KabarMakassar.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa generasi Z dan milenial menjadi penyumbang signifikan dalam tingkat wanprestasi (TWP) 90 hari pada platform fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol).
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menjelaskan pada Juli 2024, kontribusi mereka terhadap kredit macet mencapai 37,17 persen dari total keseluruhan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya literasi keuangan di kalangan generasi muda untuk menghindari jebakan utang.
“Data kami menunjukkan, pada Juli 2024, porsi kredit macet 90 hari (TWP 90) untuk kelompok usia 19 hingga 34 tahun, yang terdiri dari generasi Z dan milenial, mencapai 37,17 persen,” ungkap Agusman.
Lebih lanjut, Agusman menjelaskan bahwa meskipun tingkat risiko kredit macet secara keseluruhan pada P2P lending masih terjaga di angka 2,53 persen pada Juli 2024—menurun dari 2,79 persen pada Juni—kontribusi dari generasi muda ini tetap menjadi perhatian.
Selain itu, jumlah outstanding pembiayaan pada industri fintech P2P lending juga terus bertumbuh, mencatatkan peningkatan sebesar 23,97 persen secara tahunan (yoy) pada Juli 2024 dengan nilai mencapai Rp69,39 triliun.
Dalam upaya untuk meminimalkan risiko kredit macet, khususnya di kalangan generasi Z dan milenial, OJK telah mewajibkan penyelenggara P2P lending untuk mencantumkan peringatan di laman utama website dan aplikasi mereka.
“Peringatan ini bertujuan untuk mengedukasi pengguna tentang risiko yang mungkin mereka hadapi saat menggunakan layanan pinjaman Online,” lanjut Agusman.
Isi peringatan tersebut berbunyi: “Hati-hati, transaksi ini berisiko tinggi. Anda dapat saja mengalami kerugian atau kehilangan uang. Jangan berutang jika tidak memiliki kemampuan membayar. Pertimbangkan secara bijak sebelum bertransaksi.”
“Kami berharap langkah ini dapat membantu meningkatkan kesadaran generasi muda, serta calon pengguna lainnya, agar memahami risiko yang mereka hadapi sebelum melakukan transaksi,” tambah Agusman.
OJK juga telah mengeluarkan regulasi khusus terkait layanan P2P lending melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.06/2023. Aturan ini mengatur prosedur analisis kelayakan pinjaman, di mana penyelenggara diwajibkan mempertimbangkan kemampuan keuangan calon penerima dana sebelum memfasilitasi pendanaan.
Selain itu, OJK juga menetapkan batas maksimum biaya pendanaan yang dikenakan kepada pengguna, termasuk bunga, margin, biaya administrasi, komisi platform, serta biaya lain yang relevan, selain dari denda keterlambatan dan pajak.
Dengan langkah-langkah ini, OJK berharap ekosistem P2P lending di Indonesia dapat tumbuh dengan lebih sehat dan bertanggung jawab, terutama di kalangan generasi muda yang rentan terhadap jeratan utang akibat kurangnya literasi keuangan.