KabarMakassar.com — Kenaikan suku bunga Bank Indonesia, BI-Rate yang kini berada di level 6.25 Bps terus menjadi perhatian publik.
Pengamat Ekonomi Keuangan dan Perbankan, Sutardjo Tui menyebut, keputusan untuk menaikkan BI Rate menjadi 6.25% merupakan respons terhadap gonjang-ganjing perekonomian global yang berdampak pada ekonomi dalam negeri.
Sutardjo menekankan keputusan tersebut tidak bisa dihindari, mengingat Bank Sentral Amerika (FED) belum menurunkan tingkat suku bunganya.
Menurutnya, kenaikan BI Rate tersebut penting untuk mencegah pelarian dana ke luar negeri dan menjaga stabilitas mata uang Rupiah.
“Meskipun berdampak pada inflasi yang meningkat dan potensi tergerusnya cadangan devisa, tapi semoga tidak terlalu signifikan buat Indonesia karena fundamental makroekonomi masih kuat, seperti neraca perdagangan yang masih surplus dan pertumbuhan ekonomi yang terjaga,” katanya.
Meskipun demikian, Sutardjo memberi peringatan terhadap potensi risiko kredit macet, tergantung pada respons cepat bank-bank terhadap kenaikan BI Rate.
Namun, ia menilai kemungkinan risiko tersebut masih terbilang kecil karena kenaikan BI Rate hanya sebesar 25 poin.
Kenaikan BI Rate juga akan berdampak pada investor, dimana beberapa di antaranya mungkin akan beralih dari investasi saham ke simpanan bank karena tingkat bunga yang lebih tinggi.
“Namun, hal ini juga bisa mendorong beberapa investor untuk lebih memilih berinvestasi dalam sektor bisnis riil,” lanjutnya.
Dengan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan, termasuk potensi hasil investasi di berbagai sektor dan imbal hasil simpanan di bank dengan BI Rate 6.25%, para investor diharapkan untuk melakukan evaluasi yang cermat dalam mengalokasikan dana mereka.