kabarbursa.com
kabarbursa.com

Menguat di Akhir Pekan, Rupiah Tertahan Pelemahan Mingguan

Rupiah Menguat di Tengah Ekspektasi Penurunan Suku Bunga The Fed
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pada akhir pekan, Jumat (13/9) kemarin, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan meski secara keseluruhan sepanjang pekan masih melemah. Berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah di pasar spot tercatat naik 0,24% menjadi Rp15.402 per dolar AS, setelah sebelumnya berada di level Rp15.439. Namun, jika dilihat selama sepekan, mata uang ini mencatat penurunan sebesar 0,16%, dibandingkan posisi penutupan minggu lalu di Rp15.378 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jisdor menunjukkan rupiah berada di level Rp15.405 per dolar AS pada hari yang sama, menguat tipis 0,10% dibandingkan sehari sebelumnya. Namun, secara mingguan, Jisdor BI juga mencatatkan pelemahan sebesar 0,21%.

Pemprov Sulsel

Penguatan Akhir Pekan Didorong Pelemahan Dolar AS

Penguatan rupiah di akhir pekan disebabkan oleh pelemahan global dolar AS. Salah satu pemicu utama adalah meningkatnya ekspektasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed), yang dipicu oleh lonjakan klaim pengangguran di Amerika Serikat. Beberapa laporan dari media internasional juga menunjukkan bahwa kebijakan moneter The Fed akan sangat dipengaruhi oleh dinamika inflasi dan pasar tenaga kerja.

Namun, di awal pekan, rupiah mengalami tekanan akibat kekhawatiran terkait prospek ekonomi global, terutama dari AS dan China. Beberapa data menunjukkan adanya sinyal pelemahan ekonomi yang semakin mengkhawatirkan.

Ekonomi Indonesia Hadapi Tantangan

Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia juga berada dalam situasi yang menantang. Sejumlah indikator ekonomi menunjukkan perlambatan, termasuk deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut, penurunan indeks manufaktur (Purchasing Managers Index/PMI) yang berada di bawah ambang batas ekspansi, serta peningkatan tingkat pengangguran. Semua ini menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Aliran modal asing keluar dari Indonesia juga turut memengaruhi kondisi pasar. Bank Indonesia mencatat selama periode 9-12 September, tercatat ada arus keluar modal sebesar Rp1,31 triliun dari pasar keuangan.

Prospek Kebijakan Moneter dan Rupiah ke Depan

Jika Federal Reserve benar-benar menurunkan suku bunganya, hal ini diharapkan akan diikuti oleh langkah serupa dari Bank Indonesia. Pemotongan suku bunga domestik diyakini dapat memberikan dorongan terhadap penguatan rupiah, menjaga inflasi tetap terkendali, serta memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil. Selain itu, langkah ini juga berpotensi menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Pada pekan depan, perhatian akan tertuju pada perkembangan ekonomi global dan kebijakan bank sentral, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif pada stabilitas nilai tukar rupiah.

Sebelumnya, Pergerakan rupiah pada pekan depan diperkirakan masih akan fluktuatif, dengan rentang nilai tukar di antara Rp15.350 hingga Rp15.420 per dolar AS. Para pelaku pasar saat ini masih menunggu keputusan kebijakan moneter The Fed yang dijadwalkan dirilis pada 17-18 September 2024.

Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah ditutup pada level Rp15.395 per dolar AS, naik 0,19% dibandingkan hari sebelumnya. Namun, secara keseluruhan, rupiah melemah 0,23% selama sepekan ini.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) terpantau melemah ke level 101,033, turun 0,33%, seiring dengan optimisme pasar bahwa The Fed kemungkinan akan mengurangi suku bunga dalam waktu dekat. Data inflasi yang stabil di AS untuk bulan Agustus 2024 memberikan dukungan terhadap pandangan ini, meskipun masih ada ketidakpastian mengenai besar pemangkasan suku bunga yang akan diambil oleh The Fed.

Penguatan rupiah yang terbatas pada penutupan perdagangan Jumat didorong oleh ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed. Namun, tantangan ekonomi baik dari global maupun domestik tetap menjadi faktor yang memengaruhi pergerakan rupiah ke depannya, yang diprediksi akan terus fluktuatif hingga ada kejelasan lebih lanjut terkait kebijakan moneter AS.

Laporan dari berbagai sumber keuangan, seperti Wall Street Journal dan Financial Times, juga mengungkapkan bahwa keputusan The Fed akan lebih banyak dipengaruhi oleh data inflasi dan kondisi pasar tenaga kerja. Meskipun demikian, secara keseluruhan, rupiah masih mengalami tekanan sepanjang pekan ini, terutama di awal pekan, akibat kekhawatiran terkait prospek ekonomi global dari AS dan China.

Sentimen dari Asia dan Prospek Ekonomi Indonesia
Dari kawasan Asia, sentimen negatif juga turut melemahkan indeks dolar AS. Sejumlah komentar hawkish dari pejabat Bank of Japan (BOJ) turut mendorong pergerakan mata uang global selama sepekan terakhir. Selain itu, jajak pendapat Reuters menunjukkan bahwa para analis bersiap untuk data inflasi konsumen AS yang diperkirakan kuat pada pekan depan.

Di sisi domestik, perekonomian Indonesia tengah menghadapi tantangan signifikan. Beberapa data ekonomi menunjukkan tanda-tanda pelemahan, termasuk penurunan indeks manufaktur (PMI) di bawah level ekspansi, deflasi selama empat bulan berturut-turut, dan peningkatan angka pengangguran. Kondisi ini meningkatkan kebutuhan akan stimulus ekonomi yang lebih kuat.

Jika The Fed benar-benar menurunkan suku bunga, maka hal ini bisa memicu Bank Indonesia untuk mengikuti langkah serupa, yang berpotensi mendorong penguatan rupiah, mengendalikan inflasi, dan memacu pertumbuhan ekonomi serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja.