KabarMakassar.com — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (07/01) pagi mencatat penguatan tipis sebesar 3,78 poin atau 0,05%, bertengger di level 7.084,25.
Namun, berbeda dengan IHSG, indeks LQ45 yang mencerminkan 45 saham unggulan justru melemah 1,13 poin atau 0,14%, berada di posisi 825,05.
Pada sesi awal perdagangan, IHSG sempat bergerak dalam kisaran sempit antara 7.074,25 hingga 7.092,18.
Secara teknikal, Tim Riset Phintraco Sekuritas sebelumnya memproyeksikan bahwa IHSG pekan ini akan berada dalam rentang resistance 7.230 dan support 7.100.
Kendati demikian, pergerakan IHSG masih tertahan oleh resistance dinamis MA20 di sekitar 7.218, sementara indikator MACD menunjukkan pola sideways.
Sementara itu, pasar saham global, khususnya Wall Street, mencatat rebound pada perdagangan Jumat (3/1/2025), yang dipicu oleh lonjakan saham-saham teknologi besar.
Microsoft, misalnya, berhasil menarik perhatian dengan pengumuman alokasi anggaran sebesar USD 80 miliar untuk pengembangan pusat data berbasis AI.
Langkah ini mempertegas optimisme pasar bahwa sektor teknologi, khususnya yang berfokus pada kecerdasan buatan, akan menjadi motor pertumbuhan utama di 2025.
Selain itu, peningkatan data ekonomi seperti ISM Manufacturing PMI, yang naik dari 48,4 pada November menjadi 49,3 di Desember, turut memberikan angin segar.
Namun, pelaku pasar global juga mencermati rilis risalah FOMC (Federal Open Market Committee) yang diharapkan memberikan petunjuk mengenai kebijakan moneter AS pada 2025.
Pasar saat ini mengantisipasi data ketenagakerjaan AS yang diperkirakan menunjukkan pelemahan, yang dapat menjadi sinyal perlambatan ekonomi dan berpotensi memengaruhi keputusan Federal Reserve terkait suku bunga.
Di dalam negeri, IHSG masih berusaha bangkit setelah terkoreksi 1,17% dalam dua hari terakhir, hingga menyentuh level 7.080,47.
Sebanyak 9 dari 11 sektor melemah, dengan sektor bahan dasar menjadi penekan utama.
Tekanan ini diperparah oleh aksi jual bersih investor asing yang tercatat mencapai Rp 925,88 miliar. Minimnya katalis positif di pasar domestik juga menjadi salah satu penyebab IHSG sulit menguat.
Sementara itu, pasar saham Asia menunjukkan dinamika beragam. Indeks pasar saham Taiwan memimpin penguatan regional dengan lonjakan 2,79%.
Di sisi lain, Nikkei Jepang melemah 1,47% setelah kembali dari libur panjang, sedangkan CSI 300 China turun tipis 0,16%, meskipun aktivitas sektor jasa di negara tersebut menunjukkan peningkatan dari 51,5 pada November menjadi 52,2 di Desember. Indeks Hang Seng Hong Kong juga melemah 0,36%.
Dari pasar Amerika Serikat, indeks Nasdaq menguat 1,09% dan S&P 500 naik 0,55%, sementara Dow Jones terkoreksi tipis 0,06%.
Penguatan saham teknologi AS juga didorong oleh kabar bahwa Nvidia mencatat rekor tertinggi baru setelah Foxconn melaporkan pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dari ekspektasi berkat lonjakan permintaan infrastruktur AI.
“Pasar saat ini fokus pada data penting seperti laporan pasar tenaga kerja AS dan risalah rapat The Fed. Kehati-hatian dalam penurunan suku bunga juga menjadi perhatian, seperti yang disampaikan oleh Gubernur Fed, Lisa Cook,” tulis Eastspring Investment dalam laporannya pada Selasa (07/01).
Di tengah pergerakan global tersebut, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun mengalami kenaikan dari 4,60% menjadi 4,63%. Pasar Asia cenderung bergerak flat dengan indeks MSCI Asia Pasifik terkoreksi tipis 0,02%, meskipun dorongan dari sektor teknologi sedikit menopang sentimen regional.
Dengan rilis data penting seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), penjualan ritel, dan cadangan devisa pada pekan ini, IHSG diharapkan mampu menemukan katalis untuk bergerak lebih positif di tengah tekanan dari pasar global dan regional.
Untuk informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini menyampaikan laporan akhir tahun dalam konferensi pers “APBN Kita” pada Senin (06/01).
Dalam kesempatan tersebut, ia mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mencatat defisit sebesar 2,29% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit tersebut masih dalam batas aman, namun menjadi perhatian karena hampir seluruh asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan untuk APBN 2024 meleset dari target.
Pertama, inflasi yang sebelumnya diasumsikan mencapai 2,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) ternyata hanya terealisasi di level 1,57% (yoy) hingga akhir tahun.
Hal ini mencerminkan tekanan harga yang lebih rendah dari perkiraan, meskipun faktor ini juga menunjukkan lemahnya konsumsi domestik sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi.
Kedua, asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang ditargetkan stabil di Rp15.000 per dolar AS juga meleset.
Hingga penghujung 2024, rupiah terus tertekan di kisaran Rp16.000 per dolar AS. Pelemahan ini disebabkan oleh berbagai faktor global, termasuk penguatan dolar AS dan ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi pasar negara berkembang.
Terakhir, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya optimistis ditargetkan sebesar 5,2% (yoy) tampaknya juga tidak tercapai.
Meski demikian, Sri Mulyani menyebutkan bahwa angka pertumbuhan diperkirakan tetap berada di sekitar 5% sesuai outlook.
“Kami tetap optimis meskipun tidak mencapai target, karena fondasi ekonomi kita tetap kokoh,” ujarnya.
Laporan ini menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah tekanan global.
Sri Mulyani menegaskan bahwa meskipun asumsi makro meleset, pemerintah akan terus berupaya menjaga defisit APBN agar tetap terkendali, sembari mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan yang lebih responsif di tahun 2025.