KabarMakassar.com — Aktifitas keuangan ilegal terus marak, baik secara nasional maupun regional, termasuk aktifitas Judi Online (Judol).
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulselbar, Darwisman, mengungkap fakta mencengangkan mengenai besarnya dana masyarakat yang didepositkan untuk judi online selama 2023. Secara nasional, total dana yang mengalir ke aktivitas ini mencapai Rp34 triliun.
Data ini disampaikan Darwisman dalam Journalist Update Perkembangan Industri Jasa Keuangan untuk Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat baru-baru ini.
Ia menyoroti bahwa sebagian besar pemain judi online berasal dari kalangan berpenghasilan rendah, terlihat dari nominal deposit yang mayoritas di bawah Rp100 ribu.
“Sebanyak 80 persen dari 3.797.429 pemain judi online di 2023 adalah masyarakat berpenghasilan rendah, dengan deposit kecil. Secara demografis, 85 persen pelakunya adalah laki-laki, sementara perempuan hanya 15 persen,” ujarnya.
Lonjakan Perputaran Uang Selama Pandemi
Lebih lanjut, Darwisman memaparkan bahwa perputaran uang pada judi online dari 2017 hingga 2023 mencapai angka fantastis, yaitu Rp517 triliun dengan 325 juta transaksi. Peningkatan tajam terjadi sejak pandemi Covid-19.
Pada 2020, perputaran uang judi online melonjak 155 persen dari tahun sebelumnya, mencapai Rp15 triliun dengan 5,6 juta transaksi. Lonjakan terus berlanjut di 2021, dengan perputaran dana mencapai Rp57 triliun—naik 267 persen—dan 43 juta transaksi. Pada 2023, angka tersebut memuncak di Rp327 triliun dengan 168 juta transaksi, naik 60 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Ragam Pelaku Judi Online
Darwisman juga menjelaskan bahwa aktivitas judi online melibatkan berbagai kategori pelaku:
- Bandar Besar: Bertugas menyetorkan dan menarik dana dari agen pengumpul.
- Leader: Menggunakan rekening nominee hasil “pembelian rekening” untuk transaksi.
- Agen Pengumpul/Pembayar: Mengatur operasional lapangan, termasuk transaksi dan pembelian rekening, tanpa mengelola aplikasi judi.
- Masyarakat: Menghubungkan berbagai pihak seperti programmer, kasir, dan gaming provider.
Darwisman menegaskan, fenomena ini tidak hanya menimbulkan dampak ekonomi negatif, tetapi juga menjadi persoalan sosial yang melibatkan kelompok rentan seperti pelajar, mahasiswa, buruh, petani, dan ibu rumah tangga.
“Masalah ini perlu ditangani dengan kolaborasi berbagai pihak, mengingat tingginya dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan,” tutupnya.
Diketahui, Kasus judol kembali menjadi sorotan, setelah baru-baru ini judol berhasil menyeret nama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dari 24 tersangka yang berhasil diamankan, 9 di antaranya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di kementerian tersebut.
Menanggapi situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah serius dengan berkoordinasi bersama berbagai pihak, termasuk kementerian terkait, lembaga hukum, dan pelaku industri jasa keuangan. Fokus utamanya adalah melacak dan memblokir rekening yang diduga terhubung dengan aktivitas judi online.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa setiap rekening yang terindikasi digunakan untuk aktivitas ilegal ini akan segera diblokir.
“Kami langsung memblokir rekening yang dicurigai. Ini langkah awal untuk mencegah kerugian lebih lanjut,” ungkap Mahendra.
Upaya ini diperkuat dengan kehadiran Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), forum koordinasi yang melibatkan OJK, Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti), dan pelaku industri jasa keuangan. Forum ini bertujuan mempercepat penanganan kasus penipuan keuangan, termasuk judi online, sekaligus memberikan efek jera kepada para pelaku.
“Dengan dukungan IASC, pelacakan rekening-rekening terindikasi dapat dilakukan lebih cepat dan menyeluruh. Ini memungkinkan tindakan lebih efektif terhadap aktivitas keuangan ilegal,” jelas Mahendra.
OJK memastikan akan terus meningkatkan kapasitas pelacakan dan memperluas cakupan koordinasi untuk memberantas kasus serupa.
“Kami berkomitmen untuk melindungi sektor keuangan dari aktivitas ilegal seperti judi online, dan ini memerlukan sinergi semua pihak,” tutup Mahendra.
Kasus ini menunjukkan urgensi pengawasan ketat terhadap penggunaan rekening keuangan untuk tujuan ilegal. Dengan langkah cepat dari OJK dan IASC, diharapkan praktik-praktik merugikan ini dapat ditekan demi menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.