KabarMakassar.com — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja positif pada pembukaan perdagangan Selasa (17/09). Berdasarkan data RTI Business pada pukul 09.10 WIB, IHSG mengalami apresiasi sebesar 0,28%, atau bertambah 21,91 poin, sehingga berada di level 7.834,04.
Pergerakan pasar saham pagi ini didominasi oleh tren kenaikan. Dari data yang sama, tercatat sebanyak 247 saham mengalami penguatan, sementara 144 saham melemah, dan 212 saham lainnya stagnan. IHSG sempat mencapai level tertingginya di 7.854,01 dan terendah di 7.825,62 sebelum stabil di posisi saat ini.
Pada sesi pagi ini, volume perdagangan saham tercatat mencapai 1,84 miliar lembar dengan frekuensi transaksi sebanyak 109.779 kali, dan total nilai transaksi yang dibukukan mencapai Rp1,12 triliun.
Meski IHSG bergerak positif, analis memperingatkan potensi koreksi di tengah perdagangan hari ini. Dengan bursa utama regional Asia, seperti Jepang dan Tiongkok, yang masih tutup sepanjang pekan ini, pasar Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen global, terutama dari Amerika Serikat dan Eropa.
Dari dalam negeri, pelaku pasar juga masih menanti hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang dijadwalkan pada 20-21 September 2024. Pasar berharap adanya petunjuk terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan pada kuartal IV 2024, meskipun dalam pertemuan ini suku bunga acuan diperkirakan akan tetap.
Selain itu, data neraca perdagangan bulan Agustus 2024 juga menjadi perhatian investor. Perkiraan menunjukkan pertumbuhan nilai ekspor dan impor mengalami perlambatan pada Agustus, yang dapat mempengaruhi pergerakan IHSG.
Saham-saham di sektor perbankan, properti, dan otomotif yang sensitif terhadap perubahan suku bunga diprediksi akan lebih aktif dalam merespons hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dan menantikan keputusan dari RDG BI minggu depan.
Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi akan melanjutkan tren positifnya pada perdagangan Selasa (17/9), didukung oleh beberapa sentimen kuat. IHSG diproyeksikan akan menguji level resistance di 7.850 dengan support berada di kisaran 7.725.
Kenaikan harga komoditas dan aliran modal asing yang terus mengalir ke pasar domestik menjadi faktor utama yang mendukung potensi penguatan IHSG pada perdagangan esok hari.
Pada akhir pekan lalu, IHSG berhasil mencetak rekor baru, ditutup di zona hijau. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG menguat 13,97 poin atau naik 0,18% ke level 7.812,13 pada penutupan Jumat (13/9), mencatatkan all-time high (ATH) terbarunya.
Kenaikan IHSG pada pekan lalu dipicu oleh beberapa faktor dari sisi domestik dan global. Di pasar domestik, terdapat tiga sentimen utama yang mempengaruhi. Pertama, peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencapai 124,4 pada Agustus, menunjukkan optimisme terhadap kondisi ekonomi yang lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya.
Kedua, meskipun penjualan mobil di Indonesia mengalami penurunan sebesar 14,2% year-on-year (yoy) menjadi 76.304 unit pada Agustus 2024, penjualan motor masih mencatat pertumbuhan, meski melambat menjadi 7,4% yoy. Ketiga, indeks penjualan riil (IPR) pada Agustus diperkirakan tumbuh 5,8% yoy menjadi 215,7, dipicu oleh peningkatan permintaan saat perayaan HUT RI dan strategi potongan harga dari retailer. Pertumbuhan tertinggi tercatat pada barang budaya, rekreasi, serta bahan bakar kendaraan bermotor.
Dari sisi global, ada beberapa faktor yang turut mendorong pergerakan IHSG. Inflasi tahunan di Amerika Serikat (AS) pada Agustus tercatat sejalan dengan ekspektasi pasar sebesar 2,5% yoy, sedangkan inflasi inti tahunan mencapai 3,2% yoy. Selain itu, klaim pengangguran di AS pada pekan pertama September naik menjadi 230.000, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 227.000.
Bank Sentral Eropa (ECB) juga memberikan dampak positif dengan memangkas suku bunga deposit facility rate sebesar 25 basis poin menjadi 3,5% sebagai upaya melonggarkan kebijakan moneter. ECB juga menurunkan suku bunga refinancing operation dan marginal lending facility masing-masing menjadi 3,65% dan 3,90%, yang berlaku mulai 18 September.
Bursa Asia Dibuka Hati-hati
Pasar saham Asia diperkirakan akan dibuka dengan sikap berhati-hati pada Senin (17/9) setelah serangkaian data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan dirilis pada akhir pekan. Penurunan indeks saham di Hong Kong diproyeksikan terjadi, sementara pasar saham Australia kemungkinan mencatat kenaikan kecil.
Pergerakan indeks berjangka AS juga mengalami sedikit penurunan setelah kenaikan 0,5% pada S&P 500 pada Jumat lalu. Namun, perdagangan di Asia dapat terpengaruh oleh volume transaksi yang rendah karena pasar di Jepang dan China daratan tutup untuk liburan.
Data ekonomi China yang dirilis akhir pekan lalu menunjukkan penurunan aktivitas ekonomi, mulai dari produksi pabrik hingga konsumsi dan investasi yang melemah lebih dari perkiraan untuk bulan Agustus. Tingkat pengangguran di China juga mencapai level tertinggi dalam enam bulan, dan harga rumah mengalami penurunan, menambah kekhawatiran di pasar.
Penurunan harga properti yang semakin tajam dan minimnya dukungan dari kebijakan pemerintah telah memperburuk sentimen di kalangan pelaku pasar. Perlambatan ekonomi China semakin memunculkan pertanyaan mengenai apakah otoritas negara tersebut akan melakukan stimulus besar-besaran untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Pemburukan sektor properti menjadi salah satu sinyal bahwa masalah ekonomi China mungkin akan terus berlanjut hingga akhir tahun.
Sementara itu, dolar AS tetap stabil meskipun terjadi peningkatan ketidakpastian politik domestik, termasuk laporan terbaru terkait ancaman terhadap mantan Presiden Donald Trump. Pasar obligasi AS di Asia tidak akan diperdagangkan karena liburan di Jepang.
Pembukaan pasar yang hati-hati ini terjadi di tengah rangkaian data ekonomi penting dan keputusan kebijakan bank sentral yang diperkirakan akan memberikan arah bagi pasar hingga akhir tahun 2024 dan awal 2025. Salah satu data yang dinantikan adalah laporan inflasi Zona Euro, yang dirilis saat para pejabat Eropa mempertimbangkan langkah-langkah pelonggaran kebijakan moneter.
Pada perdagangan minggu lalu, imbal hasil obligasi AS turun selama dua minggu berturut-turut, dengan obligasi dua tahun mencatatkan level terendah dalam dua tahun terakhir. Para pelaku pasar mulai memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin oleh The Fed.
Sementara itu, saham-saham di sektor ekonomi sensitif menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada saham teknologi besar, dengan S&P 500 melonjak 4% minggu lalu—minggu terbaik sejauh tahun ini.
Dengan sebagian besar pasar utama di Asia tutup pada Senin, para pelaku pasar kemungkinan akan mengantisipasi rilis data perdagangan regional serta keputusan kebijakan moneter dari Bank Indonesia, yang akan diumumkan beberapa jam sebelum keputusan The Fed. Minat investor terhadap aset di Asia Tenggara semakin meningkat karena prospek penurunan suku bunga dan valuasi yang menarik.
Jika pemotongan suku bunga oleh The Fed tidak diiringi oleh ancaman resesi di AS, mata uang-mata uang Asia yang sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti won Korea, ringgit Malaysia, dan baht Thailand, diprediksi akan berkinerja lebih baik daripada dolar AS.