel di dalam negeri, menciptakan industri turunan yang mampu menyerap tenaga kerja dan menghasilkan produk ekspor dengan nilai lebih tinggi.

Untuk memperkuat arah ini, Presiden Prabowo juga telah membentuk Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara). Lembaga ini dirancang untuk mendanai dan mengelola proyek-proyek hilirisasi di sektor-sektor strategis seperti mineral, batu bara, minyak dan gas, perkebunan, perikanan, kelautan, hingga kehutanan.

3. Penguatan Konsumsi Dalam Negeri
Langkah ketiga dan terakhir adalah memperkuat permintaan domestik sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Pemerintah menyadari bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 54% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Maka dari itu, peningkatan konsumsi dalam negeri menjadi salah satu prioritas utama.

Untuk mendorong konsumsi, pemerintah meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis, yang tidak hanya bertujuan meningkatkan gizi masyarakat tetapi juga memicu pertumbuhan di sektor pertanian dan pangan. Di samping itu, pemerintah juga mendorong pendirian 80.000 koperasi desa Merah Putih, yang berperan sebagai penggerak ekonomi mikro dan pendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Melalui dua program ini, diharapkan daya beli masyarakat meningkat, ketergantungan terhadap barang impor berkurang, dan ekonomi dalam negeri menjadi lebih tahan terhadap tekanan global.

Tarif timbal balik dari Presiden Trump memang menjadi tantangan serius bagi Indonesia, terutama bagi sektor-sektor yang selama ini mengandalkan ekspor ke pasar AS. Namun, pemerintah memastikan bahwa langkah-langkah antisipatif telah disiapkan secara matang.

Melalui perluasan jaringan dagang internasional, industrialisasi berbasis sumber daya alam, serta penguatan konsumsi domestik, pemerintahan Prabowo menunjukkan pendekatan strategis dan menyeluruh dalam menghadapi perang dagang.

Di tengah ketidakpastian global, strategi ini menjadi fondasi untuk menjaga Indonesia tetap tumbuh, mandiri, dan tangguh di panggung ekonomi dunia.