KabarMakassar.com — Pemerintah Brasil mengumumkan bahwa Indonesia kini telah resmi menjadi anggota penuh BRICS, blok ekonomi berkembang yang kian dilihat sebagai penyeimbang kekuatan Barat.
Keputusan ini diumumkan pada Selasa (07/01) dan merupakan tindak lanjut dari kesepakatan dalam pertemuan puncak BRICS 2023 di Johannesburg, Afrika Selatan.
Dengan bergabungnya Indonesia, BRICS kini mencakup 12 negara anggota, termasuk Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, serta anggota baru lainnya seperti Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.
Blok ini dibentuk pada 2009 dan bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di antara negara-negara berkembang serta memperjuangkan reformasi institusi global agar lebih inklusif.
Dilansir dari AFP, Kementerian Luar Negeri Brasil menyebut Indonesia sebagai mitra strategis yang memiliki visi serupa dalam mendorong reformasi tata kelola global.
Sebagai negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara dan ekonomi yang terus berkembang, keanggotaan Indonesia diyakini akan memberikan kontribusi positif bagi blok ini.
Fokus BRICS di Bawah Presidensi Brasil
Brasil, yang memegang presidensi bergilir BRICS pada 2025, menyatakan akan fokus meningkatkan kerja sama antarnegara anggota di kawasan Global South.
Presiden Luiz Inacio Lula da Silva menegaskan pentingnya “pengembangan sarana pembayaran” yang memfasilitasi perdagangan antar anggota, terutama melalui transaksi nondolar dan penguatan mata uang lokal.
Dalam pertemuan puncak terakhir di Kazan, Rusia (November 2024), anggota BRICS membahas upaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional.
Langkah ini mendapat dukungan luas di kalangan anggota namun juga memicu reaksi keras dari Presiden AS terpilih, Donald Trump, yang mengancam akan memberlakukan tarif hingga 100% terhadap negara-negara BRICS jika mereka melemahkan dolar AS.
Agenda strategis blok ini akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan puncak di Rio de Janeiro pada Juli 2025. Pertemuan ini diperkirakan menjadi momen penting untuk memperkuat kerja sama ekonomi, politik, dan respons terhadap tantangan global, termasuk ancaman dari kebijakan proteksionis AS.
Keanggotaan Indonesia dalam BRICS diharapkan:
- Meningkatkan Posisi Diplomatik: Indonesia dapat memainkan peran lebih besar dalam reformasi tata kelola global.
- Memperkuat Ekonomi Regional: Sebagai penghubung ekonomi Asia Tenggara, Indonesia diharapkan membawa manfaat strategis bagi BRICS.
- Diversifikasi Ekonomi: Partisipasi dalam inisiatif transaksi nondolar dapat memberikan opsi baru dalam perdagangan internasional.
Keputusan ini menandai langkah besar dalam memperkuat suara negara-negara berkembang di arena internasional. Dengan keanggotaan ini, Indonesia berpotensi menjadi katalisator dalam memajukan agenda ekonomi dan politik global yang lebih inklusif dan adil.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Murtiadi Awaluddin, menilai bahwa bergabungnya Indonesia dengan kelompok BRICS Plus adalah langkah yang sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Menurutnya, kebijakan ini memberi keleluasaan bagi Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan berbagai kelompok negara demi meraih manfaat strategis, terutama di bidang ekonomi.
“Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS Plus adalah bentuk implementasi politik bebas aktif. Ini memungkinkan Indonesia untuk meningkatkan kolaborasi internasional di berbagai kelompok negara tanpa tekanan dari pihak manapun,” ujar Murtiadi kepada KabarMakassar.
Ia menambahkan bahwa langkah ini berpotensi membuka peluang pasar yang lebih luas bagi Indonesia, yang selama ini sudah memiliki hubungan dagang yang kuat dengan beberapa negara BRICS.
Sebagai contoh, ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai dari Rusia, serta kebutuhan Rusia akan produk ekspor nonmigas Indonesia seperti minyak kelapa sawit dan rempah-rempah, menunjukkan potensi kerja sama yang lebih besar di masa mendatang.
“Bergabung dengan BRICS yang didominasi negara-negara selatan akan memperkuat posisi Indonesia dalam melakukan lobi bisnis, khususnya dalam memperluas pasar ekspor-impor,” kata Murtiadi.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa Indonesia harus berhati-hati untuk tidak terlihat berpihak pada satu blok tertentu.
Mengingat Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan negara-negara barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya, Murtiadi menyarankan agar Indonesia tetap menjaga sikap netral demi kelancaran hubungan dagang yang telah terjalin.
Menurutnya, ndonesia harus bijak dalam menjaga keseimbangan ini, sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa kita lebih condong pada negara-negara BRICS.
“Jika ada kesan seperti itu, negara-negara barat mungkin merasa tersinggung, yang dapat berdampak negatif pada akses pasar Indonesia, bahkan berpotensi menimbulkan sanksi atau embargo,” tambahnya.
Lebih lanjut, Murtiadi mengusulkan agar Indonesia terus memperlihatkan komitmen pada kedua belah pihak, baik negara-negara BRICS maupun negara-negara barat, melalui keterlibatan aktif dalam forum-forum internasional. Hal ini akan membantu menjaga persepsi bahwa Indonesia tetap netral dan terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak.
“Dengan aktif menghadiri pertemuan-pertemuan di BRICS maupun di blok barat, Indonesia dapat menunjukkan sikap netral dan menghindari diskriminasi dalam perdagangan internasional,” ujarnya.
Menurut Murtiadi, bergabungnya Indonesia ke BRICS seharusnya dilandasi oleh tujuan memperkuat kerja sama bisnis, khususnya dalam memperbaiki fasilitas ekspor-impor yang menguntungkan perekonomian Indonesia.
Sementara itu, tetap menjaga keseimbangan dalam kebijakan luar negeri menjadi kunci agar hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara barat tetap stabil.