kabarbursa.com
kabarbursa.com

Kebijakan Impor Indonesia Dikritik AS, Dianggap Hambat Perdagangan Global

Kebijakan Impor Indonesia Dikritik AS, Dianggap Hambat Perdagangan Global
Ilustrasi impor (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) melontarkan sejumlah kritikan tajam terhadap kebijakan perdagangan Indonesia.

Dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers, sistem perizinan impor Indonesia disebut sebagai hambatan non-tarif yang signifikan dan tidak sesuai dengan ketentuan perdagangan internasional.

USTR menilai kebijakan impor Indonesia rumit, tumpang tindih, serta tidak transparan.

“Importir tidak diizinkan memiliki dua jenis izin secara bersamaan,” tulis laporan itu, merujuk pada kewajiban memiliki API-U (Importir Umum) atau API-P (Importir Produsen), dikutip Jumat (25/04).

Laporan tersebut juga menyoroti sistem perizinan berbasis Online Single Submission (OSS) yang dinilai justru memperumit proses.

Menurut laporan, banyak perusahaan mengeluhkan sistem yang kerap mengalami gangguan teknis serta kurangnya sinkronisasi antara persyaratan nasional dan daerah.

Masalah kian pelik dengan diterbitkannya Perpres No 61 Tahun 2024 tentang neraca komoditas, yang memperluas pembatasan impor ke berbagai produk, termasuk bawang putih, apel, anggur, dan jeruk.

USTR menilai kebijakan tersebut diterapkan tanpa konsultasi memadai dengan pelaku usaha dan menimbulkan ketidakpastian.

Tak hanya itu, Permendag No 36 Tahun 2023 juga menuai kecaman karena mewajibkan izin impor untuk hampir 4.000 kode HS, lengkap dengan data teknis dan persetujuan teknis dari kementerian terkait. Akibatnya, terjadi penumpukan ribuan kontainer di pelabuhan pada Mei 2024 lalu.

Sebagai respons, Indonesia mengeluarkan Permendag No 8 Tahun 2024 yang melonggarkan sebagian aturan impor. Namun, pembatasan tetap berlaku untuk sejumlah komoditas strategis seperti besi dan baja, bahan kimia industri, serta produk tekstil tertentu.

AS juga mengingatkan bahwa Indonesia sempat kalah dalam 18 gugatan di WTO pada 2016 atas kebijakan impor produk hortikultura dan hewan. Meski ada upaya perbaikan, seperti Permentan No 2 Tahun 2020, AS menilai hambatan masih dirasakan secara sistemik.

“Pemerintah AS masih menyuarakan keprihatinan terkait kurangnya transparansi, pembatasan kuantitas impor yang tidak mencerminkan permintaan pasar, serta keterlambatan dalam penerbitan izin, terutama pada awal tahun,” pungkas laporan USTR pada Maret lalu.