KabarMakassar.com — Pada penutupan perdagangan hari ini, Nilai Tukar rupiah mengalami penurunan. Perdagangan Jumat (26/07) kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah. Rupiah turun 51 poin atau 0,31% ke level Rp16.301 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.250.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, dalam riset hariannya yang dikutip Sabtu (27/07), menyebut bahwa penguatan indeks dolar AS didorong oleh data PDB kuartal kedua Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan.
Selain itu, pasar juga fokus pada data indeks harga PCE yang akan datang. Indeks harga PCE, yang merupakan indikator inflasi utama yang dipantau oleh Federal Reserve, diperkirakan akan menunjukkan penurunan inflasi pada bulan Juni.
Ibrahim menjelaskan pembacaan PCE diharapkan menunjukkan penurunan inflasi lebih lanjut, meskipun sedikit. Ini terjadi beberapa hari menjelang pertemuan Fed di mana mereka diperkirakan akan mempertahankan suku bunga dan mungkin mengisyaratkan pemotongan pada bulan September.
Dinamika Politik AS dan Pengaruhnya
Di sisi politik, Wakil Presiden AS Kamala Harris mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata guna meringankan penderitaan warga sipil Palestina. Negosiasi ini telah berlangsung selama beberapa bulan, dengan harapan tercapainya kesepakatan gencatan senjata selama enam minggu yang melibatkan pembebasan sandera perempuan, lansia, dan orang sakit.
Utang Luar Negeri Indonesia Meningkat
Di dalam negeri, pasar terus memantau peningkatan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia ke China selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Hingga Mei 2024, ULN Indonesia ke China mencapai 22,86 miliar dolar AS atau sekitar Rp372,3 triliun (kurs Rp16.288 per dolar AS).
Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa total ULN Indonesia pada akhir Mei 2024 mencapai 407,3 miliar dolar AS atau setara Rp6.634,1 triliun, meningkat 1,8% (year-on-year) dari Mei 2023 dan naik 2,1% (month-to-month) dari April 2024. Kenaikan utang terutama berasal dari sektor bank sentral, dengan nilai 18,78 miliar dolar AS pada Mei 2024, naik dari 9,26 miliar dolar AS pada Mei 2023. Meskipun utang meningkat, struktur ULN Indonesia hingga Mei 2024 tetap sehat berkat prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Rupiah Tertekan Oleh Sentimen Eksternal
Rupiah mengakhiri pekan ini dengan pelemahan signifikan, ditutup di level Rp16.290 per dolar AS, mencerminkan penurunan 0,62% dari posisi pekan sebelumnya. Ini merupakan pelemahan terburuk di Asia, diikuti oleh dolar Taiwan yang turun 0,29%, rupee India yang turun 0,07%, dan peso Filipina yang turun 0,01%. Sementara itu, mata uang Asia lainnya cenderung menguat sepanjang pekan ini.
Rupiah JISDOR juga ditutup melemah di Rp16.294 per dolar AS, turun 0,56% dibandingkan pekan lalu. Tekanan terhadap rupiah sudah terjadi sejak awal pekan, terutama setelah berita pengunduran diri Presiden AS Joe Biden dari kontestasi Pilpres November mendatang yang membuat dolar AS menguat.
Rupiah juga tertekan oleh kewaspadaan investor yang menunggu dua data penting, yaitu PDB Amerika dan inflasi PCE. Data PDB Amerika yang dirilis tadi malam semakin menekan nilai rupiah. Hari ini, rupiah tertekan oleh hasil lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencatat penurunan bunga meski nilai penerbitan naik tajam.
Penurunan Bunga SRBI dan Dampaknya
Dalam lelang terakhir pekan ini, bunga diskonto SRBI turun di tengah animo investor yang berkurang. Bank Indonesia menjual lebih banyak SRBI dengan nilai penerbitan naik 54% mencapai Rp34 triliun, jauh melampaui lelang sebelumnya sebesar Rp22 triliun.
Penurunan bunga diskonto SRBI berdampak pada penurunan yield Surat Utang Negara (SUN). Berdasarkan data Bloomberg, yield SUN tenor di bawah 10 tahun turun, dengan tenor 5 tahun turun ke 6,776% dan tenor 2 tahun turun ke 6,785%, sementara tenor 10 tahun stabil di 6,99%. Penurunan lebih lanjut bunga SRBI diharapkan memberikan ruang bagi penurunan yield SBN tenor pendek, seiring dengan ekspektasi pelonggaran moneter Federal Reserve yang diprediksi terjadi mulai akhir kuartal ini.
Masa Depan Rupiah di Tengah Tekanan Global
Dengan kondisi global yang dinamis dan berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi, rupiah diprediksi akan terus mengalami fluktuasi. Tekanan dari kebijakan moneter AS dan kondisi politik internasional akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Meskipun demikian, langkah-langkah yang diambil oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas mata uang dan ekonomi nasional diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari sentimen global.
Secara keseluruhan, pelemahan rupiah pada pekan ini mencerminkan berbagai tekanan eksternal dan internal yang dihadapi oleh ekonomi Indonesia. Data ekonomi dari Amerika Serikat, perkembangan politik internasional, serta kebijakan moneter dalam negeri semuanya berkontribusi terhadap volatilitas nilai tukar rupiah. Dengan pengawasan ketat dan kebijakan yang hati-hati, diharapkan rupiah dapat kembali stabil dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.