KabarMakassar.com — Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah meskipun menghadapi tekanan dari dinamika global.
Dalam beberapa waktu terakhir, rupiah memang menunjukkan tren pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Namun, BI tetap percaya diri bahwa langkah-langkah strategis yang diterapkan akan membawa stabilitas jangka panjang.
“Kami optimis bahwa rupiah akan tetap stabil dengan berbagai kebijakan yang telah kami siapkan,” ujar Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Edi Susianto, pada Selasa (24/12) kemarin.
Stabilitas rupiah tidak terlepas dari sejumlah tantangan global yang harus diantisipasi. Perkembangan ekonomi AS menjadi salah satu faktor utama, terutama dalam konteks kebijakan moneter ketat yang terus dijalankan oleh The Federal Reserve.
Selain itu, ketidakpastian kebijakan dari pemerintahan Amerika Serikat, serta dinamika geopolitik di berbagai kawasan, turut memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
Langkah Strategis BI untuk Menjaga Rupiah
Untuk meredam volatilitas, BI telah mengambil sejumlah langkah strategis yang terfokus pada tiga pilar utama:
1. Kebijakan Suku Bunga Acuan
Penyesuaian suku bunga acuan atau BI Rate menjadi salah satu alat utama untuk menjaga daya tarik investasi di Indonesia. Dengan kebijakan ini, aliran modal asing diharapkan tetap stabil dan mendukung nilai tukar rupiah.
2. Intervensi di Pasar Valas
BI aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk memastikan pasokan dolar AS tetap mencukupi. Langkah ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar.
3. Penarikan Modal Asing melalui Instrumen Keuangan
Berbagai instrumen keuangan seperti obligasi pemerintah dan Surat Berharga Negara (SBN) digunakan untuk menarik minat investor asing. Dengan demikian, aliran modal masuk dapat membantu menopang cadangan devisa dan mendukung stabilitas rupiah.
“Kami hadir di pasar untuk menjaga kepercayaan investor. Daya tarik pasar keuangan Indonesia terus kami pertahankan melalui kebijakan yang terarah,” jelas Edi.
Untuk memastikan efektivitas kebijakan, BI juga menjalin koordinasi erat dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan industri perbankan. Sinergi ini diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang terintegrasi dan responsif terhadap dinamika pasar.
“Dengan pelaku pasar, kami terus berkomunikasi agar tidak terjadi salah persepsi yang bisa memicu kepanikan. Kami selalu menjaga hubungan baik dengan eksportir, importir, dan sektor perbankan untuk memastikan stabilitas,” tambahnya.
Meskipun tantangan global masih membayangi, BI tetap optimistis bahwa nilai tukar rupiah dapat dijaga stabil. Dengan pendekatan yang komprehensif dan koordinasi lintas sektor, BI berkomitmen untuk menciptakan pasar keuangan yang sehat dan berdaya saing.
Langkah-langkah strategis ini diharapkan tidak hanya menjaga stabilitas rupiah, tetapi juga meningkatkan kepercayaan pelaku pasar terhadap perekonomian Indonesia. BI mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk tetap tenang dan mendukung upaya stabilisasi yang sedang berjalan.
Sementara, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, turut angkat bicara terkait pelemahan nilai tukar rupiah. Menurutnya, pelemahan ini mencerminkan ketidakpastian pasar keuangan global, terutama setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
“Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh penguatan dolar AS yang meluas, serta perubahan preferensi investor global yang kembali mengalihkan portofolio mereka ke AS pasca-pemilu,” jelas Perry dalam keterangannya dikutip Jumat (27/12).
Ia menambahkan bahwa rencana kebijakan perdagangan Amerika Serikat, seperti kenaikan tarif impor dan cakupan negara yang lebih luas, telah meningkatkan risiko fragmentasi perdagangan global.
Di sisi lain, gangguan rantai pasok global dan eskalasi ketegangan geopolitik juga turut memperburuk situasi ekonomi dunia.
“Akibatnya, pertumbuhan ekonomi global pada 2025 diperkirakan melambat menjadi 3,1%, dibandingkan 3,2% pada 2024. Inflasi dunia juga meningkat karena gangguan rantai pasok, yang menambah tekanan pada berbagai mata uang, termasuk rupiah,” ungkap Perry.
Selain itu, Perry mencatat bahwa kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong imbal hasil obligasi AS tetap tinggi, baik untuk tenor jangka pendek maupun panjang. Hal ini turut memperkuat dolar AS dan mempersulit stabilisasi nilai tukar rupiah.
Meski menghadapi tekanan, Perry memastikan pelemahan rupiah masih dalam level yang terkendali. Sepanjang 2024, depresiasi rupiah tercatat sebesar 2,74%, lebih kecil dibandingkan dolar Taiwan yang melemah 5,26%, peso Filipina 5,83%, dan won Korea Selatan 7,53%.
Bank Indonesia pun memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6%.
“Fokus kami adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk saat ini, BI Rate tetap kami pertahankan,” ujar Perry.
diketahui, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah hingga sempat menyentuh level Rp16.312 per dolar AS pada Kamis (19/12) kemarin. Koreksi ini terjadi setelah keputusan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), mempertahankan suku bunga acuan dan memberikan proyeksi kebijakan yang lebih hati-hati untuk 2025.