kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Akhiri Pelemahan Beruntun, Menguat di Level Rp15.505

Rupiah Menguat, Tembus Rp15.102 per Dolar AS
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Rupiah berhasil menguat kembali terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu (04/09), setelah sebelumnya mengalami tren penurunan sejak akhir pekan lalu. Pergerakan positif ini didorong oleh tingginya minat pasar terhadap lelang Surat Berharga Negara (SBN).

Nilai tukar rupiah tercatat naik sebesar 21 poin atau 0,14%, mencapai level Rp15.505 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di Rp15.526 per dolar AS. Kenaikan ini memberikan dorongan optimisme bagi pasar keuangan setelah beberapa hari mengalami tekanan.

Pemprov Sulsel

Pemerintah Indonesia juga sukses menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp22 triliun dalam lelang obligasi yang digelar pada Selasa (03/09) kemarin. Dari total penawaran yang masuk sebesar Rp45,49 triliun, volume obligasi yang berhasil diterbitkan menandakan tingginya permintaan terhadap instrumen ini.

Sebagai tambahan, volume perdagangan obligasi pemerintah mencapai Rp22,17 triliun pada Selasa, yang lebih tinggi dibandingkan dengan Rp17,63 triliun pada hari Senin (02/09).

Meski demikian, kepemilikan asing pada obligasi pemerintah mengalami sedikit penurunan. Pada Senin, 2 September 2024, tercatat kepemilikan asing di obligasi pemerintah Indonesia turun sebesar Rp0,56 triliun menjadi Rp851 triliun, atau sekitar 14,48% dari total yang beredar.

Faktor Eksternal yang Memengaruhi Rupiah

Selain faktor internal, ada juga beberapa kekhawatiran dari sisi eksternal yang turut memengaruhi pergerakan rupiah. Salah satu faktor utama adalah kekhawatiran pasar terkait pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Data terbaru menunjukkan bahwa sektor manufaktur dan konstruksi AS masih berada dalam kondisi yang kurang baik.

S&P Global US Manufacturing PMI untuk bulan Agustus 2024 tercatat turun menjadi 47,9, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang berada di angka 48. Indeks ISM Manufaktur AS juga mengalami peningkatan kecil menjadi 47,2 dari 46,8, tetapi tetap berada di bawah ekspektasi sebesar 47,5, yang menandakan bahwa sektor manufaktur AS masih dalam fase kontraksi.

Selain itu, data belanja konstruksi di AS menunjukkan penurunan sebesar -0,3% month-on-month (MoM), yang juga lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 0,1%. Hal ini memperlihatkan adanya pelemahan di sektor konstruksi, yang berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS. Dengan demikian, data tersebut menunjukkan potensi risiko perlambatan ekonomi AS di semester kedua 2024.

Imbal Hasil Obligasi dan Dampaknya

Imbal hasil obligasi pemerintah AS atau US Treasury (UST) tenor 10 tahun mengalami penurunan sebesar tujuh basis poin (bps), turun menjadi 3,83%. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya risiko perlambatan ekonomi AS, yang berpotensi mendorong penurunan suku bunga kebijakan dari The Federal Reserve (The Fed).

Penurunan imbal hasil ini memberikan sinyal kepada pasar bahwa langkah kebijakan moneter yang lebih longgar mungkin akan diambil oleh The Fed jika risiko pertumbuhan ekonomi semakin menguat. Imbal hasil yang lebih rendah ini juga memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat, mengingat adanya peluang likuiditas global yang lebih longgar.

Proyeksi Pergerakan Rupiah

Dalam waktu dekat, rupiah akan bergerak dalam rentang Rp15.475 hingga Rp15.600 per dolar AS. Hal ini didukung oleh kombinasi faktor internal, seperti permintaan yang tinggi terhadap SBN, serta faktor eksternal, yakni kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi AS yang terus berkembang.

Pada awal perdagangan Rabu pagi kemarin, rupiah tercatat menguat 21 poin atau 0,14% menjadi Rp15.505 per dolar AS dari posisi penutupan hari sebelumnya di Rp15.526 per dolar AS.

Meskipun pasar global masih dipenuhi dengan ketidakpastian, penguatan rupiah menunjukkan bahwa mata uang Indonesia masih memiliki daya tarik bagi investor, terutama di tengah permintaan yang stabil terhadap obligasi pemerintah dan proyeksi penurunan suku bunga AS.

Pergerakan nilai tukar rupiah yang kembali menguat ini diharapkan dapat terus berlanjut seiring dengan meningkatnya optimisme pasar, baik dari sisi kebijakan fiskal dalam negeri maupun sentimen global yang cenderung mendukung kondisi moneter yang lebih longgar.