KabarMakassar.com — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 24,27 poin atau 0,34% ke level 7.088,86 pada penutupan perdagangan Jumat (10/1). Meski demikian, secara mingguan IHSG tercatat melemah 1,05%, turun dari posisi pekan lalu di level 7.164,42.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pelemahan IHSG ini dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal yang membentuk sentimen pasar.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menjelaskan bahwa ada beberapa isu utama yang memengaruhi pergerakan indeks dalam sepekan terakhir.
Pengaruh Eksternal: Nilai Tukar Rupiah dan Kebijakan The Fed
Salah satu faktor utama yang memengaruhi pergerakan IHSG adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tertekan.
Hal ini terjadi di tengah ekspektasi risalah rapat The Federal Reserve (The Fed) yang menunjukkan perlambatan dalam pemangkasan suku bunga. Pelaku pasar cenderung mengambil sikap wait and see hingga kejelasan lebih lanjut muncul terkait arah kebijakan moneter AS.
Selain itu, data ekonomi AS turut menjadi perhatian pasar. Rilis data JOLTS Job Openings menunjukkan peningkatan jumlah pekerjaan, yang mengindikasikan masih kuatnya pasar tenaga kerja di AS.
Namun, investor juga menantikan rilis data Non-Farm Payrolls (NFP) yang dijadwalkan pada pekan ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai prospek ekonomi AS.
Sentimen Positif dari China
Dari sisi internasional lainnya, data PMI China menunjukkan tanda-tanda ekspansi ekonomi dengan berada di atas level 50. Selain itu, inflasi tahunan di China untuk Desember 2024 turun menjadi 0,1% dari sebelumnya 0,2%, memberikan sentimen positif bagi pasar.
Proyeksi IHSG: Volatilitas dan Faktor Penentu
Herditya memproyeksikan pergerakan IHSG pada perdagangan Senin (13/1) masih akan cenderung volatile dan sideways. Area support diperkirakan berada di level 7.029, sementara resistance di 7.129.
Menurutnya, beberapa faktor yang akan memengaruhi pergerakan IHSG meliputi nilai tukar rupiah, fluktuasi harga komoditas seperti minyak mentah dan emas, serta sentimen dari investor yang menantikan rilis data inflasi AS dan keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Sementara itu, Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, menilai bahwa pelemahan IHSG dalam sepekan terakhir terjadi karena minimnya katalis positif yang mampu menopang pasar.
“Kebijakan moneter The Fed menjadi faktor eksternal utama yang menekan pergerakan IHSG,” ungkap Hendra.
Beberapa pejabat The Fed, seperti Susan Collins dan Michelle Bowman, telah mengindikasikan bahwa suku bunga akan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama karena inflasi di AS masih berada di atas target.
Sikap hati-hati ini menimbulkan ketidakpastian di kalangan investor, sehingga IHSG mengalami tekanan sepanjang pekan.
Katalis Domestik dan Harapan Pemulihan Global
Dari sisi domestik, IHSG juga terdampak oleh kurangnya katalis positif seperti kebijakan fiskal baru. Salah satu contohnya adalah batalnya penerapan PPN 12%, yang semula diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi sektor konsumsi.
Namun, Hendra juga mencatat bahwa adanya potensi pemulihan ekonomi global dan stabilitas inflasi domestik bisa memberikan sedikit dorongan positif bagi pasar dalam waktu dekat.
“Investor kemungkinan akan tetap berhati-hati sambil menunggu perkembangan data dan kebijakan yang bisa memberikan dampak lebih besar terhadap pergerakan pasar,” tambahnya.
Secara keseluruhan, IHSG diperkirakan bergerak sideways pada Senin (13/1) dengan kecenderungan menguat terbatas.
Support berada di level 7.029, sementara resistance diproyeksikan mencapai 7.197. Kehati-hatian investor tetap menjadi kunci di tengah ketidakpastian ekonomi global dan perkembangan kebijakan moneter di berbagai negara.
Kapitalisasi Pasar dan Transaksi Saham Terkoreksi
Disi lakn, Pergerakan pasar saham Indonesia sepanjang pekan ini menunjukkan tren yang beragam. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi pasar tercatat mengalami penurunan sebesar 0,34 persen, dari Rp 12.445 triliun pada pekan lalu menjadi Rp 12.403 triliun.
Penurunan ini mencerminkan pelemahan pasar yang dipicu oleh sentimen eksternal dan aksi jual investor asing.
Tak hanya kapitalisasi pasar, rata-rata nilai transaksi harian bursa juga mengalami koreksi tajam. Sepanjang pekan ini, rata-rata nilai transaksi harian turun hingga 10,45 persen menjadi Rp 8,72 triliun, dibandingkan Rp 9,74 triliun pada pekan sebelumnya.
Kondisi ini semakin diperburuk oleh penurunan rata-rata volume transaksi harian bursa sebesar 17,37 persen, dari 21,38 miliar saham menjadi 17,66 miliar saham.
Namun, terdapat sedikit kabar positif dari sisi frekuensi transaksi harian. Rata-rata frekuensi transaksi harian bursa justru mengalami peningkatan tipis sebesar 0,89 persen, dari 1,03 juta kali transaksi pada pekan lalu menjadi 1,04 juta kali transaksi pada pekan ini.
Hal ini menunjukkan masih adanya aktivitas perdagangan yang cukup stabil meskipun nilai dan volume transaksi menurun.
Investor Asing Terus Lakukan Aksi Jual Bersih
Aksi investor asing menjadi salah satu sorotan utama pada pekan ini. Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 2,11 triliun. Angka ini melonjak drastis dibandingkan pekan lalu yang hanya mencapai Rp 256,38 miliar.
Aksi jual yang masif ini kembali menekan pasar, terutama pada beberapa saham unggulan yang menjadi target penjualan.
Pada perdagangan Jumat (10/01), investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 201,5 miliar di seluruh pasar. Dengan tambahan aksi jual ini, total net sell asing sepanjang tahun berjalan (year-to-date) mencapai Rp 2,9 triliun.
Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi salah satu yang paling terdampak oleh aksi jual asing. Pada perdagangan terakhir pekan ini, net sell terbesar di pasar reguler tercatat melanda saham BMRI sebesar Rp 137,6 miliar. Saham lain yang turut dilego oleh investor asing adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai net sell mencapai Rp 101 miliar.
Saham dengan Net Buy Tertinggi
Di tengah tekanan aksi jual, beberapa saham justru mencatatkan aksi beli bersih (net buy) oleh investor asing. Salah satunya adalah saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), yang mencatatkan net buy sebesar Rp 45,5 miliar. Selain itu, saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga mengalami net buy oleh investor asing dengan nilai mencapai Rp 43,6 miliar.
Secara keseluruhan, pergerakan pasar saham Indonesia pekan ini mencerminkan tekanan dari berbagai faktor, baik eksternal maupun internal.
Penurunan kapitalisasi pasar dan rata-rata nilai transaksi harian menunjukkan sentimen negatif yang dominan. Di sisi lain, meski investor asing cenderung melakukan aksi jual bersih, beberapa saham tetap menarik perhatian dengan aksi beli bersih yang signifikan.
Pekan depan, pasar masih akan menghadapi tantangan, terutama dari sentimen global dan pergerakan nilai tukar rupiah. Investor diharapkan tetap waspada dan memantau perkembangan data ekonomi serta kebijakan yang dapat memengaruhi arah pasar lebih lanjut.