kabarbursa.com
kabarbursa.com

Harga Properti Naik, Potensi Kurangi Minat Pembeli

Harga Properti Naik, Potensi Kurangi Minat Pembeli
Ilustrasi harga properti (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pengamat ekonomi dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (Uinam), Murtiadi Awaluddin, menyoroti kondisi terbaru sektor perumahan di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) untuk Triwulan II 2024, terjadi peningkatan harga rumah primer yang dianggap sebagai respons terhadap inflasi pada bahan bangunan. Namun, kenaikan ini dinilai akan membebani masyarakat dan menurunkan minat investasi di sektor properti.

Menurut Murtiadi, penongkatan terbatas ini merupakan imbas koreksi terhadap inflasi pada bahan bangunan. Hal ini gwntu akan mengurangj minat konsumen di sektor ini.

Pemprov Sulsel

“Memang benar bahwa harga rumah primer terpantau mengalami peningkatan, meskipun terbatas. Ini sebenarnya merupakan koreksi akibat inflasi pada bahan bangunan yang digunakan dalam konstruksi. Namun, kenaikan harga ini justru dapat mengurangi minat konsumen untuk berinvestasi di sektor riil, terutama karena pemerintah juga baru saja menaikkan suku bunga acuan,” ujar Murtiadi Awaluddin, Selasa (20/8).

Lebih lanjut, Murtiadi menegaskan bahwa situasi ini tidak hanya berdampak pada konsumen, tetapi juga pada berbagai sektor industri yang mendukung pengembang perumahan.

“Dengan menurunnya minat investasi, sektor-sektor yang memasok bahan bangunan seperti industri baja, semen, pasir, dan batu akan mengalami penurunan permintaan. Ini bisa menjadi tantangan besar bagi industri-industri tersebut,” tambahnya.

Diketahui, Survei SHPR BI juga mengungkapkan bahwa Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) naik sebesar 1,76% year-on-year (yoy) pada Triwulan II 2024, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan sebesar 1,89% (yoy) pada Triwulan I.

Meski harga properti menunjukkan peningkatan, pertumbuhan penjualan di pasar primer justru melambat. Tercatat, penjualan properti residensial hanya tumbuh sebesar 7,30% (yoy) pada Triwulan II, turun drastis dari 31,16% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

“Penurunan penjualan ini terlihat di semua tipe rumah, namun yang paling terdampak adalah rumah tipe kecil. Ini menunjukkan bahwa segmen pasar yang biasanya lebih sensitif terhadap harga kini mulai merasakan dampaknya,” jelas Murtiadi.

Dalam hal pembiayaan, survei menunjukkan bahwa 74,69% pengembang lebih mengandalkan dana internal untuk pembangunan properti. Di sisi lain, mayoritas konsumen masih memilih Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai metode utama untuk membeli rumah, dengan porsi mencapai 75,52% dari total pembiayaan.

Murtiadi juga menggarisbawahi dampak pada sektor perbankan.

“Penurunan minat investasi di sektor properti tentunya akan berimbas pada menurunnya permintaan kredit perumahan. Ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi sektor keuangan,” katanya.

Murtiadi menyarankan perlunya inovasi dan dukungan dari berbagai pihak untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan sektor properti di Indonesia.

“Tanpa adanya langkah-langkah konkret, kondisi ini bisa menimbulkan dampak jangka panjang yang merugikan semua pihak yang terlibat,” pungkasnya.