KabarMakassar.com — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan masih akan bergerak melemah pada perdagangan hari ini, Senin (16/12), seiring dengan sikap pasar yang cenderung wait and see menjelang keputusan kebijakan suku bunga The Fed pada Rabu (18/12).
Pada penutupan pekan lalu, IHSG sudah berada di zona merah. Berdasarkan data RTI, indeks tercatat turun 69,44 poin atau 0,94% ke level 7.324,78 pada Jumat (13/12).
Sepanjang pekan, IHSG terkoreksi sebesar 0,79%, dengan aliran dana asing yang keluar mencapai Rp 1,48 triliun di seluruh pasar dan Rp 225,27 miliar di pasar reguler.
Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, menilai tekanan pada IHSG sejalan dengan melemahnya indeks-indeks Wall Street pada akhir pekan lalu. Fenomena “cash is king” terlihat semakin kuat, didorong oleh penguatan dolar AS setelah European Central Bank (ECB) dan bank sentral Swiss memangkas suku bunga.
“Pasar saat ini tengah menunggu hasil rapat FOMC The Fed pada 18 Desember sebagai katalis utama untuk pergerakan pasar di akhir tahun,” ujar Valdy dalam risetnya, Minggu (15/12).
Sebelum pengumuman tersebut, Valdy memprediksi adanya potensi rotasi obligasi, mengingat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun (U.S. 10-year bond yield) naik ke atas 4,4% pada akhir pekan lalu.
Dengan kondisi global tersebut, tekanan jual terhadap IHSG diperkirakan masih berlanjut di awal pekan, didorong oleh risiko keluarnya aliran dana asing atau capital outflow. Nilai tukar rupiah pun diperkirakan bergerak fluktuatif di kisaran Rp 16.000 per USD.
Sementara itu, data ekspor-impor Indonesia yang akan dirilis dalam waktu dekat diperkirakan belum akan memberikan dampak signifikan terhadap pasar. Valdy memperkirakan, pertumbuhan nilai ekspor Indonesia pada November 2024 akan melambat dibandingkan Oktober.
Selain faktor global, pergerakan IHSG awal pekan ini juga akan dipengaruhi oleh rilis data ekonomi China. Beberapa indikator penting yang menjadi perhatian pasar antara lain harga properti, investasi aset tetap, produksi industri, penjualan ritel, dan tingkat pengangguran.
“Investasi aset tetap China diperkirakan melanjutkan tren pemulihan, didorong oleh harapan stimulus ekonomi pada 2025 dan peningkatan permintaan,” tambah Valdy.
Untuk menghadapi potensi pelemahan IHSG, Valdy menyarankan investor memperhatikan saham-saham dengan fundamental kuat yang berpotensi defensif di tengah ketidakpastian. Saham-saham yang direkomendasikan di antaranya:
- MIDI
- MYOR
- ICBP
- DOID
- ARTO
- ADRO
Adapun pergerakan IHSG diproyeksikan akan bergerak dalam rentang support di 7.280 dan resistance di 7.430, dengan pivot di 7.350.
Investor diimbau tetap berhati-hati dan mencermati perkembangan global, terutama kebijakan moneter dari bank sentral AS yang berpotensi menjadi penggerak utama pasar di akhir tahun ini.
Untuk informasi, IHSG mengalami koreksi signifikan pada perdagangan Jumat (13/12) kemarin. IHSG ditutup melemah 0,94% ke level 7.324, menandai penurunan mingguan sebesar 0,79%.
Sejalan dengan pelemahan IHSG, nilai tukar rupiah juga ikut tertekan. Rupiah ditutup di level Rp15.995 per dolar AS setelah sempat menyentuh Rp16.002 per dolar AS.
Secara mingguan, rupiah mencatatkan pelemahan 0,91%, menjadikannya mata uang berkinerja terburuk ketiga di Asia, setelah yen Jepang dan peso Filipina.
Pelemahan IHSG dan rupiah tidak lepas dari sentimen eksternal, terutama terkait prospek kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
Data inflasi harga grosir (PPI) AS yang lebih tinggi dari perkiraan—setelah sebelumnya inflasi inti konsumen (CPI) menunjukkan tanda-tanda disinflasi—memupus harapan penurunan suku bunga The Fed pada tahun depan. Situasi ini memicu aksi jual di pasar saham dan mendorong penguatan dolar AS secara global.
Meski IHSG tengah tertekan, potensi kenaikan indeks ke level 8.400 pada akhir 2025 masih terbuka jika skenario optimistis (bull case) terjadi. Namun, prospek ini bergantung pada beberapa faktor, seperti:
- Penguatan rupiah hingga ke level Rp15.000 per dolar AS.
- Perbaikan neraca transaksi berjalan melebihi ekspektasi.
- Masuknya aliran investasi asing yang signifikan.
- Penguatan konsumsi rumah tangga.
Di sisi lain, skenario realistis atau base case memprediksi IHSG akan bergerak di level 7.900 pada 2025. Hal ini mempertimbangkan situasi politik domestik dan tantangan ekonomi global yang masih akan membayangi.
Sektor-sektor yang diperkirakan akan mendukung pertumbuhan IHSG di tahun mendatang antara lain:
- Sektor keuangan
- Sektor konsumer
- Sektor properti
Sebaliknya, sektor batu bara, sektor industri, dan otomotif diprediksi akan menjadi beban pertumbuhan laba per saham (EPS).
Tekanan terhadap IHSG dan rupiah di akhir pekan menjadi pengingat bagi investor untuk tetap mencermati faktor eksternal, khususnya kebijakan suku bunga The Fed.
Meskipun tantangan masih ada, peluang bagi IHSG untuk tumbuh tetap terbuka jika didukung oleh stabilitas nilai tukar, investasi asing, dan perbaikan ekonomi domestik.
Disclaimer : Saham-saham yang direkomendasikan di atas mencerminkan potensi tren kenaikan berdasarkan analisis teknikal dan fundamental. Meski demikian, investor disarankan untuk tetap mencermati kondisi pasar dan melakukan analisis lebih lanjut sebelum mengambil keputusan investasi. Berita ini tidak bersifat mengajak untuk membelu produk tertentu.